42

14.2K 2.9K 200
                                    

Aslan duduk terdiam sembari menatap Samuel dan Theo yang tengah mengaduk ramuan penawar di dalam sebuah kuali besar, sudah dua jam mereka melakukan hal itu, mengaduk ramuan seperti sedang membuat dodol ukuran besar.

"Hei, ayo kita bergantian!" keluh Theo yang sudah mulai kehabisan tenaga, tubuh atasnya yang shirtless sudah terbalut keringat— mirip binaragawan di dukung dengan tubuhnya yang penuh otot.

"Kita baru bergantian 10 menit yang lalu." kata Aslan santai sembari menghisap cerutunya.

"Itu sudah cukup, 'kan?!"

"Oh, ayolah. Kapan lagi aku akan menyuruh mu melakukan hal ini."

Theo menyatukan kedua telapak tangannya, "Yang Mulia, tolong, saya tahu Anda sedang frustasi, tapi saya mohon jangan lampiaskan kepada kami."

Aslan membuka jas laboratorium nya— meninggalkan kaus lengan pendek berwarna putih yang sangat pas di tubuh atletis pria itu, lalu berjalan menghampiri Theo, karena Aslan lebih tinggi, Theo cukup terintimidasi dengan keberadaan Aslan yang menatapnya datar, "lalu kepada siapa aku harus melampiaskannya? Aku sudah tidak memiliki tempat untuk mengadu. Masih mending aku tidak meminta mu untuk menggulingkan kekaisaran." Aslan merebut sendok kayu besar yang di pegang Theo, kemudian mulai mengaduk ramuan tanpa menghiraukan Theo atau Samuel yang membisu dengan mulut menganga.

Gulp! Theo menelan ludah nya kasar, bukan ini maksudnya, dia hanya bercanda!!

Semua orang yang ada di sana seketika membatu mendengar penyataan Aslan, mereka terlalu terbawa suasana hingga  menyinggung Aslan. Mereka seharusnya menyadari kalau Aslan tetaplah Aslan, seseorang yang dulu sangat datar dengan rasa humor yang tipis, jadi mungkin itu akan sangat menyinggung Aslan. Apalagi Aslan adalah seorang Duke Agung Kekaisaran, bagaimana mereka lupa akan hal itu?

Duncan yang sedang menulis daftar pembuatan obat menatap Theo dengan wajah garang, memang Theo sudah keterlaluan saat ini.

Punggung Theo dingin bergetar, sadar akan tatapan Duncan yang sangat mematikan itu, Theo kemudian segera berlutut di hadapan Aslan, "mohon ampun, Yang Mulia! Saya telah lancang."

Terjadi keheningan selama beberapa saat ..

"Hah?"

"Heh?"

"Apa? Kenapa kau berlutut begitu?"

"Eh? Bukankah Anda tersinggung dengan ucapan saya?"

Aslan diam membatin, kemudian pupil matanya membesar lalu terbahak hingga puas, "kau kenapa? Aku tahu kau hanya bercanda, aku juga bercanda, ayolah jangan kaku begitu kepada ku."

Theo terdiam dengan posisi yang masih berlutut—masih mencerna situasi— begitu juga dengan semua orang yang terdiam seperti patung, tak ada yang tertawa atau bahkan sekedar berkedip, "eh .. tak lucu, ya?"

...

"Ahahaha, tentu saja itu lucu Yang Mulia, astaga lelucon Anda berhasil mengelabui kami." Alexander mencoba mencairkan suasana dengan tertawa sembari menepuk-nepuk bahu Aslan lumayan kencang, meski tertawa mata biru keunguannya menatap tajam Theo dkk hingga mereka semua sadar situasi dan ikut tertawa kaku.

Aslan tertawa canggung, "ah, kupikir aku terlalu terbawa suasana."

"Tidak, salah mereka yang terlalu vulgar kepada Anda." kata Alexander menutupi perkataannya yang tajam dengan raut wajah ceria.

Semua orang menunduk, merasa bersalah dan tersindir, seharusnya mereka lebih tahu diri. "Maaf, Yang Mulia. Kami telah bertindak tidak sopan." Duncan membungkukkan tubuhnya di susul yang lain, membuat Aslan jadi gelapan sendiri, "eh .. bukan— bukan begitu. Aku sama sekali tidak tersinggung, malahan aku bersyukur, dengan pangkat kehormatan dan kesalahanku di masa lalu, kalian masih mau menganggap ku sebagai manusia normal biasa.

A STORY OF WIALACHAUES [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang