Part 22 | Guilty Pleasure - No Guilt Shown, No Feelings Hurt

8.8K 564 368
                                    

 

Apa kabar?

Happy reading!


————————










Satu tahun yang lalu...

  TAHUN pertama perkuliahan selalu terasa menyenangkan, dimana segala kesalahan akan dimaklumi. Hal itu dikarenakan label mahasiswa baru yang menjadi ajang seorang individu untuk beradaptasi dari masa sekolah ke masa perkuliahan—tempat seseorang untuk berproses sebelum terjun ke masyarakat. Tidak ada beban pikiran bagi mahasiswa baru kecuali tugas, kuis, ujian, dan organisasi. Tapi nampaknya, hal berbeda terjadi pada Riana, seorang mahasiswi Manajemen semester 1 yang sedang merenung sendirian di kantin.

  "Oi!" tegur Maudy yang baru saja selesai memesan bakso. "Kenapa bengong lo?" tanyanya heran.

  "Gue kepikiran Ardan lagi," keluh Riana. "Kalau kita pacaran, pasti sekarang dia bakal anterin gue pulang."

  "Astaga! Ingat, sekarang lo lagi haluin suami orang," ucap Maudy mengingatkan.

  "Padahal gue udah ciuman sama dia, tapi ternyata dia calon suami orang," keluh Riana lagi. Karena sedang hujan, suasana hatinya menjadi melankolis sekarang.

  "Salah gue yang cariin cowok buat lo. Emang udah bagus lo tetap jomblo," ejek Maudy seraya menuangkan sambal dan kecap ke mangkuk baksonya.

  "Sialan," umpat Riana sebal.

  "Eh, ada Riana," sapa Kaisar, teman satu angkatan sekaligus calon komandan tingkat angkatannya.

  "Gue gak mau," tembak Riana langsung. Hatinya sudah panas karena kembali mengingat Ardan, dan sekarang dia harus dihadapkan oleh kenyataan bahwa panggilan 'Princess' untuknya sudah hilang setelah dia menginjakkan kakinya di perkuliahan ini.

  Sejak insiden Riana yang tidak ingin mengenakan atribut bodoh saat ospek satu bulan yang lalu, calon komandan tingkat seperti Kaisar berlomba-lomba membujuknya untuk menjadi calon wakil komandan tingkat. Tapi berbeda dengan teman seangkatannya yang memintanya menjadi wakil, kakak tingkatnya justru menyuruhnya untuk menjadi komandan tingkat. Tentu saja Riana menolak. Mengurus diri sendiri saja tidak bisa, apalagi mengurus satu angkatan?

  "Gue janji, lo bakal santai dan gak bakal kerjain apa-apa nanti," bujuk Kaisar yang belum menyerah.

  "Ya terus kenapa lo minta gue jadi wakil?" tanya Riana malas, walaupun dia sudah tahu jawabannya. Apa yang dia lakukan waktu ospek dulu berhasil menarik perhatian satu universitas, terlebih lagi teman satu angkatannya. Kalau dia menjadi kandidat wakil komandan tingkat, sudah pasti semua orang akan memilihnya.

  "Karena gue yakin kita bakal jadi partner yang baik," jawab Kaisar dengan senyuman andalannya yang biasa dia berikan untuk tebar pesona pada kaum perempuan. Namun tampaknya, senyuman itu tidak berlaku untuk Riana.

  "Tenang aja, gue gak tertarik jadi komandan tingkat. Jadi, lo gak perlu khawatir kalau gue bakal calonin diri sama orang lain," ujar Riana blak-blakan, mengetahui betul kalau mindset Kaisar adalah jika dia tidak bisa menjadikannya sebagai wakil, maka kandidat lain juga tidak bisa menjadikannya sebagai wakil komandan tingkat.

  "Okelah kalau lo bener-bener gak tertarik," ucap Kaisar mengalah. "Sukses dimanapun organisasi lo nanti," lanjutnya sebelum berlalu.

  Riana menahan tawanya ketika punggung Kaisar menghilang, "Organisasi? Yakali gue ikut begituan," ujarnya meledek dirinya sendiri.

Guilty Pleasure [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang