twenty-five

421 375 260
                                    

Warning: Terdapat unsur dewasa, diharapkan pembaca dapat menanggapi dengan bijak. Saya selaku author tidak membenarkan hal ini.

Author's Note:
Chapter ini isinya Michael semua yawww
This is literally my favorite chapter so far✨
So I hope you guys like it as much as I do 😚🖤

-----

Scarlett High adalah kelab malam ternama yang terletak di pusat kota yang didominasi masyarakat menengah ke atas dengan gaya hidup mewah dan berkelas. Kelab malam ini berada di bawah naungan Akarsana Group. Biaya masuknya terbilang mahal sekali. Namun sebanding dengan fasilitasnya. Makanan dan minuman tak terbatas, tempat yang nyaman, dan musik-musik yang dimainkan DJ terkenal.

Vanessa Janice Ardiyanto sedang menyesap margarita sambil duduk di bar. Dia terlihat begitu cantik dengan kaos crop top putih lengan panjang dengan tali yang diikat di bawah dada dan perut, juga mini leather skirt dan dua kalung emas yang tergantung di leher.

Lampu berkedip-kedip di seluruh ruangan dan musik bergemuruh sampai ke setiap sudut

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Lampu berkedip-kedip di seluruh ruangan dan musik bergemuruh sampai ke setiap sudut. Beberapa lelaki mencoba mengajaknya bicara tapi ia tak tertarik, maka dia hanya tersenyum dan melanjutkan aktivitas minumnya. Ia tak berniat minum banyak, menghindari kecerobohan yang terjadi karena mabuk terlalu cepat.

Vanessa lahir di Bandung 21 tahun yang lalu. Lalu pindah ke Australia saat berusia 13 tahun dan kembali melanjutkan kuliahnya di Indonesia. Ia masih tinggal di Bandung sampai sekarang, dan untuk sementara dia tinggal di rumah neneknya di sini karena sang nenek sedang dirawat di rumah sakit.

Matanya melirik kanan-kiri, menunggu seseorang. Sesekali ia melihat ke lengan kirinya yang tergulung jam tangan berwarna coklat muda. Jam 22.37. Dia belum datang.

Sebuah jari-jari menyentuh pundaknya dengan lembut. "Ness," kata seseorang itu.

Vanessa menoleh. "Michael? Oh my God. What took you so long?" Dia berbicara dengan aksen Australia nya yang kental.

Michael mengedikkan bahu. "Sorry. Ada urusan." Dia mengambil tempat duduk di sebelah Vanessa.

"It's okay. Kau mau minum?"

Michael menggeleng.

"Kenapa? Buat apa kemari kalau tak minum?"

Michael tak menjawab. Ia menghindari tatapan Vanessa.

"Kau tak apa? Kau terlihat sakit." Vanessa mencoba menyentuh dahi Michael dengan punggung tangannya, namun Michael dengan cepat menepisnya.

"Aku tak apa, percayalah," ucap Michael lirih.

Vanessa tak tahu apa itu, tetapi suara Michael menyembunyikan banyak hal.

"Kalau kau terlihat seburuk ini dan menganggap dirimu baik-baik saja, aku penasaran bagaimana rupamu saat kau tidak baik-baik saja." Vanessa menyesap margarita-nya lagi.

Between The Gray LinesМесто, где живут истории. Откройте их для себя