05. Hujan dan Status Kita

418 105 16
                                    

"Di mana pun posisi kita berada, aku tetap menginginkanmu."












Sudah lebih dari satu bulan berlalu, setelah Yunoh dan Rosé menjadi sepasang suami-istri. Tapi, keduanya jarang menampakkan diri mereka masing-masing. Sangat jarang bahkan hampir mendekati tidak pernah untuk Yunoh dan Rosé betatapan secara langsung. Yunoh akan pergi bekerja pada pagi hari dan pulang di malam hari. Sedangkan, Rosé akan keluar kamar saat Yunoh sudah pergi dan kembali masuk ke kamarnya sebelum Yunoh kembali ke rumah. Begitu seterusnya.

Yunoh tak pernah mengeluhkan hal itu. Dia tak pernah lelah mengetuk pintu kamar Rosé. Lidahnya tak pernah kering untuk menyerukan nama Rosé. Bahkan dia tak pernah kapok untuk memasak. Meski kadang masakannya hangus, keasinan, dan terkadang hambar tak terasa apapun. Dengan senang hati Yunoh akan melakukan semua itu demi Rosé.

Karena, Yunoh lebih ingin menjadi hujan ketimbang menjadi pelangi. Pelangi itu hanya bias cahaya yang terpantulkan. Pelangi memang indah, tapi apa yang diberikan pelangi? Kenangan indah sebelum dia pergi? berbeda hujan, hujan rela terjatuh berulang kali dari ketinggian demi menyalurkan kerinduannya pada bumi. Meski banyak orang yang mengeluh, hujan akan tetap turun. Meski banyak yang menghindarinya, hujan tetap memberikan kehidupan di bumi. Seperti itulah Yunoh ingin dipandang oleh Rosé. Meski mungkin takkan percis seperti hujan, setidaknya Yunoh pernah melakukan sesuatu dan itu telihat di pelupuk mata Rosé.

Sekarang, sudah tak terhitung lagi masakan Yunoh yang berakhir di tempat sampah. Sudah kering lagi mulut Yunoh untuk memanggil Rosé meski berakhir dengan diabaikan. Ketimbang seperti hujan, terkadang Yunoh merasa dirinya seperti sangat bodoh. Melakukan hal yang sudah jelas sangat sia-sia. Tapi di sisi lain, Yunoh selalu berpikir. Lebih baik melakukan hal yang sia-sia, daripada menyesal karena tidak melakukan apa-apa.

Sama seperti hari-hari lainnya, hari ini Yunoh juga menyiapkan makanan untuk Rosé. Dia menyiapkan sup, segelas susu, dan beberapa potong apel. Yunoh tersenyum saat melihat maha karyanya pagi ini. Ia berjalan menaiki tangga untuk mendekati kamar Rosé. Tapi baru beberapa langkah, dia kembali mengurungkan niatnya. Dia berbisik pelan di tengah tangga.

"Nona, saya berangkat kerja. Jangan lupa untuk makan makanannya", ucapnya.

"Iya... Nanti aku makan. Hati-hati di jalan!"

Itu masih suara Yunoh. Ia menjawab ucapannya sendiri, berlagak seolah Rosé yang menyahutinya. Sedikit menyakitkan, tapi mungkin hanya sebatas ini yang bisa Yunoh harapakan dari Rosé. Biarkanlah Rosé egois. Gadis itu masih belum bisa menerima semuanya termasuk Yunoh. Tapi, Yunoh mengerti dan akan terus sangat mengerti.

Dia segera meninggalkan kediamannya. Tentu saja untuk bekerja seperti biasa.

Setelah beberapa puluh menit Yunoh pergi, Rosé keluar kamar dan berjalan menuju dapur. Lagi dan lagi, Rosé melihat apa yang Yunoh sudah siapkan untuknya.

Sebenarnya ada rasa kasihan dan bersalah yang Rosé rasakan saat dengan keras kepalanya Yunoh selalu menyediakannya makanan, walaupun tak pernah Rosé makan. Tak hanya menyediakan makanan. Kebutuhan Rosé pun selalu disediakan, seperti pakaian baru dan uang.

Tapi, sekali lagi. Biarkan Rosé mengambil waktunya sendiri dulu.

Rosé duduk di deoan meja makan, Diambilnya potongan apel dari piring itu. Perempuan cantik itu malah larut dalam lamunannya. Pikiran berkelana kesana kemari mencari sedikit harapan. Mencari sesuatu, sesuatu yang mungkin akan menjadi alasannya untuk bahagia. Namun, tak ada. Kebahagiaan telah pergi sangat jauh meninggalkan Rosé.

Lelah mencari sesuatu yang tak kunjung ia temukan, Rosé malah mengingat percakapannya bersama sang Appa sehari sebelum hari pernikahannya. Appa pernah bertanya begini. "Rosé Kamu tahu, kenapa manusia harus menikah?"

Amor Volucres | JaeroséWhere stories live. Discover now