15. Usaha Terosss

Start from the beginning
                                    

"Ibu marah sama Ayu?"

Sambil tersenyum tulus, Fatimah mengelus punggung tangan Ayu yang terbebas dari infus. "Ndak. Ibu ndak marah, ibu juga ndak punya hak buat marah to. Mungkin memang bukan jodoh, ya, ndak bisa dipaksa. Alhamdulillah, Ibu masih sehat, Nduk, ndak usah buru-buru. Insha Allah Ibu sabar menunggu."

"Makasih, Bu, maafin Ayu karena ngecewain Ibu." Kali ini isak tangis Ayu akhirnya pecah.

"Ndak papa, maafin Ibu juga kalau selama ini sikap Ibu ada yang salah. Wes, sekarang kamu fokus sama kesehatan kamu dulu, Nduk. Nggak usah mikir yang aneh-aneh dulu."

"Inggih, Bu."

••••••••••

"Assalamualaikum."

"Wa'allaikumsalam. Loh, Randu?"

Ayu tidak bisa menahan raut wajah terkejutnya, saat menemukan Randu--masih dengan pakaiannya yang kemarin--masuk ke dalam kamar inapnya. Seketika otaknya berspekulasi, apakah pria ini tidak pulang hanya karena menjaga dirinya kemarin?

Randu tersenyum cerah sambil berjalan, mendekat ke arah Ayu. "Kaget ya, kenapa aku udah nyampe di sini terus masih pake baju yang kemarin?"

"Kamu nggak pulang?" tebak Ayu.

Randu mengangguk, mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, namun harus ia urungkan kembali karena kemunculan Fatimah dari dalam kamar mandi.

"Loh, Nak Randu kok udah di sini?" Fatimah tak kalah terkejutnya, saat menemukan Randu sudah ada di kamar inap putrinya.

"Iya, Bu, mampir sebentar."

Dengan gerakan cepat dan tanpa canggung, seolah sudah kenal, Randu langsung mendekat ke arah Fatimah dan mencium punggung tangannya.

"Loh, emang dari mana kok mampir?"

"Ya, nggak dari mana-mana, Bu. Di sini-sini aja," jawab Randu sambil menyengir, "Ibu gimana semalam bisa tidur nyenyak? Ayu nggak bikin istirahat Ibu terganggu kan?"

"Ibu?" beo Ayu terdengar tidak percaya.

Lancar sekali pria ini menyebut ibunya dengan sebutan ibu? Sok asik. Batin Ayu terlihat tidak suka.

"Ya, ndak to, Ibu semalam bisa istirahat. Ini kamu yang kayaknya kurang tidur, semalam tidur di mana to?"

"Tidur di kamar istirahat staff, Bu."

"Kenapa nggak pulang?" Kali ini Ayu yang bertanya.

Randu menoleh ke arah Ayu. "Semalem ada emergancy call, kondisi si ibu nggak baik, jadi nggak bisa langsung aku tinggal, harus dipantau dulu. Pas kondisi udah bagus dan stabil, akunya yang keburu males buat balik. Ya udah, nggak balik sekalian. Tidur di kamar staff deh, mau nggak mau," ujarnya menjelaskan.

"Kamar staf piye to?" Fatimah terlihat kebingungan.

"Randu ini dokter di sini, Bu."

"Oalah, Nak Randu ini dokter to? Dokter apa? Umum?"

"Bukan, Bu, Randu ini sudah spesialis," jawab Ayu.

Randu mengulum senyum jahil. "Yu, kan yang ditanya aku kenapa kamu terus yang jawab sih?" godanya.

Seketika wajah Ayu memerah, menahan malu. Sedangkan Randu langsung terbahak puas. Fatimah ikut terkekeh melihat interaksi keduanya.

"Hebat lho Nak Randu, masih muda sudah spesialis. Spesialis apa ini kalau Ibu boleh tahu?"

Dengan wajah sok asiknya (read;menurut Ayu) Randu tertawa malu-malu. "Ah, bisa aja Ibu ini, saya ini sebenarnya sudah nggak muda kok. Saya spesialis kandungan, Bu."

Fatimah mangguk-mangguk paham. "Oalah, dokter kandungan. Enak ya, nanti kalau istrinya hamil nggak perlu ke dokter atau nyari bidan."

"Ya, tergantung istrinya nanti, Bu."

Dengan wajah seolah tidak punya dosa, Randu menatap Ayu dengan intens, pandangannya seolah sedang bertanya 'gimana, Yu, nanti kalau kamu hamil mau aku yang jadi dokter penanggung jawab kamu atau kita cari dokter lain'.

Ayu menatap Randu tajam, sedangkan pria itu kembali terbahak puas. Lalu Fatimah sendiri menatap keduanya bingung.

"Ngomong-ngomong ini tadi belum ada dokter yang ke sini buat periksa Ayu, Bu?" tanya Randu setelah tawanya mulai mereda.

"Be--"

Belum selesai Fatimah melanjutkan kalimatnya, pintu kamar inap Ayu tiba-tiba terbuka, lalu muncul seorang dokter perempuan dengan matanya yang sedikit sipit didampingi seorang perawat.

"Loh, dokter Randu? Ngapain di sini?" tanya dokter itu terlihat heran.

"Apel pagi dong," balas Randu asal sambil menepuk pundak dokter tadi, memberi isyarat untuk dokter tersebut melakukan kewajibannya memeriksa kondisi Ayu.

"Jadi ini yang bikin IGD heboh kemarin?"

"Kepo."

"Cakep juga."

"Woiya, jelas. Selera gue tinggi."

"Dih, songong."

Randu berdecak kesal. "Lo itu ke sini tadi niat mau visit atau ngepoin hubungan gue sih?"

"Kalau bisa dua-duanya kenapa harus milih salah satu?" balas dokter bername tag Prita tersebut.

Prita melewati Randu lalu menyapa Fatimah dan Ayu secara bergantian. Menanyakan kondisi Ayu sambil memeriksanya.

"Gimana?" tanya Randu setelah Prita selesai memeriksa Ayu.

Prita mengangguk sambil memasukkan stestoskop-nya pada saku kanannya. "Bagus kok, stabil. Aman untuk operasi," ujarnya pada Randu, lalu beralih ke Ayu, "pertahankan ya Mbak Ayu. Jangan tegang pas nanti masuk OK. Insha Allah semua berjalan lancar."

"Baik dok."

"Kalau begitu, kami permisi dulu. Mari, Mbak, Bu."

"Iya, dok, terima kasih."

Prita kemudian menepuk pundak Randu. "Duluan ya, dokter Randu. Ditunggu PJ-nya."

"Ngawur," komentar Randu sambil geleng-geleng kepala.

Tbc,

Revisi, Minggu 14 Februari 2021 18.04 WIB

GamaphobiaWhere stories live. Discover now