52

14.7K 3.3K 464
                                    

Abraham masuk ke kamar ayahnya dengan perlahan, mencari adik-adiknya yang belum ia sapa dengan cara yang 'layak'. Lelaki itu melakukannya dengan tenang hingga kedua orang yang ia cari— Adam dan Rubyanne —tak menyadari kedatangan Abraham.

Abraham terkesiap selama beberapa saat ketika melihat adik-adiknya. Adam sedang sibuk menjaga suhu ruangan agar tetap stabil dengan esensi sihir miliknya, sedangkan Rubyanne asik menata bunga-bungaan di sekitar ranjang Aslan— yang sudah penuh dengan bunga-bunga beraroma harum. Abraham kini tahu alasan kenapa kamar sang ayah diisi banyak karangan bunga.

"Apa ada yang bisa aku bantu?" kata Abraham sembari mengetuk pintu kamar itu hati-hati.

Rubyanne terkejut, tubuhnya bahkan hampir terjungkal ke belakang jika Abraham telat menangkapnya. "Maaf, aku mengagetkan mu, ya?" Abraham berusaha untuk tersenyum, namun senyum yang ia buat malah seperti senyum yang terkesan di paksakan sehingga Rubyanne beringsut takut-takut kemudian merangkak ke sisi kasur yang lain— meminta perlindungan kepada  Adam.

Adam yang masih melakukan kegiatannya membuka suara, "tenang, dia sama seperti kita."

Rubyanne mengernyit karena bingung, persis seperti Abraham ketika sedang keheranan, "hmm?"

"Dia Abraham, kakak mu yang sayangnya juga kakak ku." sahut Adam dengan sedikit helaan napas di akhir kalimat.

"Kakak Luby, Adam." Rubyanne berkata dengan wajah tidak suka.

"Abraham juga kakak Luby."

"Catu! Kakak Luby Adam!"

"Aduh, kau benar-benar lupa atau enggak tahu dia kakak mu, sih?" ujar Adam yang akhirnya berhenti bermain sihir dan malah memilih mencubit pipi gembil Rubyanne.

Rubyanne menarik kerah baju milik Adam, kemudian meminta Adam mendekatkan telinganya, untungnya Adam menurut tanpa membantah, "olang itu jahat." bisik Rubyanne, yang sebenarnya bisa sangat jelas Abraham dengar.

Adam mencoba untuk menahan tawanya karena melihat wajah Abraham yang keheranan sekaligus merasa terluka, "dia jahat bagaimana?"

"Dia melihat Luby di 'bugh' Celena dan Celina, tapi dia 'hmph!' lalu pelgi." Rubyanne berkata sembari meragakan perlakuan Selena dan selina—anak-anak Lady Hermessent— yang memukulnya dan Abraham yang acuh tak acuh kepadanya. Pipi bocah perempuan berumur 5 tahun itu hingga menggembung kemerahan karena terlalu bersemangat.

Adam sebetulnya gemas melihat tingkah laku polos Rubyanne, tapi tak bisa tertawa karena perkataan Rubyanne yang sepertinya sangat serius, "hmm, begitukah?" Rubyanne mengangguk dengan antusias.

"Tapi dia memang jahat, sih. Gara-gara dia jago berpedang, aku jadi mendapatkan luka ini." kata Adam mengompori sembari menyingsingkan lengan bajunya, memperlihatkan luka goresan pedang yang cukup panjang— akibat kalah dari Abraham yang ujung-ujungnya membuat Adam melawan sang ayah, yang juga malah berakhir dengan Adam yang terluka dan kalah.

Abraham mati kutu mendengar semua penuturan Adam dan Rubyanne yang sangat jelas-jelas menyindir dan menyuarakan ujaran kebencian. Memang sih, ini juga salahnya yang dulu memperlakukan kedua adiknya dengan acuh tak acuh.

"Maaf, aku memang bejat. Aku hanya ingin tak terbagi dengan mencoba tak peduli. Tapi tetap saja, aku pun tidak akan bisa hidup tanpa sebuah ikatan darah." kata Abraham sembari mendekat ke arah Adam dan Rubyanne, tangan lelaki itu kemudian mengelus-elus rambut kedua adiknya sayang.

Tapi karena perkataan Abraham yang sulit di mengerti, Rubyanne malah jadi semakin erat mencengkram lengan Adam. "Minta maaf dengan kalimat yang dimengerti anak umur 5 tahun, dong!" kata Adam sembari mencoba menenangkan Rubyanne.

A STORY OF WIALACHAUES [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang