20. SAMU SUMON

Mulai dari awal
                                    

"Jangan gerak dulu, Sea. Jadi susah ini," Anang kembali menuangkan obat merah ke atas kapas dan mengusap bekas luka di tangan Sea.

"Udah ih, perih banget!"

"Shhh, tau perih malah nekat mukul kaca. Untung ini udah diobatin dikit tadi, kalau nggak, pasti udah infeksi kena pasir pantai."

"Terlanjur kesel sama Manda soalnya."

"Ya harusnya nggak gitu juga. Ini semua cuma ngerugiin lo doang tau ga? Disuruh ganti rugi, diskors empat hari, mana disuruh bersih-bersih sekolah padahal lo masih sakit."

"Udah lah, udah selesai juga. Lagian, empat hari libur kan bisa gue pake buat bantuin lo di cafe."

"Nggak! Nggak usah! Lo istirahat aja! Gue bisa kena amukan Samu kalau biarin lo kerja dengan kondisi kayak gini."

"Kak Samu," lirih Sea semakin murung karena Anang mengait-ngaitkan Kak Samu di segala situasi.

"Kata Dean lo dibully, iya?"

"Ga sih," Sea menipiskan bibir hingga segaris saat melihat Anang melototinya. "Dikit."

"Dikit apanya, Samu bakalan ngamuk kalau denger ini."

"Bisa ... Berhenti bahas Kak Samu gak?"

"Kenapa? Gue, gue ngingetin lo sama Samu ya?"

"Kayaknya ini salah satu alasan gue nggak bisa ikhlasin Kak Samu pergi, lo selalu ingetin gue sama Kak Samu dan gue makin nggak bisa hidup tanpa dia."

"Sea--"

"Tau nggak, Mas? Gue udah berusaha lupain Kak Samu, tapi gue malah makin inget sama Kak Samu. Ada kalanya gue kangen, kangen banget sampai lupa sama wajahnya Kak Samu, dan akhirnya gue terus terusan liatin fotonya sampai inget lagi."

"Sea maafin gue--"

"Nggak lah, bukan salah Mas Anang juga. Gue cuma butuh waktu aja buat terbiasa, karena Kak Samu udah jadi bagian terbesar di hidup gue. Jadi ya, emang sesusah itu."

"Kalungnya," Anang menatap leher Sea yang terasa kosong.

"Ah, iyaa!" Sea memegangi lehernya, dia lupa. Gadis itu datang ke sekolah untuk mencari kalungnya, tetapi malah tertunda karena insiden bullying tak terduga.

"Hish, mana gue diskors empat hari lagi!" Sea meremas rambutnya yang digulung asal.

Detik yang sama, tetapi di tempat yang berbeda. Raga memainkan kalung yang tak sengaja ia temukan di saku jaket.

Cowok itu tidak begitu tau mengapa benda itu ada di sana, dan sebenarnya milik siapa. Pikirannya terus berputar pada kejadian-kejadian janggal yang akhir-akhir ini mengganggunya.

Mulai dari pergi ke stasiun, berdiri di depan cafe tak dikenal, duduk di pantai, ke taman hiburan sendiri, bahkan hingga ke depan makam seseorang.

Semua itu masih terasa seperti mimpi, mimpi buruk yang ingin sekali ia akhiri.

Semua terasa sangat mustahil dan di luar nalar, tetapi semakin hari Raga semakin sadar, ada sesuatu yang mengendalikannya. Itu pasti.

"Samu...," gumam Raga dengan tatapan menerawang ke arah bandul swan di tangannya.

"Fokus, Raga!"

Raga tersentak dengan gertakan Tentor Barunya, ternyata wanita itu lebih garang dari Tentor Tentor Raga sebelumnya. Sial, Mama nggak bisa cari Tentor yang agak nyantai dikit apa?

***

"Siapa yang nggak dateng?" tanya Melvin pada Raga yang malam ini duduk di taman depan Markas Lavegas.

RAGASEA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang