Epilog

1.7K 196 36
                                    

Author's Pov Sebulan kemudian; Cheyenne Middle School


Kriiiinnggggg!!!!

"Baik, jadi pelajaran Ibu sudahi sampai disini. Ingat dua minggu lagi setiap kelompok harus tampil membawakan musikalisasi masing-masing. Selamat siang."

"Selamat siang."

Sesegera sang guru berjalan meninggalkan kelas, seketika itu pula suasana kelas langsung riuh.

"Bloody hell, dua minggu!" seru Matt diantara keributan kepada dua sahabatnya. "Memangnya cukup waktu segitu?"

"Jangan berlebihan, deh. Waktu segitu tentu saja cukup," kata Alice.

"Benar," imbuh Addo. "Mungkin kita bisa membawakan elektro-musikalisasi puisi."

"Memangnya ada yang seperti itu?" tanya Alice.

"Kita yang akan merintisnya," Addo tersenyum sambil memeluk pinggang gadis itu dari belakang. Matt hanya diam. Bukan karena tidak tahu harus berkata apa, melainkan karena melihat kedua sahabatnya itu—oh ralat, yang sudah menjadi pasangan—mulai bermesraan.

"Bisa kan tidak disini?" tegur Matt, membuat Addo melepaskan pelukannya dari Alice.

"Maaf, maaf, hehe," Addo cengengesan sementara Alice memberi Matt ekspresi aku-sudah-mencoba-memberitahunya. Jujur Matt senang melihat mereka berdua akhirnya pacaran juga. Tapi sisi jeleknya, mereka bermesraan hampir sepanjang waktu dan dia malas melihatnya. Dia kerap merasa menjadi pengganggu dan canggung sendiri, meski baik Addo maupun Alice tidak pernah membenarkan pendapatnya itu.

"Ngomong-ngomong kapan kita mulai latihan?" Alice masuk ke topik baru ketika mereka bertiga berjalan menyusuri koridor menuju gerbang sekolah.

"Bagaimana kalau nanti sore?" usul Matt.

"Jangan. Kami sudah ada janji mau belajar matematika," Addo menolak.

"Belajar atau kencan?" Matt mengoreksi, refleks membuat Addo dan Alice tertawa... menutupi salah tingkah mereka juga. Sebelum ada dari mereka berdua yang menyahut, Matt melanjutkan kalimatnya lagi, "Baiklah, baik. Bersenang-senanglah kalian berdua. Seperti biasa, aku tidak akan mengganggu."

Addo menyikut sahabat lelakinya lumayan keras dan merangkulnya. "Hei, hei tidak seperti itu! Baiklah, akhir pekan ini kita jalan-jalan bertiga, bagaimana?"

"Oke bro." Matt tertawa dan mereka melakukan high-five. Alice hanya tersenyum. Dia senang persahabatan mereka bertiga tidak retak walaupun dia dan Addo pacaran, serta Matt sering kena imbas 'diusir' oleh Addo atau menyingkir dengan suka rela. Tapi tentu saja, mereka berdua telah sering mewanti-wanti Matt untuk pernah memasukkan sikap tersebut ke dalam hati. Dan untungnya semuanya berjalan dengan baik diantara mereka bertiga.

Alice lalu bertanya lagi, memastikan, "Jadi kapan latihan? Besok?"

"Ya," Addo mengangguk. "Jam lima di rumahku. Nanti kuajak ke mini studio Papa Hugo."

"Okelah kalau begitu," Matt menepuk bahu Addo dan melambai ke Alice. "See ya tomorrow."

"Bye." Addo balas melambai.

"Hati-hati ya." Alice menambahkan.

"Kalian juga."

Tiga orang itu berpisah. Alice dan Addo lanjut berjalan lurus ke rumah Addo, sementara Matt berbelok di tikungan pertama dari sekolah mereka, menuju ke toko roti milik neneknya yang berjarak empat blok darisana. Addo mempererat pegangan tangannya ke Alice, mencoba berjalan selambat mungkin karena sejujurnya dia hanya ingin menghabiskan waktu dengan gadis itu.

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Where stories live. Discover now