24. Menjelaskan

Start bij het begin
                                    

"Semua?" beo Ayu sambil menahan tawa, "termasuk pakaian kotor aku, nih?" godanya bergurau.

Randu melotot. "Ya, enggak pakaian kotor juga lah, pakaianku aja aku laundry meski di rumah ada mesin cuci. Masa pakaian kamu mau aku cuciin, kamu pikir aku bucin."

Ayu menaikkan kedua bahunya tanda tak tahu. "Ya, siapa yang tahu kan? Kan katanya bucin itu nggak papa asal sama orang yang tepat."

Sudut bibir Randu mendadak membentuk senyuman. Sebelah alisnya terangkat tinggi-tinggi, cukup terkejut dengan penuturan Ayu barusan.

"Maksudnya apaan tuh?"

"Udah buruan sana cuci piring dan perabot dapurku yang lain. Terus pulang."

"Sadis," desis Randu sambil berjalan menuju dapur.

"Kalau aku sadis, nggak bakalan kamu aku kasih izin masuk dan makan masakan aku, Randu."

Randu mangguk-mangguk setuju lalu berbalik dan menghampiri Ayu. "Aku seneng loh kalau kamu emang orang yang tepat," bisiknya seduktif.

Bulu kuduk Ayu meremang, sesaat ia lupa bagaimana cara bernapas. Ia mengumpat dalam hati dengan perlakuan Randu barusan. Kenapa hatinya lemah sekali.

#####

Tugas mencuci piring sudah selesai Randu kerjakan. Saat ini ia sedang bersandar di sofa, meski baru pertama kali datang ke apartemen Ayu sepertinya ia sudah mulai merasa nyaman di sana. Saking nyamannya, ia nyaris saja tertidur. Kalau saja Ayu tidak tiba-tiba mengusirnya.

"Hampir aja aku ketiduran loh, Yu," protes Randu sambil menegakkan tubuhnya secara paksa, sejujurnya ia sedikit tidak rela.

"Enak aja, udah minta makan masih mau numpang tidur," decak Ayu sambil meletakkan plastik berisi tapperware di atas meja.

Kening Randu mengkerut saat melihatnya. "Apaan itu?"

"Sogokan biar kamu cepet pulang."

"Diusir nih?"

Dengan wajah santainya, Ayu mengangguk.

Randu terkekeh lalu bangkit berdiri sambil menghela napas. "Ya udah, kalau udah dikode begini, langsung pamit deh." Tangannya kemudian meraih kunci mobil dan ponselnya yang tergeletak di atas meja, "makasih untuk makan malemnya. Sampai ketemu di makan malam selanjutnya. Aku pamit, ya. Boleh kangen kok," godanya sambil terkikik geli.

Ayu menghela napas pendek. "Itunya dibawa." Seolah mengabaikan ucapan Randu barusan.

"Nggak usah lah, udah kenyang kok. Masa masih mau mbekel," tolak Randu langsung bergegas menuju rak sepatu, mengambil pantofelnya dan langsung memakainya kembali.

"Kan bisa buat sarapan besok, lumayan. Sebelum dimakan diangetin aja dulu biar nggak basi," kata Ayu yang kini sudah menyusul Randu.

Kalau sudah begini, mereka terlihat seperti sepasang kekasih.

"Duh, jadi enak," kekeh Randu yang pada akhirnya menerima bungkus plastik berisi tapperware itu, "makasih ya," imbuhnya tulus.

Ayu mengangguk, mengiyakan.

"Ya udah aku langsung pamit, nggak usah dianter sampai bawah."

"Siapa juga yang mau nganter sampai bawah," balas Ayu sedikit ketus.

"Bercanda. Judes amat. Kamu masih marah soal Putri?"

Ayu memasang wajah galaknya sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Siapa itu? Nggak kenal tuh?" decihnya terdengar tidak suka.

Randu tidak terlalu menyadarinya. "Cewek yang waktu itu, yang ketemu di--"

"Aku nggak peduli," potong Ayu terlihat semakin kesal, "udah sana pulang," usirnya tak ingin berbasa-basi.

Bukannya merasa bersalah, Randu malah terkekeh. Gemas melihat wajah kesal Ayu yang terlihat seperti sedang cemburu.

Duh, jadi pengen nyium. Batin Randu gemas.

"Oke, aku bakalan jelasin dulu sebelum pulang. Jadi namanya Putri, dia dokter muda atau lebih sering disebut sama dokter koas. Waktu--"

Ayu berdecak sebal. "Aku nggak tanya, Randu!" potongnya makin sensi.

Randu mengangguk. "Iya, aku yang emang mau ngasih tahu. Kamu cukup dengerin aja!"

Ayu memasang wajah datarnya, seolah benar-benar tidak tertarik. Meski pada kenyataannya perempuan ini penasaran juga.

"Sampai mana tadi?" tanya Randu, mendadak lupa bahasan mereka tadi.

"Waktu itu," ujar Ayu datar.

"Nah, waktu itu sebenarnya aku pergi ke kondangan sendiri, yang pas aku ngajak kamu, tapi kamunya nggak mau. Nggak sengaja aku ketemu si Putri di lift, dia sendirian, nggak bareng temen-temennya. Ya udah aku ajakin, soalnya yang nikah itu kan perawat yang biasanya jadi asisten aku kalau praktek, kami lumayan deket. Terus dia minta aku buat datang bawa temen, ya udah aku ajak deh si Putri daripada kena omel dia. Soalnya meski jabatan lebih tinggi aku, dia tuh suka kurang ajar sama aku, Yu. Terus dia nanyain kamu juga, kenapa aku datangnya nggak sama kamu. Sempet protes lagi. Ck," cerocos Randu panjang lebar.

"Nanyain aku?"

Randu mengangguk. "Inget waktu kamu pingsan di depan IGD? Nah, itu cerita agak menghebohkan, jadi kamu lumayan terkenal di RS," ia terkikik geli kala mengingat nama yang staf rumah sakit berikan saat memanggil Ayu, "kamu bahkan dipanggil Mbak IGD sama mereka."

Ayu melotot tidak terima. Apaan Mbak IGD, nggak enak amat.

"Aku lanjut, ya. Jadi berhubung si Putri udah sempet nemenin aku, ya udah aku anterin pulang dong. Nggak enak juga, soalnya dia kayak risih gitu pas aku ajak naik ke atas pelaminan buat salaman sama pengantin. Ya, itung-itung sebagai tanda terima kasih lah. Nah, karena aku masih laper abis pulang dari acara, ya udah aku ajak dia nyari makan dulu. Eh, nggak tahunya ketemu kamu. Tapi tenang, kita juga nggak akrab-akrab banget kok. Seharusnya kamu nggak perlu cemburu sama dia."

Panjang amat. Batin Ayu. Ada perasaan lega yang mendadak ia rasakan. Entahlah, Ayu sendiri juga tidak paham dengan dirinya.

Ayu berdehem, sebisa mungkin menyembunyikan perasaan leganya. "Udah kan?"

Randu mengangguk.

"Ya udah, pulang sana!" usir Ayu sambil menahan senyum, "ohya, minggu ini aku kayaknya sibuk. Nggak bisa nemenin kamu makan, apalagi masakin. Oke?"

Raut wajah Randu seketika berubah kecewa. "Yah, nggak bisa ngicip opor ayam buatan kamu dalam waktu dekat dong?"

Ayu berpikir sejenak. "Weekend?"

Wajah Randu langsung sumringah. "Boleh. Semoga aja nggak ada emergency call."

Ayu mengangguk paham. "Ya udah, kalau kamu harus ke RS minggu nanti kabarin aja."

"Oke. Bahan dan tempat aku, ya. Kan yang minta dimasakin aku," ucap Randu sambil menyengir.

"Maksudnya aku harus ke rumah kamu?"

Randu mengangguk. "Mau dijemput atau berangkat sendiri?" tanyanya memberi penawaran.

"Berangkat sendiri lah, kirim lewat WA aja alamat rumah kamu."

"Oke. Inget, kamu nggak usah belanja, biar aku aja."

"Iya."

Tbc,

Revisi, Kamis 18 Februari 2021 04.37 WIB

Bantu koreksi lagi ya, entah brp kali udh ngerevisinya tapi ttp aja emng suka ada yg keselip😅 spesial buat dieee96 😚 part abis ini udh kurevisi+rewrite jg loh, fast up apa ntar siang aja?🤭

GamaphobiaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu