Sea memutar kepalanya, memberanikan diri menatap wajah bringas Raga. "Lo percaya? Lo cuma denger dari omongan orang lain, tapi nggak liat dari mata kepala lo sendiri--"

"Gue nggak trima protes lo, bitch!" sela Raga dengan intonasi tinggi.

"Ch, bulol!" Jari telunjuk Sea mengetuk pelipis Raga dua kali. "Semua omongan dia, lo rekam di sini tanpa lo cerna dulu--"

Raga menahan tangan Sea agar berhenti menyentuh pelipisnya, cowok itu menatap Sea lebih tajam lagi. Sea tersenyum miring, merasa lawannya sedikit terintimidasi.

"Bener ya, kalau cinta itu buta. Lo sampai nggak bisa bedain mana yang bener, sama mana yang salah. Manda kasih lo apa sampai bikin lo sebucin ini?"

"Putri Pecandu!" panggil Raga yang sontak membuat netra Sea melebar.

Raga mendekatkan bibirnya ke telinga Sea. "Lo bakalan habis sama anak-anak lain setelah gue kasih tau siapa lo sebenarnya, mau?"

Ekspresi Sea langsung berubah seratus delapan puluh derajat, seluruh tubuhnya melemas hingga nyaris ambruk di tempat.

Raga tersenyum puas setelah melihat ekspresi cemas di wajah Sea, tangan kanannya bergerak mengusap pipi Sea yang berdarah. "Jadi, jaga sikap lo!"

Raga membenarkan posisi jas almamater Sea yang sedikit menurun, lantas mengencangkan dasi gadis itu.

"Cuma butuh waktu sampai rahasia lo gue bongkar." Raga berdiri, kemudian pergi dari kafetaria.

Detik itu juga, tubuh Sea ambruk karena terlalu terkejut dengan bisikan Raga. Beruntungnya, seseorang berhasil memegang lengannya sehingga ia tidak terkapar di lantai.

"Pake!" kata Dean di tengah keributan anak-anak Rothes.

Cowok berjaket kulit hitam itu menyodorkan bandaids stitch ke arah Sea, sementara Sea justru menyentakkan lengannya dan mulai bangkit dari lantai.

"Gue ga butuh," tolak Sea singkat.

"Kayaknya butuh," imbuh Dean sembari menyentuh ujung luka di pipi Sea menggunakan jari telunjuk.

"Aw! SAKIT!" pekik Sea melotot seraya melindungi pipinya. "Mau gue pukul dada lo sampai bunyi intro Netflix?!"

Dean tersenyum tipis, lalu memberikan bandaids tadi secara paksa, terlalu singkat dan cepat sehingga Sea tidak memiliki waktu untuk menolaknya lagi.

"Dumb!" gumam Dean menatap Sea sekilas, kemudian berlalu pergi mengikuti jejak teman-temannya.

Dia, Dean Nata Lakeswara. Mungkin merupakan populasi cowok paling langka di Lavegas? Kepribadiannya cukup dingin, sikapnya terlalu tenang, dan minim ekspresi.

Ah satu lagi, kalimat yang keluar dari bibirnya tidak pernah menyentuh angka lebih dari tiga. Mungkin dikutuk sama para leluhurnya? Atau, salah urat kali.

"Sh, ngerepotin lo! Mending pindah sekolah lagi! Harusnya nggak usah terima murid beasiswa, ngotorin sekolah aja!" Kali ini, Melvin yang bersuara.

Cowok bertubuh tegap nan tinggi itu memasukkan kedua tangannya ke saku, lalu ikut menyusul Raga bersama Veron dan Oza usai melempar tatapan sengit pada Sea.

RAGASEA (END)Where stories live. Discover now