45. Penyesalan Randu

Start from the beginning
                                    

Kini giliran suami Nadia yang tersulut emosi. "Jaga ucapan lo! Lo nggak tahu gue ini siapa?"

"Gue nggak peduli. Asal lo tahu, gue udah berkali-kali bujuk istri lo buat hubungi lo atau seenggaknya keluarga lo. Tapi, istri lo sendiri yang nolak. Harusnya lo berterima kasih sama gue, karena udah bantu nyelamatin mereka, bahkan mau jagain mereka. Bukannya marah-marah nggak jelas begini. Kalau lo mikir gue masih ada rasa sama istri lo, sorry, bro, lo salah besar. Gue udah punya calon istri sendiri. Jadi, sekarang, gue minta dengan sangat. Bisa keluar dari ruangan gue? Gue sibuk," usir Randu berusaha untuk sopan, sambil menunjuk ke arah pintu.

Raut wajah tak terima terlihat jelas pada wajah suami Nadia. Pria itu mengumpat samar, lalu keluar dari ruangan Randu dengan perasaan kesal.

Randu akhirnya bernapas lega, setelah pria itu benar-benar meninggalkan ruangannya. "Sialan! Nggak seharusnya gue terlibat dalam urusan rumah tangga orang lain," umpatnya sambil mengerang kesal.

*****

Setelah berhasil menenangkan diri, Randu akhirnya langsung bergegas menuju bangsal umum. Ia perlu segera menemui Ayu dan meminta maaf padanya, sebelum masalah bertambah pelik. Ayu harus mendengarkan penjelasannnya.
Selain itu, ia juga perlu melihat kondisi sang kekasih secara langsung. Perasaan khawatir itu kembali timbul, saat teringat kondisi Ayu yang sempat drop sampai memerlukan tranfusi darah.

Astaga, calon tunangan macam apa dirinya ini?

"Mau ngapain, Ran?"

Randu langsung menoleh. "Mbak Ajeng?" desisnya panik.

Dengan susah payah, ia menelan salivanya. Perasaannya tidak enak. Ekspresi wajah Ajeng benar-benar sedang tidak bersahabat.

"Mau ngapain?" ulang Ajeng sambil menyilangkan kedua lengannya di depan dada.

"Jenguk Ayu."

"Ayu lagi istirahat. Nggak bisa diganggu. Mending lo pergi, urusin mantan lo itu. Di sini Ayu udah ada keluarga yang jaga kan? Nggak perlu kehadiran lo di sini. Mending lo balik ke mantan lo itu, dia nggak ada yang nemenin kan?"

Mampus. Ia sedang disindir terang-terangan kalau begini ceritanya.

"Mbak, jangan gitu dong. Aku ngaku salah. Tapi sumpah demi--"

"Nggak usah bawa-bawa Tuhan. Gue nggak peduli sama urusan lo. Lo nggak usah sok akrab sama gue, ngerti! Kita nggak jadi ada hubungan keluarga. Gue nggak sudi ngebiarin adik paling berharga yang gue milikin lo sakitin begini. Pergi lo!" usir Ajeng judes, "Ayu nggak butuh cowok gagal move on kayak lo."

Randu menggeleng tegas. "Jeng, plis, bantuin gue. Gue sayang sama adek lo, lo harus bantuin gue biar bisa baikan sama dia," pintanya dengan nada memelas.

Ajeng mendengus tidak percaya. "Lo bahkan langsung menanggalkan embel-embel Mbak saat manggil gue? Sekarang lo jujur sama gue, lo sebenernya emang nggak pernah serius kan sama adek gue kan dari awal?"

Randu melotot tidak terima. Loh, kenapa jadi begini? Batinnya frustasi. Bukannya Ajeng sendiri yang tadi meminta agar dirinya tidak sok akrab. Lantas kenapa perempuan ini kembali protes saat ia menanggalkan embel-embel Mbak saat memanggil perempuan ini. Sebenarnya, mereka ini seumuran, bahkan Randu lebih tua beberapa bulan dibanding Ajeng. Jadi, kalau Ajeng tidak ingin dirinya terkesan sok akrab, bukannya memang seharusnya ia menanggalkan panggilan Mbak?

"Loh--" Randu hendak memprotes tapi kalah cepat dengan Ajeng.

"Sorry, Ran, gue nggak bisa bantu lo," potong Ajeng tiba-tiba, "jujur, gue tahu, lo pasti punya alasan atas sikap lo kemarin. Tapi tetap aja, gue kecewa sama lo karena lo udah ngecewain Ayu. Lo harus tahu, Ayu sempat punya trauma sama pernikahan karena gue pernah gagal. Lalu di saat dia mulai berani melangkah ke jenjang yang lebih serius, lo kecewain dia. Bisa lo bayangin gimana perasaan Ayu saat ini?"

GamaphobiaWhere stories live. Discover now