Lima Puluh Satu

1.6K 197 30
                                    

A/N untuk chapter ini, siapin headset dan dengerin Thrilla In Manila on multimed

***

Author's POV

"Aku bukan pamanmu, panggil saja aku Hugo." kata Hugo santai lalu ikut bergabung menyiapkan perlengkapan disc jockey-nya sendiri. "Oh, hai yang disana—tunggu, bukannya kau si Blonde yang waktu itu? Aku pernah melihatmu sekali," dia menunjuk Matt yang juga sedang sama bengongnya seperti Addo. "Tapi kenapa rambutmu sekarang cokelat?"

"What are you doing here?!" tanya Addo lagi, tidak memberikan kesempatan Matt menjawab pertanyaan Hugo.

"Working. What else?" jawab Hugo masih santai. Dia juga menggulung lengan kemejanya hingga sesiku. Penampilannya sama dengan Addo, hanya saja warna kemejanya hitam. Addo diam, berpikir, bahkan sampai mencoba menggunakan cara menggabungkan dua-dan-dua kejadian tapi tetap saja dia tidak mengerti kenapa Hugo bisa ada disini. "Tapi.. Tapi ini kan acara sekolah?"

"Jangan-jangan aunty Chance yang..." Matt akhirnya buka suara.

"Yep, rite." Hugo mengangguk. "See? Si Blonde ini bahkan berpikir lebih cepat daripada kau, bocah."

Baru saat itu Addo teringat dengan ucapan Mamanya di ruang makan tadi. Rupanya dia diam-diam mengundang Hugo ke acara charity night Cheyenne Middle! Ya, pasti begitu!

"Great." Addo bergumam, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. "Jadi Mama yang mengundang Paman kesini? Aku khawatir kalau suatu hari kalian menikah dan aku tidak tahu soal itu. Tahu-tahu aku menemukanmu sedang tidur di kamar Mama."

Hugo tersenyum, namun tak dilihat oleh Addo. Addo memang belum tahu tentang rencana pernikahannya dan Pat sama sekali.

"Aku akan memberitahumu sesuatu nanti." janji Hugo, lalu menghidupkan launchpad-nya. Dia membawa dua sekaligus. "Oh ya, dan aku tidak akan mengganggu pertunjukan solomu."

"Merci,"  balas Addo pendek dan datar. Sebenarnya dia masih antara kesal dan canggung dengan Hugo. Tapi sejurus berikutnya seolah malaikat mini yang membisikinya, memberitahunya kalau inilah kesempatan yang baik baginya untuk meminta maaf. Lagipula Matt tentu saja boleh mendengarkan percakapan diantara mereka.

Addo mendesah pelan. Benar, dia harus melakukannya.

"Paman, aku... aku minta maaf," katanya, "Untuk yang di Bethany's. Aku tidak seharusnya bersikap begitu."

Dia tidak menatap ke Hugo, perasaan bersalah masih meliputinya. Hingga dia merasa tangan Hugo mengacak-acak rambutnya, barulah dia berani bertatap muka.

"Aku memang tidak mengerti rasanya tidak punya ayah sejak kecil. Tapi, aku juga tidak punya alasan untuk dendam pada bocah sialan seperti kau."

Yang bisa dikatakan Addo hanya "Eh?"

"Aku sudah memaafkanmu dari waktu itu."

"God! Thank you, Paman!" Addo langsung memberinya sebuah pelukan, membuat Hugo terkejut. Respon yang satu itu benar-benar diluar dugaannya. Namun, Hugo membalasnya bahkan disertai kekehan.

"Berapa kali harus kubilang jangan memanggilku paman disini?"

"Aku bilang juga apa, kalian benar-benar cocok sebagai ayah dan anak." Matt tiba-tiba berkomentar. Dia turut senang melihat kejadian itu walau tidak terlalu mengerti apa pokok permasalahan mereka berdua.

"Sekarang kami adalah rekan duet, Blonde. Tapi siapa tahu suatu hari nanti."

"Tunggu." Addo memotongnya dan melepaskan pelukannya. "Paman serius? Paman... Paman mencintai Mama? Kalian berdua? Kalian akan menikah dan.. dan..."

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Where stories live. Discover now