(3) Tak wajar

164 64 158
                                    

Happy reading♡

Jangan lupa vote dan komen♡
_________________________________________

Jangan lupa vote dan komen♡_________________________________________

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Bukan tuhan tak mengetahui sedihmu, tapi tuhan tau kamu kuat. Tapi dimana titik kekuatanku?"

•—Maikel Zavaraiza—•

Setiap gadis yang memiliki ciri khasnya sendiri, termasuk dia. Mimpi atau nyata, kejadian itu tetap tak terduga. Mata besarnya yang menatapku dengan air mata merahnya.

"Apa dia baik - baik saja? Dia masih hidup bukan? Jika tidak, bagaimana caraku meminta maaf padanya?" Gemingan terus berjalan seirama dengan guratan yang perlahan membentuk wajahnya diatas kertas hvs.

Piar

Tubuhku tersentak mendengar suara itu. Segera keluar dari kamar menuju kearah dapur. Melihat mbak Sri yang terdiam dengan menghadap pada lemari kaca berisi piring kesayangan bunda.

"Mbak Sri ngapain buka lemari kaca itu?" Tanyaku dengan mata yang terbuka lebar saat menyadari satu piring besar bercorak batik kesayangan bunda telah terbelah menjadi butiran beling.

"A-anu, s-saya mau buatin nak Maikel makan. Ini kan udah waktunya jam 04.45 kayak yang di bilang nak Maikel kan?" Lirikan matanya mencoba beralih padaku, namun dia menahannya.

Dengan melirik jam dinding aku mulai menyadari bahwa ini sudah lebih dari jam makan siangku.

"Iya, aku tunggu di ruang makan ya mbak"

"I-iya" jawabnya sambil menunduk pelan kearahku. Dia melihatku berjalan ke meja makan dengan lirikan matanya yang terlihat tajam dan tentunya aku menyadari itu.

30 menit menunggu di meja makan sambil menahan perutku yang telah berbunyi sedari tadi. Mbak Sri yang akhirnya datang dengan membawa dua piring dan meletakkannya tepat didepanku.

"Emm...mbak Sri, inikan telur dadar biasa"

Bibirnya menceletuk "sama aja, yang penting telur" ujarnya yang duduk di depanku dan meletakkan piring satu lagi di maja makan. Dia duduk di depanku dengan mengangkat sebelah kakinya di atas kursi sambil melahap nasi dan lauk dengan tangan secara langsung.

"Kenapa liatin saya? Saya gak boleh duduk disini?" Ketusnya yang menatap dingin kearahku.

"E-enggak, bukan gitu mbak Sri. Ini telur saya kok kayaknya keliatan dikit? Terus gak ada sosis sama baksonya kayak yang di piring Mbak Sri?" Tanyaku dengan sedikit merasa aneh.

"Kamu tadi mintanya omlet telur kan? Kamu gak bilang mau tambah sosis atau bakso, ya mana mbak tau" jawabnya yang sedikit tegas.

Aku hanya diam terpelongo melihat Mbak Sri yang perlahan memperlihatkan sifat aslinya. Dengan melahap satu suapan hingga habis, akhirnya aku bisa meninggalkan meja makan dan pergi ke kamar.

Miracle | Mark leeWhere stories live. Discover now