1. The Beginning

1K 143 13
                                    

1. The Beginning

  

Naya melajukan motornya dengan cepat meski teriakan ayahnya dari dalam memanggil namanya terus. Ia tak peduli mau sebesar apa suara pria itu ketika meneriakkan namanya. Ia juga tidak peduli jika mulutnya mengucapkan sumpah serapah kepada dirinya. Yang ia inginkan adalah pergi dari sana.

Ia semakin membenci pria itu sejak tadi pagi dan sejak mengenalkan seorang perempuan sebagai ibu tirinya. Baginya ditinggal ibu lebih baik daripada harus melihat ayahnya membawa perempuan lain.

Cengkraman pada kedua stang motornya semakin kuat seiring dengan jarum speedometer yang hampir menyentuh angka 100. Sampai akhirnya kecepatan itu mulai melambat setelah berada di jalan yang sedikit padat.

Naya membelokkan motornya menuju jalan kecil yang sepi di sana. Setelah kakinya menginjak rem secara perlahan hingga motornya berhenti, Naya menumpahkan kesedihannya di sana. Ia menyukai tempat ini sudah sejak lama. Tempat yang sepi dan hanya ada sebuah lampu yang meneranginya.

"Naya, ini istri ayah. Mulai sekarang Naya kalau ada masalah curhat ke bunda, ya. Anggap saja seperti ibu."

Naya tak bisa menahan sesak di dadanya saat perkataan ayahnya tadi ketika pria itu membawa seorang perempuan muda dan cantik ke rumah mereka. Ia masih tidak habis pikir dengan ayahnya yang dengan mudah memperkenalkan perempuan itu sebagai ibu tirinya. Naya saat ini masih berusaha mengikhlaskan kepergian ibunya.

"Adinda sialan, perebut suami orang!" matanya berkilat dan tangannya yang terkepal kuat yang kemudian memukul angin kosong.

Naya ingin sekali memberikan satu pukulan pada bibir perempuan itu sehingga ia tidak bisa lagi tersenyum. Lihat saja, Naya tidak akan membuatnya tenang karena telah berani menjadi ibu tirinya.

Sementara itu, saat Naya hendak melewati jalanan itu untuk kembali pulang. Ia melihat tiga orang dengan tubuh berotot sedang memaksa seorang remaja laki-laki. Naya turun dari motornya dan berjalan mendekat. Ia melihat beberapa memar di sudut bibir cowok itu.

"Woi! Sejak kapan cari lawan yang lemah? Emang nggak ada lagi yang sepadan dengan kalian, hah?"

Naya bertanya dengan kedua tangan berlipat dan sebelah kaki menyilang. Tubuhnya sendiri di sandarkan pada dinding beton yang memanjang di jalan itu.

Salah satu laki-laki yang sebelumnya sibuk memegangi kedua tangan remaja itu segera melepaskan tangannya. Begitu juga dengan kedua temannya.

"Main-main bentar, kok. Nggak mungkin lah bocah kayak gini dijadiin lawan."

"Hancur harga diri, betul nggak, Ki?"

Laki-laki di sebelahnya mengangguk dengan mantap. "Betul! Hancur harga diri kalau lawan anak SD."

Naya memutar kedua bola matanya jengah. Ia berjalan mendekat lalu menarik cowok itu menjauh dari mereka. "Gue pinjam, ya. Samsak di rumah kurang seru kalau dipakai latihan," teriak Naya kepada mereka.

Ketiga preman itu sudah Naya kenal sejak lama dari abangnya Jordan. Jordan dulu pernah membayar mereka untuk menghajar musuhnya. Dan sekarang, ketiga orang itu seperti menjadi teman bagi Naya.

"Asyiap, Neng!" sahut seorang di antara mereka yang memiliki rambut keriting panjang.

Laki-laki di sisi kanannya langsung menoyor pelan kepalanya. "Asyiap, asyiap, pala lu asyiap! Bini lo noh open bo di Twitter."

"Bodo amat, gua kagak peduli."

Naya menghempaskan tangannya dari cowok itu dan menaiki motornya bersiap untuk pergi dari sana. Ketika derum motornya terdengar, cowok yang wajahnya babak belur itu menahan pergelangan Naya.

His Favorite GirlWhere stories live. Discover now