11. Mood Booster

429 82 4
                                    

Mama:
asahi, mama liat semalem kamu masih main komputer sampai jam 2 malam
mulai sekarang kurangin. kamu udah mau uas

Asahi melirik layar HP-nya yang nyala sambil mengunyah sandwich yang dia beli di kafetaria sebelum keluar dari gedung kelas. 

Cowok kelahiran Jepang itu nggak ada niat sedikit pun buat ngebuka bahkan membalas chat dari mamanya barusan. Setelah sandwich-nya habis, Asahi membersihkan remah-remah roti di pangkuannya dan berdiri.

"Mr. Daniel, tolong buka pintunya. Aku tunggu di dalam aja," kata Asahi pada Mr. Daniel yang main HP nggak jauh dari tempat Asahi duduk.

Siang menjelang sore itu keduanya sedang menunggu Winter yang masih ada kegiatan Dance Club.

Hari ini Asahi pulang bareng Winter karena pulang sekolah ini mereka langsung ke bandara untuk terbang ke Bali nanti malam. Ada acara yang harus mereka hadiri, entah apa. Orang tua Asahi dan Winter sudah lebih dulu pergi ke Bali tadi pagi.

Setelah Mr. Daniel membuka pintu mobil, Asahi masuk ke dalam mobil duduk di tempat biasa dia duduk.

Asahi memundurkan sandaran kursinya sambil mengambil HP-nya di saku jas sekolah. Mau sekesal apapun dia, Asahi tetap nggak bisa mengabaikan chat dari mamanya.

Asahi:
iya ma

Asahi menghela napas setelah mengirim balasan chat-nya.

Lahir dari keluarga konglomerat yang bergelimang harta mungkin jadi impian banyak orang. Nggak perlu khawatir dengan masalah finansial, bisa keliling dunia tanpa repot mikirin harga tiket pesawat, bisa beli barang-barang mahal tanpa melihat harga, dan sebagainya. 

Tapi semua hal itu nggak sepenuhnya benar untuk Asahi.

Asahi akui, dia bukannya nggak bersyukur lahir sebagai Asahi Hamada, salah satu pewaris Hamada Corp yang bahkan anak tunggal dari orang tuanya. Tapi yang bikin Asahi sering kesal adalah, saatnya orang-orang awam bilang 'enak ya hidup jadi Asahi, mau minta sesuatu, simsalabim pasti langsung dapet'. 

Kalau 'sesuatu' itu adalah barang, hampir 100% dia setuju. Meskipun Asahi minta di rumahnya dibangun Menara Eiffel pun Asahi yakin orang tuanya akan menuruti.

Tapi, apa gunanya Asahi bisa dapat semua barang yang dia mau kalau dia nggak bisa memilih dan menentukan cita-citanya sendiri?

Sama seperti Winter, Asahi lahir dari keluarga dokter. Kakek dan neneknya, orang tuanya, tante dan omnya, bahkan kakak sepupunya, semuanya dokter. Karena itu, Asahi juga wajib buat jadi dokter.

Dari sebelum Asahi lahir di dunia ini, selain jodohnya, cita-citanya juga sudah ditentukan.

Asahi bukannya ngerasa nggak mampu jadi dokter. Dia mampu, lebih dari mampu. Asahi nggak kalah pintar dari Winter meskipun nggak bisa ngalahin Winter yang selalu ranking pertama di sekolah. Tapi sampai sekarang, Asahi benar-benar nggak ada minat buat jadi dokter.

Dari kecil, Asahi suka dengan musik. Sejak masuk SMP, Asahi mulai belajar buat lagu sendiri. Lagu-lagu yang kadang dia minta Winter atau Mashiho nyanyikan karena suara keduanya bagus banget menurut Asahi.

Dari situ Asahi nemuin cita-citanya sendiri, yaitu jadi musisi.

Meskipun Asahi pengen banget jadi musisi, dia sadar kalau hal itu nggak mungkin. Sampai akhirnya, bikin dan main musik cuma jadi hobinya, pelarian kalau dia suntuk belajar.

Orang tuanya tahu banget kalau Asahi naruh minat besar ke musik, makanya mereka membangun studio di dalam kamar Asahi dan mengisinya dengan berbagai instrumen dan alat-alat untuk Asahi membuat lagu. Tapi balik lagi, semua hal itu cuma bisa dilakukan Asahi sebagai hobi.

InnefableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang