24

16.1K 3.1K 122
                                    

Aslan melangkahkan kakinya masuk menuju bar, sebelumnya, lelaki itu juga telah menutup wajahnya dengan topeng yang ia beli pada pedagang kaki lima di pinggir jalan, dia benar-benar berniat untuk singgah di bar, karena itu dia membeli topeng untuk menutupi seluruh identitasnya.

Bar di pojok ibu kota, tanpa nama, namun penuh dengan pengunjung meski matahari masih bersinar dengan terang di luar sana. Itu adalah bar yang Aslan kunjungi dalam persinggahannya kali ini.

Bau alkohol adalah hal pertama yang menyambut Aslan, bau yang sangat menyengat hingga membuat Aslan hampir memuntahkan isi perutnya, para wanita penghibur juga membuat Samuel sakit mata. Namun keduanya tak membuat Theo Silas terganggu, lelaki itu malah menikmati persinggahannya kali ini, bahkan lelaki itu sesekali menggoda para wanita yang telah di pesan oleh orang lain.

"Wow, kau sexy manis." goda Theo ketika seorang wanita penghibur datang menghampiri mereka, namun bukan untuk menggoda Theo, wanita itu malah datang dan bergelayut manja ke arah Aslan. Iri, itu yang di rasakan Theo, meski menggunakan topeng, para wanita seperti tahu siapa yang lebih berkuasa dan berduit banyak.

Aslan tertawa canggung menanggapi raut masam bawahannya, "kau manarik di mata orang yang tepat, Reece." Theo hanya mendengus menanggapi ejekkan sang Duke Agung, enggan menjawab meski rasanya ingin memaki juga sekalian.

"Nah, gadis manis. Bisa beritahu kami dimana si bayangan berada?" Raut wajah si wanita penghibur bergaun ketat yang tadinya sangat ceria berubah menjadi kaku, tubuhnya yang bergelayut manja pun sudah berdiri tegak dan melepaskan pelukannya pada Aslan.

"Berapa yang kau punya?" Kata wanita itu datar, menatap Aslan dengan mata hazelnya.

"Semua, hingga emas tak bernilai." Di dalam topengnya Aslan tersenyum simpul, kode rahasia yang hanya diketahui segelintir orang, bisa ia ketahui dengan mudah. Bahkan Aslan yang asli pun tak tahu kode itu. Aslan sedikit bersyukur terlempar ke dalam novel karyanya sendiri. Tentu dia mengetahui seluk beluk dari dunia yang ia buat lewat imajinasi nya sendiri.

Pupil mata si wanita penghibur membesar, tanda bahwa ia terkejut dengan pernyataan Aslan, namun wanita itu tak berkata apa-apa hanya menetralkan rasa terkejutnya seperti seorang profesional. Kemudian wanita itu pergi memanggil seorang bocah, bocah lelaki berusia 7 tahun berambut hitam legam dengan baju lusuh berbahan karung goni.

Meski awalnya sempat bingung akhirnya Aslan mengerti apa maksud dari kedatangan bocah itu, "dia adalah pemandu mu, namanya Kai, tenang saja, meski masih muda dia seorang ahli." Kata wanita itu sembari mengerling manja pada si bocah.

Aslan mengangguk, kemudian menyelipkan 2 keping koin emas pada gaun di bagian dada si wanita penghibur, "uang tip."

Si wanita penghibur tertawa, "senang melayani mu, tuan." Tak lupa wanita itu juga memberi kecupan singkat di leher Aslan yang kebetulan tak tertutup apapun, kemudian melenggang pergi menyambut tamu yang lain, meninggalkan Aslan yang terbengong-bengong di dalam topengnya.

Meski itu servis biasa yang sering di lakukan para wanita penghibur kepada pelanggannya, tapi Aslan tetap saja merinding, padahal tubuh yang ia pakai sekarang sudah banyak meniduri wanita. Memang jiwa seorang perjaka adalah suci.

Theo mendengus melihat tuannya, "apa mau aku pesankan kamar ekslusif untuk mu, Blake?"

"Oh, tak perlu, kita ada pekerjaan lain," Aslan mengibaskan tangannya, menolak tawaran Theo yang padahal sedang menyindirnya. "Nah, nak, bisa tolong beri tahu dimana jalannya?"

Bocah yang di tugaskan untuk memandu Aslan dkk mengangguk, "baik, mari ikuti aku."

Aslan, Samuel dan Theo berjalan mengikuti bocah itu, mengintil di belakang seperti anak bebek yang mengekor pada induknya. Dalam hati Aslan tersenyum melihat bocah lelaki bernama Kai itu, di masa depan, Kai akan menjadi pewaris dari bar yang mereka kunjungi, sekaligus, Second Male Lead dari kisah cinta Rubyanne.

Aslan sebenarnya gatal ingin meminta maaf secara langsung karena membuat skenario percintaan yang kurang mengenakan untuk karakter utama laki-laki kedua seperti Kai, yang hanya mencintai tanpa di cintai, harus memperjuangkan cinta sepihak hingga akhir.

Dalam hatinya Aslan berdoa, semoga Kai tidak di pertemukan dengan Rubyanne dan menemukan cinta sejati yang mampu mencintainya hingga mati.

Namun untuk saat ini, mari lupakan soal masalah percintaan Rubyanne, Aslan dkk dan juga Kai masuk ke dalam lift manual yang berada di pojok ruangan, lift yang hanya bisa menampung 4 orang dewasa itu turun dengan perlahan menuju tempat yang lebih rendah, melewati beberapa bar lain hingga akhirnya berhenti di lantai paling bawah.

Berbeda dengan tempat sebelumnya, kali ini bukan bau alkohol menyengat yang tercium di hidung Aslan, melainkan bau tanah basah. Jelas, karena tempat yang Aslan kunjungi kali ini berada di bawah tanah, yang cukup gelap, hanya ada beberapa obor yang menggantung di dinding gua, juga tak ada satupun orang yang berlalu lalang padahal di beberapa lantai sebelumnya banyak orang yang berkumpul untuk menikmati segelas anggur.

"Lantai terakhir bar ini hanya di peruntukan bagi orang-orang yang mengetahui kode Berlian, untuk menjaga privasi sekaligus pelayanan VVIP yang di sediakan oleh si bayangan. Orang-orang yang memakai kode emas, perak dan perunggu memiliki ruangan lain yang bisa di akses dengan mudah oleh siapapun." Jelas si bocah pemandu.

Aslan mengangguk, tanpa di jelaskan pun ia sudah tahu. Maksud dan tujuan Aslan yang sesungguhnya mengunjungi bar kali ini adalah untuk mencari informasi tentang Duke Anthony Hezekiah Peregrine, Aslan sadar betul bahwa meskipun ia tahu seluk-beluk dan bagaimana cerita di dunia itu berlangsung, Aslan masih tidak bisa memprediksi masa depan yang akan terjadi di tambah sudah banyak kejadian yang melenceng dari adegan yang seharusnya.

Samuel yang awalnya bingung mulai mengerti apa yang tuannya rencanakan, namun tidak dengan Theo, "sebenarnya apa yang akan kita lakukan?" Tanya ksatria berambut merah itu sangsi.

"Sumpah, sudah sampai sini kau masih belum bisa membaca situasi?" sinis Samuel yang tidak mengerti jalan pikir otak sang sahabat.

"Hei, memangnya situasi itu judul novel?" kilah Theo, sebagai seorang ksatria yang pandai bermain pedang, kelemahan seorang Theo Silas adalah payah dalam membaca situasi. Ya, dia hanya menggunakan keberuntungan di separuh hidupnya.

"Tenang kawan-kawan, kunjungan terkahir kita kali ini adalah bertemu si bayangan, informan paling handal yang tahu semua isi dunia." Ujar Aslan misterius. Dengan topeng datar berwarna putih yang menutupi seluruh wajahnya membuat suara berat Aslan semakin menggema, di tambah lagi mereka sedang berada di dalam gua, menambah-nambah bumbu dramatisasi.

Samuel dan Theo saling pandang, meski banyak yang ingin mereka tanyakan, mereka memilih diam dan menunggu, dia yakin, pilihan sang Duke Agung kali ini tidak mungkin salah.

___

[A/n : Haha, lunas ya. Akhirnya bisa ngejar double up juga walau sempat ngaret, harusnya tadi malam tapi sampai tadi malam naskahnya belum kunjung selesai. Akhirnya saya selesaikan pagi ini sambil ngantuk-ngantuk. Update kali ini di dedikasikan untuk ulang tahun saya😆]

A STORY OF WIALACHAUES [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang