Hana menoleh ke arah Randu sambil menarik jilbabnya ke arah belakang. "Enggak," jawabnya kemudian.

"Terus?" Randu merasa tidak puas dengan jawaban sang adik.

Hana diam.

Randu melotot tiba-tiba. "Jangan-jangan si Fahri-Fahri itu ngajak kamu nikah, ya?"

"Fahri siapa?" Hana menaikkan alisnya tak paham. Seingatnya ia tidak memiliki teman bernama Fahri.

"Yang ngajak foto kamu pas wisuda itu loh. Siapa sih namanya?"

"Fahmi, Mas."

Randu kembali melanjutkan aktivitas makannya yang sempat tertunda sambil mangguk-mangguk. "Iya, si Fahmi. Dia ngajak kamu nikah?"

"Enggaklah. Dia cemen, ketemu Mas Randu aja nggak berani."

"Jangan mau sama cowok modelan begitu."

"Enggak lah, buat apaan? Nambah beban hidup aja."

Randu terbahak sambil mengangguk. "Good girl," pujinya kemudian, "terus siapa yang kira-kira berani nemuin Mas?"

Hana tidak langsung menjawab, ada jeda beberapa saat. "Ada pria yang mau khitbah Hana."

Randu melongo saking terkejutnya mendengar pengakuan sang adik.

"Sebenernya kita udah kenalan lewat proses ta'aruf."

"Mas mau liat akun ig-nya dong. Mau liat kayak apa."

"Nggak ada."

"Eh, nggak ada? Ta'aruf-nya bukan lewat DM ig, ya?" tanya Randu sedikit bercanda.

"Mana ada ta'aruf begitu? Ya, enggaklah, yang namanya ta'aruf itu harus ada perantara, Mas. Kalau langsung tanya sendiri namanya bukan proses ta'aruf dong."

Randu mengangkat kedua bahunya tak paham. Ia tidak menampik kalau hal-hal beginian ia kurang paham. Ia memang bukan tipekal pria yang meninggalkan kewajibannya dalam beribadah. Tapi kalau untuk memperdalam ilmu keagamaan, ia tidak melakukannya, bahkan bisa dikatakan ia masih sering kali melakukan hal yang bahkan dilarang dalam agamanya. Contoh paling nyata adalah ia memilih untuk berpacaran. Berbeda jauh dengan sang adik yang gemar mengikuti kajian di sela kesibukan kuliah mau pun kerjanya. Meski di sela kegiatan rutinnya itu, Hana masih tetap menyelinginya dengan menonton drama Korea. Aneh? Randu akui itu.

"Mas kurang paham begituan, Han."

"Iya lah, Mas Randu kan tahunya pacaran doang."

"Betul." Randu terkekeh sambil mengacungkan ibu jarinya.

"Inget selalu pake pengaman, Mas," celetuk Hana iseng.

Meski tahu dan paham betul kalau sang kakak masih tahu batasan, hanya saja Hana sering kali iseng menggoda sang kakak.

Randu langsung menampilkan wajah datarnya sambil mendengus. "Sembarangan! Emang Mas Randu tipe yang begituan, Han? Enggak kan?"

Hana mengangkat bahu. "Yang namanya pria dewasa kalau berduaan sama perempuan, belum tentu bisa nahan nafsu setiap saat kan? Hari ini mungkin bisa nahan, tapi besok, besoknya lagi kita nggak tahu loh, Mas. Sering kali sebuah tindakan itu datang bukan karena direncanakan, tapi karena situasi dan keadaan yang mendukung."

Randu menatap Hana. "Han, kamu jangan ngomong begitu deh. Serem tahu kalau kamu lagi di mode begini."

Hana terbahak lalu meminta maaf. "Nggak ada maksud buat nyudutin atau menggurui, Mas, cuma ngingetin dikit. Hana sadar diri juga kok masih jauh dari kata taat, masih banyak khilafnya juga."

"Iya."

"Jadi Mas Randu kasih izin nggak?"

"Kamu serius udah siap?"

Hana mengangguk dengan wajah yakinnya. "Insha Allah udah, Mas, visi dan misi kita sama, alhamdulillah. Kita emang rencana nggak mau nunda lama-lama, kalau udah dapet restu dari keluarga masing-masing. Tapi kalau Mas Randu belum rela ngelepas Hana, ya nggak papa. Insha Allah Hana ikhlas, mungkin Mas Rishwan bukan jodoh Hana."

Randu mangguk-mangguk dengan ekspresi seriusnya. "Jadi, namanya Rishwan?"

Sambil menahan senyum malu-malunya, Hana mengangguk lalu mengimbuhi, "Rishwan Hanafi nama lengkapnya, Mas."

"Apa pekerjaan dia?"

"Wirausaha. Dia punya Cafe di Bandung. Deket kampus."

"Oh, kenalnya gegara kamu sering nongkrong di sana?" tebak Randu sok tahu.

Hana berdecak sambil menggeleng. "Bukan. Aku baru tahu setelah kita tukeran info biodata diri. Kita dikenalin. Mas Rishwan minta dicariin calon ke sepupunya, nah, istri dari sepupunya itu temen kampus aku. Ya udah kita akhirnya dikenalin."

Sekali lagi Randu mangguk-mangguk.

"Dia pria yang baik kok, Mas, insha Allah sholeh dan bisa jadi imam yang baik buat Hana."

"Beneran udah yakin kan kamu? Udah salat Istikharah?"

"Udah, Mas. Insha Allah Hana yakin."

Randu meneguk air minumnya hingga tandas. "Ya udah, kalau gitu coba kamu diskusiin kapan bisa datang ke rumah. Bilang sama dia kamu cuma punya Mas sebagai wali, jadi kalau mau ke sini harus nyesuain jadwal Mas dulu, ya, jangan mendadak. Soalnya takut nanti bentrok sama jadwal Mas, kamu tahu sendiri kan gimana nggak teraturnya jadwal Mas?"

"Eh? Mas Randu kasih izin?"

Randu memutar bola matanya sambil berdiri dan mendorong kursinya ke belakang. "Menurut kamu?"

"Ya, mana Hana tahu."

Randu membawa piring kotor dan gelasnya menuju wastafel dan langsung mencucinya. "Ya, Mas kasih lah, Han, masa adiknya minta izin nikah nggak dikasih, padahal udah ada yang mau. Nanti keburu nggak ada yang mau sama kamu kan bahaya kalau Mas harus nanggung biaya hidup kamu seumur hidup."

"Terus buat pelangkahnya minta apaan?"

"Ponakan yang lucu-lucu."

"Mas, iiih, serius Hana," protes Hana sebal, "aku sama Mas Rishwan kan harus diskusiin ini juga nanti."

"Ya udah, nanti Mas tanya dulu sama pacar Mas mau minta apa."

"Dih," cibir Hana.

"Tolong budget-nya jangan tinggi-tinggi!" ucap Hana memperingatkan.

"Terserah kita dong." Randu menjulurkan lidahnya sambil mengeringkan tangannya.

"Iiih, Mas Randu!!"

Randu terbahak lalu geleng-geleng kepala. "Heran Mas sama si Rishwan-Rishwan itu, kok mau-maunya ta'aruf sama kamu sampai mau khitbah segala. Padahal kelakuan kamu begini," ledeknya setengah berbohong. Menyadari mata sang adik yang mendadak melotot, ia langsung berlari keluar dari dapur menghindari amukan sang adik.

Randu pernah bilangkan kalau Hana meski pun memiliki sisi lembut dan anggun, kadang-kadang, sekalinya marah tuh serem. Ia sering kali dibuat takut olehnya.

Tbc,

Revisi ulang, Selasa 14 Desember 2021 06.26 WIB

Alhamdulillah, udah lumayan sanggup ngedit lagi. Meski rasanya masih syahdu2 mantap🤣🤣🤣🤣

Seperti biasa, bantu koreksi typo-nya😍😘🥰

GamaphobiaWhere stories live. Discover now