Tiga Puluh Tujuh

2.2K 209 25
                                    

Author's POV

Untuk sejenak, Greyson hanya memperhatikan Pat terisak dari belakang. Hanya isakan pelan, lalu tiba-tiba ia mereda dengan sendirinya. Hening berlangsung untuk beberapa saat. Hantu itu nyaris tidak punya ide untuk tindakan selanjutnya. Begitu pula Pat, yang tetap diam memunggungi Greyson.

Tapi jangan kira Greyson tidak tahu apa yang terjadi pada keluarganya.

"Tidak perlu dipikirkan," katanya, mencoba sebiasa mungkin. Karena bagaimanapun, hantu masih bisa marah. "Jujur saja aku juga tersinggung dengan ucapan itu."

Pat memutar badannya menghadap Greyson. "Mencoba menghibur atau—"

"Tidak. Aku serius,"potong Grey. "Dia membawa-bawa Addo. Anak kita. Orangtua mana yang tidak tersinggung jika anaknya dikata-katai seperti itu?"

Pat tidak menjawab. Pandangannya berpaling ke trotoar yang sepi tiga langkah didepannya. "Dia seharusnya sudah pulang daritadi," gumam wanita itu pelan sambil menengok sebentar ke langit yang sudah gelap. Jam makan malam harusnya hampir berakhir.

"Kau mencemaskan dia di bully ditengah jalan, maka dari itu dia belum pulang menurutmu?" ceplos Greyson, membuat bulu kuduk Pat merinding. Wanita itu masih tidak menjawab apa-apa. Tapi keterlambatan Addo pulang ke rumah saat ini mengingatkannya pada hari dimana Greyson...

"Uh, maksudku, aku berharap bukan itu yang kau pikirkan," ralat Greyson setelah melihat reaksi istrinya. Lamunan Pat ikut buyar.

"Ah, uh... ya," sahutnya sekedar.

"Tolong katakan kau tidak benar-benar memikirkan soal hari itu," Greyson tetap memaksa. Hening sesaat sebelum Pat menggeleng. "Entahlah," kemudian dia menengok kembali ke jalan. Tepat saat itu juga, orang yang mereka tunggu muncul. Namun Addo tak sendirian, dia bersama tetangga berselang tiga rumah mereka, Hugo.

"Mama aku pulang!" sapanya santai, seolah-olah dia biasa pulang larut seperti itu. Pat memeluknya erat sebelum menghadiahi anak itu dengan jeweran.

"Aduh, Mama! Aduh duh, sakit!

"Kemana saja kau, hah?! Bukannya sudah jadi peraturan rumah untuk pulang paling lambat pukul enam?!"

"I-iya Ma—Aduh!—T-ta..tapi..."

Selagi mereka sibuk, Greyson balas tersenyum ketika Hugo menyapanya lebih dulu dengan senyum. Greyson menunjuk Addo dan Hugo bergantian, "Apa dia bersamamu?". Hugo dengan gampangnya mengangguk dua kali.

"Dia tidak kemana-mana, Pat. Dia ada di rumahku daritadi."

"Eh?" Pat terkejut, sedikit.

"Aku sedang melakukan bersih-bersih rumah disaat bocah ini mampir. Katanya dia mau melihat-lihat. Dan karena aku adalah tetangga yang baik, maka kuijinkan dia bermain-main di rumahku," Hugo tersenyum simpul sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam masing-masing kantong celana jinsnya.

"Astaga, maafkan aku dia merepotkanmu," kata Pat, yang sebenarnya merasa sedikit salah tingkah.

"Ma, bisakah kau melepaskan jeweranmu juga?" pinta Addo. Pat menurut namun mencubit pipi anak itu dua kali lebih keras dari jewerannya. "Benar-benar tidak lebih baik," gerutu Addo sambil mengusap-usap pipinya.

"Masuk saja sana. Lalu mandi," perintah Pat. Addo hanya mengangguk lalu menyeret kakinya malas ke dalam rumah. Tapi, begitu Addo mencapai pintu, dia berbalik lagi. "Paman!"

"Ya?"

"Sabtu nanti aku akan belajar menggunakan launchpad!" dia tersenyum. Hugo memutar bola matanya seolah tidak mau menanggapi dengan serius, namun ujung-ujungnya dia terkekeh.

Father For Addo -g.c (Addo Series #1)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu