Dengan helaan napas kasar cowok itu mengangguk. "Buruan masuk," katanya, kemudian kembali menggandeng tangan yang menggantung diudara.

"Gak usah masang muka yang gak nggak ngenakin, bisa?" giliran Heaven melepar pertanyaan.

"Gak!" ketusnya  melepas genggaman tangan. Mendahului langkah Heaven yang menatapnya tajam.

"Gak hamil gue bikin gak bisa jalan, lo!" ancam Heaven mulai naik darah,  tapi tidak diperdulikan Mutia. Gadis itu makin besar kepala setelah tahu hamil. Ditambah lagi tanpa sadar mulai sewenang wenang cemberut.

Sampai diruang keluarga, keduanya kaget melihat perdebatan orang tuanya yang begitu panas.

"Mama yakin nih, papa selingkuh. Makin kesini mama makin curiga sama semuanya,"

"Hah? Papa selingkuh. Mama ini ngomong apa? Papa tiap hari kerja buat mama sama Heaven."

"Terus? Terus kenapa pengin cepet cepet pulang. Papa jangan jangan main gila sama yang lain."

"Astagfirullah Ma, mana ada. Papa kemana mana sama mama. Masih saja dituduh."

"Nanti mama cari bukti dulu," Elena mencari cari nomor diponsel suaminya. Dan kenyataannya memang tidak ada yang bisa dijadikan barang bukti.

"Papa pinter banget ya, nyembunyiin bukti bukti dari mama. Makanya mama minta beliin penthouse 5 miliyar buat jaga jaga semisal papa beli buat yang lain."

"Mama semakin ngawur ngomongnya. Papa sama sekali tidak selingkuh, jangan kan selingkuh. Klien perempuan ingin bertemu papa, papa pun menolak." Pria paruh baya itu malah menanggapi serius,  rasanya hampir putus asa pasalnya dari tadi siang istrinya mengajaknya ribut. Mana konfliknya tidak ada, hanya tuduhan kosong yang dibuat buat.

Heaven menutup telinga Mutia, membuat Mutia tersentak kaget. "Mandi, gak usah matung disini. Ntar anak kita ketularan neneknya."

Anak kita?

"Lepasin ish,"

"Mau bandel, hm?" bisiknya menggiring tubuh ringkih yang memberontak.

"Lepasin sih,"

"Loh, loh. Kalian baru pulang. Astaga Heaven!" Elena langsung bangkit dari sofa setelah melihat kedua anaknya berada dipintu.

"Kamu ya Heav, dari mana aja sudah malam baru pulang!" Wanita paruh baya itu langsung menyemprot anaknya. Dengan menggebu seakan anak SD pulang sekolah yang mendapat nilai 0 sang orang tua berancang ancang menjewer anaknya.

Lah lah, malah semakin menjadi jadi. Heaven padahal gak salah apa apa.

"Mama kenapa Pa, kok-"

"Kamu belain Papa!" Kesal Elena langsung memisahkan Mutia dari rangkulan sang anak

"Ayo, Nak. Pria pria ini lagi gak pada bener. Sekarang kita naik," ajaknya membuat Heaven tak habis pikir.

"Gak lagi kenapa napa kan?" Heaven menatap sang ayah menyelidiki.

"Mama mu yang entah kenapa, tiba tiba seperti itu Heav. Papa sampai pusing meladeninya," helaan napas kasar terdengar, pria itu kembali menyaksikan pertandingan sepak bola antar negara.

"Makin gak jelas," ketusnya.

"Indonesia kalah, kasih papa cucu Heav!" serunya saat Heaven menaiki tangga.

"Taruhan macam apa itu," decaknya sebelum masuk kamar.

Didalam terlihat Mutia yang tengah mengamati setumpuk pakaian tidur transparan yang letakan diranjang. Ulah siapa kalau bukan mertua kesayangan. Mama heboh sendiri, ketakutan jika sang mantu disakiti sang anak. Karena itu dia membelikan lingerie.

HEAVENWhere stories live. Discover now