Bab 11

27.3K 1K 43
                                    

Dilra Prao

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dilra Prao

Setelah mendengarkan ucapan Lion yang dengan terang-terangan jika pria itu berniat untuk menghamilinya, Dilra semakin gelisah dan cemas ia tak mau hamil, bukan. Bukan seperti itu, ia tak mau mengandung benih dari pria bajingan itu. Dilra kembali mencuci muka dan mematut pantulan dirinya dari cermin. Ia terdiam dengan hanya saling menatap pantulan itu semakin serius, ia harus berbuat sesuatu untuk berjaga-jaga. Manusia yang ia hadapi bukan lagi manusia, pria itu iblis yang tak memiliki moral, seandainya Dilra lebih bermuka tebal untuk menuntutnya dengan cara hukum dan media sejak awal Dilra sudah melakukannya namun ia tak mampu melakukannya karena ia memang tak bisa melakukannya, kedua orangtuanya sudah sangat jelas akan terus menerus menyalahkan pekerjaannya, Dilra menghela berat ia harus menahannya sampai sejauh mana pria itu berusaha untuk menghancurkan hidupnya, ia harus memberanikan diri melawan berdiam diri tak selalu menyelesaikan masalah.

"Apa aku harus membeli obat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan?" Dilra bergumam dengan jemari tangannya mulai mengscroll beberapa alat kontrasepsi, "Ini hanya jaga-jaga kan ya?"

Dilra menggelengkan kepalanya cepat, "Tidak! Jika kau membeli ini sama saja kau berharap jika pria bajingan itu akan memperkosamu kembali, parah sekali pikiranmu Prao!" Dilra bergegas menyimpan ponselnya dan kembali mencuci muka.

"Tapi aku tidak boleh hamil, karierku adalah satu-satunya milikku."

"Dia tidak boleh merusaknya!"

Dilra kembali meraih ponselnya dan membuka sebuah aplikasi belanja online, "Tapi aku harus membelinya untuk berjaga-jaga kan ya?" Dengan berat hati akhirnya Dilra mengalah atas egoisnya, ia harus melakukan ini agar pria itu tak mudah semakin jauh merusaknya, ia harus membelinya untuk merusak keinginan Lion untuk membuatnya hamil.

"Kau pikir akan mudah membuat aku hamil?" Dilra tersenyum smirk setelah berhasil mengchek out pesananya di aplikasi belanja online, meski ragu ia harus tetap melakukannya untuk berjaga-jaga agar keinginan pria bajingan itu tak akan pernah terwujud sampai kapan pun.

Keputusannya sudah bulat, apapun yang terjadi kelak karier nya harus tetap cemerlang meski dibalik layar tak demikian, Dilra menyemangati dirinya sendiri jika ia memang bukan wanita murahan yang sesuai dengan tuduhan Lion.

Dilra segera berlalu begitu saja meninggalkan kamar mandi dan berniat untuk beristirahat mengumpulkan banyak energi untuk menghadapi hari esok yang kemungkinan akan terasa jauh lebih berat dari biasanya karena mau tak mau ia harus bekerja sama dengan si bajingan Lion, jika sejak awal ia tahu akan bekerja dengan siapa kemungkinan besar nama perusahaan itu akan ia kecualikan, berdampingan dengan Lion bukan perkara yang mudah, pria itu selalu menyeretnya ke dalam masalah yang entah sejak kapan muncul kehadapannya, Dilra akhirnya menghela berat dan terus berdoa jika besok hanya akan ada perihal-perihal baik yang menimpanya, dan Dilra berharap kedepannya tak ada masalah lagi yang semakin membuatnya merasa migren.

***

Lion tengah duduk di kursi kebangsaannya meski jam diatas nakas sudah menunjukkan waktu tengah malam, kedua manik miliknya masih sibuk mencari. "Sebenarnya kau ini siapa?" Lion mendesis berat, berjam-jam ia berhadapan dengan laptop namun nama Dilra Prao tak ada satu akun gosip atau peristiwa lain yang ada di internet membuat Lion merasa sedikit gelisah, "Dia bukan dari keluarga terpandang rupanya, pantas saja kelakuannya murahan seperti itu."

Lion menumpukan kedua tangannya, kedua bibirnya bungkam setelah hanya ada sebuah artikel yang menunjukkan bahwa Dilra memang wanita yang berbakat dalam bermusik, Lion tak percaya naluri hatinya menyangkal jika artikel ini pasti wanita itu yang bayar, "Artikel pembodohan, mana ada orang pinter kelakuannya murahan."

"Lagi pula banyak pria jomblo, kenapa harus suka pria beristri?" Lion menggelengkan kepalanya berulang kali dan ia semakin memperketat pandangannya setelah jemari tangannya mengklik beberapa gambar keceriaan Dilra, Meski Lion akui dalam kegengsiannya ia sempat memuji kecantikan Dilra.

"Cantik." Lion bergumam tanpa sadar.

"Tapi sayang barang murah."

Lion sendiri menimpali, memikirkan satu wanita itu selalu membuatnya kegerahan bahkan bayangan-bayangan bagaimana ia memperkosa wanita itu selalu muncul ketika Lion merasa 'ingin' , "Cukup Lion! Dia hanya objek untuk kau rusak! Untuk kau rusak!"

Lion segera beranjak bangun setelah naluri prianya justru merusak otak sadarnya, setiap ia mengingat bagaimana lekuk tubuh Dilra disaat telanjang, Lion merasa begitu menginginkannya, "Aku harus mencari cara untuk merasakannya kembali."

Merasa prustasi tak berujung Lion segera melangkahkan kaki menuju meja pantry dan menuangkan perlahan minuman beralkohol itu kedalam gelas, ia segera duduk dan menenggaknya sampai tandas.

"Bos, belum tidur?" Suara Gavin berhasil membuat Lion memalingkan pandangan.

Lion terkekeh garing dengan tatapan tak suka, "Kenapa kemari?"

Gavin merasa kikuk dengan segera ia duduk di kursi kosong samping Lion dan melakukan hal yang sama dengan Lion, mereka minum bersama. "Hanya sedikit lelah saja, aku rasa minum sedikit tak masalah."

"Hmmm."

Gavin meletakkan gelas dan fokus menatap Lion seksama, "Kau yakin telah memeprkosa wanita itu?" Gavin merasa jika moments kali ini benar-benar pas karena seseorang yang tengah mabuk tak mungkin berbohong.

Lion mengangguk sebari menenggak kembali minuman beralkohol.

"Tapi untuk apa?" Gavin semakin kepo, pasalnya bosnya ini memang tipe manusia yang paling menutup rapat tentang masalah pribadinya, bahkan untuk berucap saja ia harus pilih-pilih.

Lion sedikit bersendawa, "Karena dia sudah menggoda suami adikku."

"Maksudmu Dirga?" Gavin sedikit paham, jika perihal rebbeca, Lion takkan pernah main-main.

Lion terkekeh, efek minuman itu sudah mulai merasuki dirinya. "Pria bajingan itu sudah salah pilih lawan, selingkuhan dari Rebbeca bukan hal yang bagus."

"Tapi kenapa harus Prao?"

"Karena dia selingkuhan Dirga." Lion menegaskan ucapannya, jika tuduhannya kali ini tak mungkin salah.

"Bagaimana jika bukan Prao? Bagaimana jika tuduhanmu itu salah? Anak orang loh."

Lion mendekatkan wajahnya, "Sejak kapan saya selama menjadi bosmu selalu salah sasaran? Sejak kapan, hah?"

Gavin menelan salivanya susah payah, jika ia ingat-ingat kembali Lion memang selalu menang dalam berbisnis, instingnya tak mungkin salah namun Gavin merasa tak begitu yakin jika wanita bernama Prao itu melakukan hal yang Gavin sendiri bisa dibilang memang murahan, hanya sekilas melihat raut wajahnya Gavin merasa jika Prao wanita yang memiliki etika apalagi karier nya yang mengharuskan seseorang berperilaku sopan.

"Aku merasa jika Prao tidak salah Lion, sebaiknya kau benar-benar menyelidikinya ... sebelum terlambat," tutur Gavin mengingatkan karena pirasatnya merasa jika Lion tengah melakukan kesalahan yang cukup patal, jika semua itu benar tuduhan Gavin, Prao bukan wanita murahan.

"Dalam dunia seorang Lion tidak ada kata terlambat, kau tahu itu Gavin! Wanita sialan itu memang pantas mendapatkan semuanya!" 

SALAH MASUKWhere stories live. Discover now