Bab 20

23.6K 844 27
                                    

Dilra melangkah dengan sangat hati-hati, sebelumnya ia berpapasan dengan Gavin namun pria itu tak banyak berucap, Dilra tak perduli kali ini ia berniat untuk menyudahi semua ke salah paham antara dia dan Lion, jika dipikir ulang ia seharusnya tak salah apapun, justru banyak kerugian yang ia dapatkan.

Dilra menghela setelah berhasil membuka pintu ruangan milik Lion dan kembali menatap secara langsung manik menyeramkan itu dengan kesadaran penuh, Dilra masuk ke dalam dan tak menghiraukan senyuman penuh bualan dari Lion.

Pria itu bertepuk tangan pelan dan kembali mengukir sebuah senyuman, "Selamat datang di neraka, nona Dilra." Lion kembali duduk di kursi kebangsaannya sebari bersidekap, tatapan liar kini merangkap pupil Dilra, dari atas sampai bawah dan dari bawah sampai atas Lion memperhatikan, Setiap inci tubuh Dilra ia dambakan bahkan dengan sangat kurang ajar pakaian sederhana Dilra dengan menampilkan kedua paha mulusnya mulai menaikkan libido miliknya, Lion termenung sejenak pikiran kotor beserta suara penuh dambaan mulai menggema diatas nalar, erangan kenikmatan memenuhi indra pendengaran dan lembah nan basah menjepit itu mulai berdenyut dibagian paling berharga dari Lion, hanya melihatnya saja Lion semakin yakin jika Dilra mampu menghipnotis dunia seks miliknya, dengan cepat Lion menggeleng mentah, ia harus membuang hal-hal mesum itu dengan segera, kesadarannya kembali setelah suara sepatu berhak itu kembali melangkah pelan.

Lion melihat dan kembali terdiam kaku, Dilra duduk di kursi depan dan wanita itu menaikkan satu kakinya menampilkan lipatan hangat yang ingin ia belai, merasa jika rambu bahaya menyala Lion berdehem, "Untuk apa?"

Dahinya mengernyit, Dilra merasa kikuk. Bahkan ia sudah sangat terbiasa berpenampilan cukup terbuka namun perasaan canggung semakin mendera, ada apa ini? Dilra memonolog lalu ia kembali dengan niat awal. "Aku menawarkan perdamaian."

"Perdamaian?" Lion mengulangi dengan nada meremehkan, wanita memang sulit ditebak. Pria itu beranjak bangun sebari merapikan pakaiannya, dan duduk diatas kursi dengan setengah membungkuk, "Berapa biaya kerugian yang harus aku ganti untuk tubuhmu?"

"Ah, dua kali." Lion menambahkan ucapannya dengan wajahnya yang semakin mendekat, "Apakah kamu sudah menemukan nominal yang tepat untuk setiap desahanmu?" Lion yakin, kali ini ucapannya berhasil membuat wanita itu geram melihatnya marah ada kesenangan tersendiri baginya. Namun sayang Lion tak mendapatkan hal yang sesuai dengan keinginannya, Dilra justru hanya terdiam membuat Lion kali ini merasa harus berpikir.

Dilra terdiam untuk kali ini, ia tak boleh hanya mengandalkan rasa amarah, lelah yang berkepanjangan membuat Dilra merasa sudah sangat cukup. "Aku tak menginginkan uangmu, cukup kau menjauh dari kehidupanku ... aku sudah sangat berterima kasih."

Lion menaikkan satu halis, mendengarkan perkataan Dilra yang penuh ketenangan membuat Lion justru merasa sedang direndahkan. "Tak menginginkan uang? Aku tak suka barang gratisan, semua wanita yang tidur denganku hanya membutuhkan sebuah nominal." Lion kembali menegaskan jika ia, Lion Lesmana tak mungkin menikmati sesuatu secara gratisan.

Dilra akhirnya mengangkat pandangan, ia merasa jika pria dihadapannya ini memiliki kelainan. "Aku tidak menginginkan uangmu!"

"Cukup dengan kau sama sekali, jangan muncul dikehidupanku aku sudah sangat berterima kasih."

"Kau selalu membuatku menimpa kesialan!"

Setelah mengucapkannya, Dilra segera angkat kaki. Ia sudah sangat sabar kali ini untuk bernegosiasi, namun pria itu justru tetap dengan kesombongan diri, jika semuanya akan selesai dengan uang dan hanya uang yang mampu merubah semuanya, Dilra berulang kali menghentak-hentakkan langkahnya, ia pikir jika sudah menemuinya secara baik, masalah itu akan selesai. Realita tak sesuai ekspektasi itu memang nyata.

Setelah kepergian Dilra, Lion merasa seluruh tubuhnya kaku ditempat, ucapan Dilra berhasil membuatnya kembali mengingat masa kecilnya yang suram ketika kelahiranmu di anggap sebuah kesialan, Lion meremas kedua tangannya dan meninju meja dengam sangat keras, ia yakin jika ucapan wanita itu salah.

"Aku bukan pembawa sial!" Ia bergumam dengan emosi tertahan di dalamnya, ia tak ingin kalimat itu kembali menerpa ke dalam hidupnya, dengan langkah cepat ia meraih ponselnya dan menelpon seseorang.

"Keruanganku sekarang."

Lion kembali menutup panggilan, dadanya mulai terasa sesak, ucapan itu terus menggema dalam pikirannya, dan Lion tak ingin dirinya kembali ke dalam sisi keterpurukan.

Gavin, dengan tergesa kembali memasuki ruangan mimik wajahnya sangat tidak bersahabat, dengan hati-hati ia mendekati posisi Lion yang tengah membelakangi nya, "kau baik-baik saja Bos?"

Lion mengangguk dan mengangkat kedua tangannya untuk kembali bersidekap, "Siapkan semuanya, aku akan segera menikahi wanita itu."

Gavin terhenyak kaget, "Menikah?" Merasa ada yang aneh ia kembali mengambil langkah untuk mendekat, "Ini bukan lelucon yang bagus."

"Kau tahu sendiri, wanita itu seseorang yang berarti dengan adik iparmu." Gavin kembali bertanya, "Bagaimana dengan Rebbeca?"

Lion menghela berat, untuk urusan adiknya kali ini ia akan menundanya sejenak, yang jelas jalan satu-satunya adalah menikahi Dilra sesegera mungkin.

Lion menoleh, "Aku ingin wanita itu merasakan kesialan yang sesungguhnya."

"Urus semuanya dan pastikan acaranya mewah, sisanya aku yang akan turun tangan langsung." Lion mengangkat satu tangannya pertanda bahwa tidak ada yang perlu ia jelaskan lagi, semuanya sudah sangat jelas.

Gavin mengangguk perlahan dengan segera meninggalkan ruangan.

Lion kembali duduk di kursi kebangsaan sebari jemari tangannya menyentuh layar ponsel, tak disangka jika ia sangat berani untuk menjadikan foto seorang Dilra menjadi wallpaper ponselnya.

Jemari tangannya terhenti di bibir merah merona itu dan manik takjub menyinari netra milik Lion, "Kamu memang menarik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jemari tangannya terhenti di bibir merah merona itu dan manik takjub menyinari netra milik Lion, "Kamu memang menarik."

"Seandainya kamu bukan tipe wanita perusak hubungan oranglain, kemungkinan aku akan jatuhcinta sejak awal melihatmu." Lion bergumam dengan jemari tangannya yang masih setia diposisi awal, segelenyar perasaan aneh tiba-tiba menyeruak di dalam dadanya, Lion menghela beberapa kali berusaha untuk menetralkan perasaan tidak nyaman itu dengan segera, ia harus berhasil membuat kehidupan wanita itu menderita.

"Namun kamu harus bertemu iblis sepertiku, sayang sekali." Lion menggelengkan kepala sebari menyunggingkan senyuman cukup menyeramkan, Tuhan memang selalu memiliki berbagai cara untuk mempertemukan kita, dengan orang yang justru sangat kita benci.

Lion masih berdiam diri diposisinya, tangannya masih betah memeprtahankan layar ponselnya untuk terus menyala, ia pandangi kembali wallpaper ponselnya di mana wajah Dilra terpampang disana, wanit yang benar-benar membuat seorang Lion Lesmana begitu bersemangat untuk selalu membuat hidupnya menderita, setiap detik wanita itu harus menangis. "Permainanku akan segera di mulai, menderita semakin banyak." Lion bergumam dan memutuskan untuk mematikan layar ponselnya dan Lion menyandarkan punggungnya, ia sudah sangat tidak sabar untuk memberitahu Rebbeca soal   rencana pernikahannya, apa harus ia telepon sekarang juga?

SALAH MASUKWhere stories live. Discover now