29

13.7K 3.1K 22
                                    

"96, 97, 98, 99, 100. Siap atau tidak aku akan menemukan mu." Adam membuka mata nya yang ia tutup, kemudian mulai menelusuri semak-semak, mencari sesuatu yang jelas bersembunyi darinya.

"Ayo, kelinci, dimana kau berada. Aku akan menemukan mu." Bocah lelaki itu mengintip di balik pohon maple yang tumbuh besar di pekarangan manor Wialachaues. Namun yang ia cari tak ada di sana. Rubyanne masih bersembunyi di tempat lain.

Iya, bocah lelaki itu mencari Rubyanne, sudah 30 menit mereka bermain petak umpet dan Adam selalu mengalah. Saat bertukar posisi Adam pun harus pura-pura menyerah walau sebetulnya ia tahu dimana Rubyanne bersembunyi. Biar masih bocah, matanya setajam elang, penciumannya pun sangat tajam sehingga mudah untuk mengenali keberadaan Rubyanne dari jarak ratusan meter.

Selama seminggu hanya bermain bersama Rubyanne membuat insting anak kecilnya kembali terasah, bermain petak umpet, ular tangga, hingga menemani Rubyanne bermain boneka dan piknik di pinggir danau.

Awalnya ia merasa keberatan, dia melakukan semua itu karena terpaksa dan atas dasar perintah dari ayahnya sendiri.  Namun semakin lama Adam semakin ketagihan.

"Ruby!!" Adam berteriak ketika tidak menemukan Rubyanne di balik patung air mancur yang berada tepat di tengah-tengah taman bunga. Padahal jelas tadi aroma Rubyanne berkumpul di balik patung duyung itu.

"Hei kelinci kau dimana?!" Adam panik karena bau Rubyanne tercium dari berbagai arah, membuat bocah itu bingung menebak tempat persembunyian Rubyanne.

Adam kemudian mengikuti jejak aroma Rubyanne yang paling pekat, itu menuju ke arah kawasan labirin, entah siapa dan dengan maksud tujuan apa orang itu membangun labirin, Adam sendiri tidak tahu.

Namun tetap saja, setelah hampir 10 kali memutari labirin berliku itu Adam masih tidak bisa menemukan Rubyanne.

"Sial, aku kecolongan." Dia menggerutu sembari mengacak rambutnya frustasi. Adam tak suka dikalahkan dia lebih suka mengalah karena itu adalah sifat pria sejati.

Saat sedang berpikir keras untuk menemukan Rubyanne, tiba-tiba tubuh Adam menegang, dia mencium bau lain, bau asing namun familiar yang bercampur aduk dengan bau milik Rubyanne.

Adam kemudian menajamkan indra pendengar dan penciumannya seperti sinyal ultrasonik, Adam terus mencari, mengerahkan seluruh kemampuannya, "dimana .. dimana kau Rubyanne .."

"Kau mencari ini?" Adam membuka matanya spontan, konsentrasinya buyar ketika sosok berbau asing itu muncul di hadapannya.

"Kau .." Adam membeku, tak mempercayai apa yang ia lihat.

****


"Wah, orang itu sepertinya benar-benar sudah berubah, ya?"

"B-bagaimana kau bisa datang kemari?" Adam masih mematung, tubuhnya mengeras seolah-olah membeku hingga ia tak bisa menggerakkannya.

"Tentu saja dengan menunggang kuda, kau ini bagaimana." Orang asing itu kemudian beralih pada Rubyanne— yang ia jinjing di tangannya. Lelaki itu dengan mudah mengangkat kerah belakang gaun Rubyanne seperti mengangkat boneka. "Bukankah ini anak dari wanita suku es itu? Warna rambut dan wajah mereka sangat mirip."

Wajah Adam mengeras ketika melihat sang adik di perlakukan tidak hormat, "a-apa yang kau lakukan bodoh, adikku bisa kesakitan!"

"Adik mu? Wah, sejak kapan kau mengakuinya sebagai adik?"

"Berisik, lepaskan Rubyanne!" mata Adam berkilat marah, urat-urat di pelipis bocah kecil itu juga sudah mulai menonjol, bahkan udara mendadak dingin dengan angin kencang yang tiba-tiba muncul menerbangkan sampah-sampah daun yang berserakan. Bocah itu benar-benar marah.

A STORY OF WIALACHAUES [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang