"Kamu ngapain ke sini?" tanyanya ketus.

"Mau minta makan. Kan tadi aku udah nelfon kamu, masa udah lupa?" balas Randu tidak merasa terintimidasi dengan tatapan tak suka dan juga nada bicara Ayu yang terdengar ketus. Ia bahkan terlihat tidak memperdulikan semuanya.

"Aku nggak bilang iya, ya, Randu."

"Memang," balas Randu santai, "karena aku emang nggak butuh kamu iyain, yang aku butuhkan itu makanan, Ayu. Yuk, ah, aku udah laper beneran ini loh."

Rahang Ayu terlihat mengeras, terlihat sekali kalau perempuan ini sedang menahan amarahnya mati-matian.

"Kamu ini memang tipekal pria yang selalu seenaknya begini, ya?"

"Sebenernya sih enggak."

Ayu melotot. "Terus?"

"Bentar deh, Yu, ini kenapa sih tiba-tiba kok jadi judes lagi gini. Aku ada salah gitu sama kamu? Terakhir kita ketemu kita baik-baik aja deh perasaan."

"Emang kapan terakhir kita ketemu?"

Randu mengusap dagunya seolah sedang berpikir. "Terakhir ketemu sih kita makan sate Padang kan?" Ia kemudian mengimbuhi, "yang nggak sengaja ketemu di food court nggak masuk itungankan?"

"Kenapa gitu?" Ayu bertanya dengan nada heran.

"Ya, soalnya itu nggak mungkinlah bikin kamu kesel. Pertama aku udah ikutin kemauan kamu untuk nggak saling sapa kalau nggak sengaja ketemu. Kecuali kalau kamu..."

Randu menggantungkan kalimatnya sambil membekap mulutnya sendiri dengan sedikit dramatis, seolah sedang terkejut. Padahal aslinya sih ia hanya sedang berpura-pura.

"Aku kenapa?"

"Cemburu."

"Jangan mengada-ada, Randu," sangkal Ayu terlihat kesal. Wajahnya terlihat memerah, entah sedang menahan marah atau malu. Atau mungkin dua-duanya.

"Terus kenapa dong? Kemungkinan yang paling masuk akal ya itu, Ayu."

"TAPI AKU ENGGAK!" elak Ayu sambil sedikit berteriak.

Dengan wajah santainya, Randu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Biasa aja, nggak usah ngegas kalau emang enggak," sindirnya sambil terkekeh.

"Rese," gerutu Ayu memasang wajah judesnya, ia kemudian menekan tombol untuk masuk ke dalam lift, "mending kamu pulang aja, Ran. Aku males ngadepin kamu," ucapnya sebelum benar-benar masuk ke dalam lift.

"Udahlah, berhenti untuk denial. Kamu itu sebenernya tertarik juga sama aku, kamunya aja yang nggak sadar," ujar Randu dengan kepercayaan dirinya yang tinggi, ia juga ikut masuk ke dalam lift membuat Ayu melotot tajam ke arahnya.

"Siapa yang kasih izin kamu masuk?"

"Lift ini untuk umum, Ayu. Sah-sah aja kalau aku ikut masuk," balas Randu santai, jari-jemarinya sedang sibuk mengetik balasan untuk Hana yang sedang menanyakan kabarnya.

"Siapa bilang? Yang bisa naik lift ini cuma penghuni apartemen dan tamu yang dibawa penghuni apartemen. Orang asing yang nggak punya akses nggak bisa sampai ke sini."

Randu menghela napas sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku. "Kan aku tamu kamu, kamu penghuni sini kan?"

"Tapi aku nggak nganggep kamu tamu aku tuh," balas Ayu dengan nada snewen.

"Bagus."

Ayu mengernyit kebingungan. Apanya yang bagus?

"Karena kalau aku bukan tamu, berarti aku ini udah jadi bagian keluarga kamu," cengir Randu sambil memainkan alisnya naik-turun, "eh, kita keluarga aja deh."

GamaphobiaWhere stories live. Discover now