Veranda membalik langkah pergi dengan Denzel yang sedari tadi berusaha ia tenangkan, karena menangisi kepergian Kinal. Beruntung dengan sigap Ve menahan tubuh putranya yang akan berlari mengejar Kinal. Ve mengetahui hal ini karena semalam ia di beri tahu Rifat, jika Kinal akan kembali ke Amerika. Tiba di mobil, ia berusaha menenangkan Denzel. Beruntung dirinya mengajak supir.

Rifat pun kini berbalik sambil menghapus airmata nya, sekarang ia tak tahu apa yang harus dilakukan nya.

Terakhir dengan Bella, yang di ajak pulang oleh Gracia.

.
.

 

"Kamu kenapa Nal? Kok gelisah gitu"

Sinka bertanya, karena sedari ia perhatikan. Jika Kinal tak bisa diam. Bahkan matanya selalu melirik kearah bandara.

"Aku merasa berat untuk kembali meninggalkan tempat ini" jujur Kinal.

Usapan lembut di lengan atasnya, buat Kinal menoleh. "Aku tahu ini tak mudah, tapi ini lah jalan nya Kinal. Aku, Opa dan oma kamu tak mau kamu kembali terluka" ujar Sinka.

Kinal menanggkup tangan Sinka yang masih mengelusnya. Ia menganggukan kepalanya dengan senyum pedih. Lalu Kinal terpejam menyadarkan kepalanya pada sandaran kursi. Ya, mungkin ini batas akhir perjuangan nya. Tak ada lagi alasan untuk Kinal memilih bertahan.

Sinka menatap sedih sahabatnya, bagaimana pun ia ikut terluka melihat Kinal seperti ini. Ia berjanji untuk selalu ada, bahkan Sinka siap menemani Kinal untuk melakukan teraphy psikologis nya. Kapan pun, dimana pun Sinka akan jadi support system Kinal menjalani masa healing nya.

Kedua kakek dan nenek Kinal, menatap sedih kearah Kinal dan Sinka. Lagi-lagi Kinal harus kembali menjalani pengobatan mental. Dan sang kakek berharap jika kali ini tak seberat delapan tahun yang lalu.

***

Perubahan drastis terjadi pada Veranda, satu bulan  sejak kepergian Kinal. Mampu merubah Ve jadi sosok yang berbeda. Ia menutup diri dari lingkungan luar, menjadi sosok pendiam, dan tak ada lagi senyum manis di wajahnya. Ve berubah jadi sosok yang dingin, dan itu di rasakan oleh keluarga nya. Meski di hadapan mereka Ve tetap tersenyum, namun palsu.

Terkecuali pada Denzel, Ve tetap memperhatikan dan memperlakukan putranya dengan baik. Yang sejak kepergian Kinal, membuat Denzel jatuh sakit, bahkan sempat rawat inap di rumah sakit. Dan bersyukur seminggu terakhir ini, Denzel sehat.

Ve menghela nafas panjang, ia bersandar memejamkan mata di kursi kerja. Ia berada di ruang kerja miliknya. Ya, sudah tiga minggu ini Ve lebih banyak bekerja di rumah, kamar tamu sebelah kamarnya pun di ubah menjadi ruang kerja. Dan hampir setiap hari bahkan seharian ia menghabiskan waktu di ruang kerja ini. Ve akan keluar jika itu menyangkut Denzel, dan jika sudah selesai dengan urusan Denzel, Ve kembali mengurung diri. Menyibukkan diri dan menyelesaikan pekerjaan nya. Seperti inilah kehidupan Veranda sekarang.

Ia lelah, dengan semua ini. Batin nya terus berperang. Di hadapanya ada sebuah map terbuka. Berisi gugatan cerai darinya kepada Kinal. Yang sudah di setujui pihak Kinal. Ve hanya menatap kosong dia tak tau harus menanggapi nya bagaimana. Batin nya berperang antara benar dan salah.

Memikirkannya membuat kepalanya pusing, Ve melihat jam yang sudah menunjukan pukul sembilan malam, ia memutuskan keluar dari ruang kerjanya. Ingin nya membuat teh lemon untuk meredakan pusing nya. Tak lupa tangannya meraih map berkas perceraian nya, menuruni tangga Ve melewati ruang keluarga yang kebetulan orangtua dan adik nya memang sedang berkumpul.

Tiga pasang mata memperhatikan Veranda yang berjalan menuju dapur tanpa ada tegur sapa seperti biasa. Helaan nafas dari sang mami mengalihkan perhatian Gracia dan juga Leo suaminya. Ia hanya mengusap lembut pundak istrinya, memberi ketenangan. Hingga tak lama Ve kembali dan ia pun menghampiri Gracia lalu memberikan dokumen perceraian itu.

Semuanya diam, tak ada yang membuka suara. Hanya suara televisi yang mengisi ruangan itu. Lalu Veranda beranjak meninggalkan semua yang ada disana. Ia memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya.

.
.

"Jadi bagaimana ini Pi?" pertanyaan dari Gracia yang kini berada di ruang Papinya.

Kedua ayah dan anak itu sama-sama bingung tak mengerti dengan keinginan Veranda. Kemarin ia begitu kekeh ingin menggugat cerai Kinal, dan setelah di proses lalu di setujui oleh pihak Kinal. Bagian dirinya untuk menandatangi malah tidak di isi sama sekali.  Beruntung keluarganya bekerja di bidang hukum, bahkan Gracia sendiri yang turun tangan mengurus kasus cerai kakaknya. Jika orang lain mungkin Veranda sudah mendapat teguran keras dari pengacara.

"Papi juga tidak tahu nak, kondisi kakak mu sedang tidak baik. Raga nya mungkin terlihat baik, tapi batin nya tidak, jadi biarkan dulu saja. Jangan kamu paksaan juga" ujar Leo.

Gracia mengangguk, lalu ia pun keluar dari ruang kerja Papanya. Niatnya ingin bertanya pada partner yang beberapa waktu lalu menjadi mentor nya di kantor. Lelaki dingin nan perpect.

***
.
 
   

Di lain tempat, Kinal sedang tertidur setelah dokter menyuntikan obat penenang. Beberapa waktu lalu ketika mendapati surat gugatan cerai Veranda, membuat Kinal hilang kendali. Ia mengamuk, berteriak, dan menghancurkan barang-barang di kamarnya. Sang Oma pun hanya bisa menangis melihatnya, cucu tersayang ya harus kembali hancur. Setelah delapan tahun lalu berlalu, bahkan kini melebihi daripada dulu. Kondisi mental nya benar-benar rapuh.

Sinka pun sama ia terkejut ketika mendapati kenyataan Kinal seperti ini secara langsung. Ia paham dan sangat mengerti kehancuran Kinal. Ia masih tetap mengusap kepala Kinal, memberikan ketenangan. Dan ia berjanji tak akan membahas, menyebut atau membicarakan, nama-nama orang yang menjadi penyebab Kinal hilang Control.

Lenguhan kecil yang berasal dari Kinal, menyapu perhatian Sinka yang akan beranjak. Kinal perlahan membuka matanya yang terasa berat, bahkan ia merasa seluruh tubuhnya begitu lemas dan capek. Sinka menawarkan air minum, membantunya untuk Kinal minum memakai sedotan.

"Sinka aku capek sekali" tanya Kinal dengan suara pelan.

"Yaudah kamu istirahat lagi ya, tapi sebelum itu kamu harus makan dulu. Yuk aku suapin" Sinka mengambil piring yang sudah berisi nasi dan lauk yang disiap kan nenek nya Kinal.

Sinka menyuapi Kinal dengan sabar dan telaten, semua ia lakukan dengan baik. Hingga menemani Kinal sampai tertidur kembali. Jika sudah ia akan kembali ke kamar, biasanya jika Kinal tidak drop. Sinka akan pulang ke flat nya.

Sesayang dan sepeduli itu Sinka kepada Kinal. Ia tulus melakukan semua itu karena didasari perasaan cinta dalam diam yang dimilikinya. Ya selama ini ia memendam perasaan pada Kinal, sejak setahun ia mengenal Kinal. Rasa sayang yang bermula dari sahabat, perlahan berubah menjadi sayang dan cinta kepada lawan jenis.

Namun Sinka sadar diri, ia hanya mencintai sepihak. Karenanya ia tak pernah mengutarakan perasaannya. Satu yang tau tentang hatinya, yaitu kakak sepupu nya Melody. Dokter cantik yang merupakan sahabat dekat me doang Deva.

Sebagai manusia, munafik jika ia tidak menginginkan balasan atas perasaan nya. Pernah ia berpikir untuk mengutarakan tentang perasaan nya. Tapi selalu terpatahkan oleh keadaan, dimana Kinal yang begitu memuja Veranda. Dan jika sudah begitu? Ia bisa apa? Sinka hanya tersenyum manis di bibir, namun perih di hati. Tak apa asalkan ia selalu ada di samping Kinal, menemani dan orang yang di cari oleh Kinal. Dalam keadaan senang maupun terpuruk.

Cemburu? Tak pelak ia rasakan, namun melihat Kinal bahagia. Itu merunyuhkan segalanya. Biarlah Tuhan yang menentukan, apa dan bagaimana alur nya. Yang Sinka lakukan saat ini adalah. Berpasrah menerima, menjalani, dan mensyukuri apa yang Tuhan berikan.

"Good night..."

Cup

Sinka mengecup kening Kinal. Setelah membenarkan letak selimut Kinal. Lalu melangkah pergi menuju kamar tamu yang sudah dua hari ini ditempati nya.

    
Tbc...

Happy New year.....
Apa kabar kalian??? Nih itung2 hadiah tahun baru... Mpus bisa update...

Levirate (END) Where stories live. Discover now