41

1K 178 6
                                    

Arigathankyouverykamsa untuk 16k reader's.
Maaf agak lama updatenya. 

Selamat membaca~
































Eren dengan sedikit tergesa-gesa melangkahkan kakinya menuju ruang kerja [Name]. Malam ini dia ingin mengajak [Name] untuk makan malam bersama, sekaligus berbincang.

Wanita itu tidak berada di rumah selama seminggu. Selama 4 hari [Name] melakukan perjalanan tanpa arahnya, dan sisanya dihabiskan di Skandinavia. Baru malam ini dia kembali.

Eren memasuki ruangan [Name] setelah mengetuk dan wanita itu memberi izin padanya. Dia melihat [Name] yang tampak sangat sibuk dengan banyaknya kertas-kertas, sesekali kerutan terlihat di dahi wanita itu, menandakan dia sangat pusing dengan pekerjaannya.

Eren menjadi ragu untuk mengajaknya. Dia tidak ingin membuat pekerjaan [Name] tak kunjung selesai.

"Eren? Mau membicarakan sesuatu? Kenapa kau berdiam di depan pintu seperti itu?" Tanya [Name] yang menyadari jika Eren tak kunjung bersuara.

"Ah... sebenarnya ada... kau sibuk?" 

"Tidak! Katakan, kau ingin berbicara apa?" Tanya [Name] dengan senyuman lebar, dan tanpa bebannya dia melempar kertas-kertas itu. "Kau yakin?" 

"Tentu saja! Aku akan meminta Marlo menyelesaikannya. Jadi... ayo berbicara."

"Kau tidak keberatan jika kita berbicara di luar? Sekaligus makan malam?"

"Ayo!"

Dan di sinilah mereka berada. Di sebuah bar yang cukup ramai. Mereka meninggalkan Marlo yang tengah mencak-mencak mengerjakan tugas [Name] (lagi) seorang diri. Dan kedua orang itu kompak mengabaikan penderitaannya.

Eren memesankan 2 porsi steak dan juga bir untuk mereka. Semenjak tinggal di Marley, Eren kecanduan meminum alkohol, dan dia peminum berat. Beruntungnya kali ini ada [Name] dan Marlo yang menjaganya.

"Ah... aku ingat saat pertama kali kau mabuk di tempat ini. Dan kau menangis kencang ingin hidup dengan Mikasa, saat itu kau benar-benar kacau..." Ujar [Name] dengan kekehan, yang menimbulkan rona merah pada wajah Eren.

"Bisakah kau tidak mengingat hal itu?"

"Tentu saja tidak~ itu pengalaman yang menyenangkan~"

Eren menegak air putih, berbicara dengan [Name] terkadang membutuhkan kesabaran ekstra. "Ah, aku penasaran... Komandan Erwin sudah berhenti menjadi Komandan Pasukan Pengintai, lalu apa pekerjaannya sekarang? Selama ini aku mengirim pesan melaluinya, namun dia bukan Komandan lagi." Tanyanya.

"Komandan masih sering memberi masukan pada Pasukan Pengintai dan pihak militer, selebihnya dia sering menjaga Metta. Dia benar-benar menikmati waktunya mengasuh anakmu."

"Ah... aku jadi merasa bersalah padanya... mungkin aku harus menunda kematiannya?"

Percakapan terhenti sejenak begitu makanan diantarkan di meja mereka. Sesekali beberapa orang menyapa [Name] dengan sangat ramahnya. Eren memperhatikan raut wajah [Name] dengan serius, dia harus pintar menyembunyikan ekspresinya seperti [Name].

"Kau tahu kalau aku akan dihentikan oleh mereka. Armin dan kakakku akan bekerja sama untuk meminta tolong pada pendahulu Titan untuk menghentikanku, dan Mikasa akan membunuhku. Kemudian setelah itu semuanya aman karena aku mati, namun hanya selama lima puluh tahun, dan akhirnya Paradise akan hancur. Apakah kali ini ada kemungkinan Paradise tidak akan hancur, karena ancaman kau?"

FATE [AOT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang