Sea berdiri menghadap Raga. "Sok kepedean banget lo! Siapa juga yang mau nguping?! Gue cuma mau ambil Inha--"

Tiba-tiba, Bu Emil menampakkan diri. Wanita itu muncul dari balik dinding koridor sisi kanan. "Jangan lari kalian!" teriaknya pada siswa yang berlarian tadi.

Brak! Raga menutup pintu keras-keras sampai perhatian Bu Emil teralihkan ke arah Sea. Matanya melotot, hidungnya kembang-kempis, juga wajah yang sedikit berkeringat di bagian pelipis dan bawah hidung.

"Sedang apa kamu?!" sentak Bu Emil tegas dengan rambut berombak macam singa.

"Jam pelajaran sudah mulai dari tadi, ngapain kamu jalan-jalan di sini?" Bu Emil melihat tas Sea. "Atau jangan-jangan kamu salah satu murid yang terlambat iya?"

"Eng-engga, Bu. Saya tadi udah ijin berangkat siang karena," Sea berpikir sejenak. "Mau, jenguk saudara, di, rumah sakit."

"Kartu ijinnya mana?"

"Ha-hah?" Sea tertawa garing. "Oh kartu, iya kartu, ini, sebentar, di dalem tas."

Sea membuka tasnya, ia berbohong tentang kartu berwarna kuning yang biasa anak Rothes gunakan untuk ijin keluar, biasanya berisi keterangan serta tanda tangan dari guru piket dan wali kelas.

"Ah, dimana ya?" Sea pura-pura mencari, wajahnya dibuat memelas agar Bu Emil memberi keringanan sekali ini saja. "Tadi ada di dalem sini, beneran."

"Guru piket hari ini siapa?" tanya Bu Emil sedikit menjebak. Jika Sea berbohong, maka ia tidak akan tau siapa guru piket yang hari ini bertugas.

"Pak Jerom," terka Sea asal. Tapi, benar.

"Kamu murid beasiswa yang pindah tahun ajaran baru, kan?" Bu Emil mengamati Sea dari atas sampai bawah. "Jangan ceroboh lagi!"

Sea mengangguk sopan, tangannya saling menumpuk di depan perut. Sea sedang menunggu Bu Emil pergi, lantas mengambil inhalernya di ruang rapat anak-anak Lavegas. Tetapi, Bu Emil malah diam saja dengan mata fokus menatap Sea.

Sumpah, detik ini juga Sea merasa sedang diawasi oleh boneka anak perempuan yang ikonis dalam serial Squid Game.

"Tunggu apa kamu?!" bentak Bu Emil, air liurnya sampai berterbangan di udara. "MASUK KELAS SEKARANG!"

"I-IYA, BU. PERMISI!" Sea langsung berlari menaiki tangga yang akan membawanya menuju kelas XII A-3.

***

Sea kembali ke depan ruang mulmed dekat kafetaria saat jam istirahat berlangsung, ruangan itu memang sudah mati sehingga tidak digunakan lagi dan anak-anak Lavegas sering kali memakai tempat itu untuk berkumpul secara private.

Berkali-kali Sea usap dadanya yang terasa semakin sesak, entah mengapa, tapi semenjak Samudra meninggal, sakitnya selalu kambuh lebih sering dari sebelumnya.

Kosong, tidak ada seorangpun di sana. Mungkin mereka sedang di kafetaria? Sea pun membuka pintu dan berjongkok untuk mencari inhaler, namun benda itu malah tidak ada di tempatnya.

"Loh, kok nggak ada?" Sea membuka pintu lebih lebar lagi dan mencari ke sekeliling ruangan.

"Penyusup!" sentak Manda memergoki Sea yang terlihat seperti pencuri kelas teri. "Kenapa masuk sini? Lo mau nyuri?"

Meski ini adalah ruang buangan, tetapi tempatnya memang cukup tertata. Ada loker di dinding samping dan meja kursi seperti ruang rapat pada umumnya, terlebih lagi di sana banyak barang-barang milik anak Lavegas.

"Enggak, lo kenapa nuduh kayak gitu--"

Manda menyerat Sea keluar dari ruangan tadi. "Terus, mau caper sama Aga?!"

RAGASEA (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt