10. RATU VERITAS?

92.2K 12.1K 1.2K
                                    

"Mulai sekarang, gue ga kenal sama lo!" Sea menatap Dean tajam. "Jadi, lo nggak perlu pura-pura peduli sama gue!"

Sea mendorong bahu Dean menggunakan jari telunjuknya, kemudian berlalu pergi dari hadapan Dean.

Tidak mau menyerah, Dean kembali mengejar Sea dan meletakkan jaketnya di pundak Sea.

"Setidaknya bawa ini," Dean memberikan inhaler Sea dan slingbag yang tertinggal di rumah Manda. "Lo pucet banget--"

Sea merampas inhaler dan tasnya dari tangan Dean, lantas melepas jaket Dean. Gadis itu kembali berjalan, sedikit sempoyongan karena tubuhnya melemah.

Sea menghirup inhalernya sambil terus berjalan. Ia sadar, sekarang tidak ada seorang pun yang dapat ia jadikan sandaran. Karena itu, ia harus kuat di segala kondisi. Sea tidak boleh lemah, bahkan barang sedetikpun.

Sea hampir ambruk, tetapi beruntungnya dinding di sampingnya berhasil ia jadikan pegangan. Di saat yang bersamaan, Dean refleks memegang lengan Sea karena takut gadis itu akan terjatuh.

"Lepas!" Sea menyentakkan lengan kanannya. "Pergi lo!"

"Obatin luka lo!" Dean menarik tangan kosong Sea, lalu memberinya obat merah dan plester.

Sea tidak menolak, gadis itu hanya diam, menatap Dean sesaat, kemudian melanjutkan langkahnya pergi meninggalkan tempat itu.

Dalam radius sepuluh meter, Melvin mengamati interaksi keduanya sedari awal. Sejak Dean mengejar Sea, hingga kini Sea yang tengah membuang obat merah pemberian Dean di tempat sampah.

Tepat ... di depan mata Dean.

Dean ingin mengejar Sea lagi, tetapi urung setelah melihat Melvin di dekatnya. Cowok itu menyampirkan jaket setengah basahnya di lengan kiri.

"Lo kenal deket sama cewek itu?" tanya Melvin sedikit menyudutkan.

"Gak," singkat Dean berbalik dan kembali memasuki gerbang rumah Manda.

"Bullshit, kalau ga kenal ngapain lo bela-belain ngejar dia sampai kayak gitu?"

"Inhalernya ketinggalan."

Mevin menatap punggung Sea yang semakin menjauh, sembari berjalan mensejajari Dean. "Dia, cewek yang ketemu lo di markas Veritas kan--"

"Sea ga ada hubungannya sama itu!"

"Oh ya? Gue bisa--"

Dean menarik jaket Melvin dengan mata melebar, tetapi langsung berubah tenang. "Jangan dia."

Melvin tersenyum miring. "Reaksi lo aneh, tau ga?"

"Dia bukan cewek yang bisa lo mainin, Melvino Athaya Orlen."

"Wow!" Melvin terkekeh pelan. "Lo nggak pernah ngomong lebih dari tiga kata, sekalinya ngomong lebih bikin lawan bicara lo terintimidasi ya."

"Terserah!" Dean memilih melanjutkan langkahnya daripada menanggapi Melvin.

"Kenapa? Dia Ratunya Veritas?"

***

Sea berdiri di dekat pintu bus, air terus menetes dari dressnya hingga mengalir ke segala arah. Hal itu membuat penumpang lain merasa tidak nyaman karena alas kaki mereka ikut basah.

Sea menunduk setelah sadar akan tatapan tidak menyenangkan dari penumpang lain. Gadis itu benar-benar kacau hari ini.

Sea pun akhirnya turun di halte berikutnya, padahal posisi rumahnya masih jauh dari sana. Setidaknya, ia harus berjalan sejauh satu kilometer lagi dengan kondisi basah kuyup.

RAGASEA (END)Where stories live. Discover now