O9 | halaman kesembilan

Start from the beginning
                                    

Ia menggelengkan kepalanya, dan segera menuju kamar untuk mandi.


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Suara ketikan tampak memenuhi seisi ruangan yang sunyi tersebut. Asahi sedang belajar untuk persiapan ujian yang sudah tidak lama lagi datang.

Asahi adalah tipe orang yang jarang belajar. Tapi sekalinya belajar, ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam, sama seperti saat ini.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua, dan Asahi masih betah berkutat dengan buku dan laptopnya.

Dan omong-omong, Soobin tadi mengabari bahwa sementara Asahi diliburkan agar ia bisa fokus untuk ujian dan memberikan upahnya lewat rekening tadi malam.

Asahi sebenarnya tidak enak, karena ia masih belum lama bekerja tetapi Soobin sudah membayarnya. Soobin memang keras kepala.

Tok tok tok!

Suara ketukan yang keras terdengar, dan Asahi beranjak untuk melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya.

Cklek!

Tampak Nyonya Watanabe dengan tampang yang angkuh menatap Asahi datar. Ia menyuruh Asahi untuk mengikuti nya ke ruang kerja nya, dan Asahi menurutinya.

Sesampainya disana, Nyonya Watanabe tidak langsung bicara. Ia duduk di kursi nya sembari menatap Asahi, sedangkan Asahi hanya bisa menunduk pasrah.

"Jujur saja, habis darimana kamu sore tadi?" tanya Nyonya Watanabe dengan suara yang tenang.

Asahi tampak menggerakkan jarinya khawatir. "Kerja kelompok," jawabnya pelan.

Ctak!

Sebuah penggaris yang panjang tampak dipukul keras di meja, membuat Asahi reflek menutup matanya.

"Bohong. Bukannya saya bilang untuk jangan bekerja, hm?" ujar Nyonya Watanabe, sambil berjalan menuju Asahi.

Tiba-tiba, pergelangan tangan Asahi diraih olehnya, dan tampak ditekan sembari sedikit diputar. Asahi meringis kesakitan. Sungguh, tenaga wanita ini bukan main.

"Kenapa kamu tidak menurut? Jangan-jangan kamu ingin menggunakan uangnya untuk hal yang aneh-aneh? Hah?!"

Asahi menggeleng keras. "S-Saya hanya ingin menabung agar tidak merepotkan." jawabnya, masih sambil menahan rasa sakit karena Nyonya Watanabe tampak semakin memutar pergelangannya.

Bruk!

Tiba-tiba Asahi didorong hingga punggungnya menyentuh lantai keras. Yang bisa ia lakukan hanya menahan rasa sakit dan menahan untuk tidak berteriak.

"LO GAK APA-APA?"

Tiba-tiba Asahi merasakan seseorang membantunya untuk berdiri. Ia membuka matanya, dan melihat Haruto yang tampak menatapnya khawatir.

"Haru? Untuk apa kamu menolong dia?! Lepas!" teriak Nyonya Watanabe, dan mendapat gelengan dari Haruto.

"Haruto emang gak suka sama dia, tapi bukan berarti mama bisa bebas ngelakuin kekerasan. Haruto udah muak, ma." jawab Haruto, dan membopong tubuh Asahi untuk keluar dari ruangan ini.

Nyonya Watanabe tampak menggeram kesal. Ia menendang kursi yang berada disebelahnya dengan keras hingga menimbulkan bunyi, dan Haruto tampak masih tidak peduli.




[ • • • ]





"Gue gedek banget sama lo!" ucap Haruto, sambil mengurut pelan pergelangan Asahi yang tampak membiru karena ulah Nyonya Watanabe tadi.

Barusan Haruto membawa Asahi ke kamarnya, dan ia segera mengeluarkan kotak P3K untuk mengobati Asahi.

"Ya gimana? Aku bukan siapa-siapa disini dan aku gak punya hak buat ngelawan." jawab Asahi lirih, membuat Haruto berdecak sebal.

"Tapi bukan berarti lo harus ngorbanin fisik lo kayak gitu. Habis ini ujian, nanti kalo lo sakit gimana?" ujar Haruto, yang tampaknya ia tidak sadar dengan apa yang diucapkannya.

Asahi tersenyum, dan mengacak rambut Haruto pelan. "Aku gak apa-apa, udah biasa kok. Kamu kenapa jam segini belum tidur?" tanya Asahi mengalihkan topik.

Haruto menunjuk deretan buku yang berada di meja belajarnya. "Gue mau belajar buat ujian. Tiba-tiba gue denger suara mama di kamar lo. Yaudah gue ikutin."

Asahi mengangguk paham. "Aku juga tadi lagi belajar buat ujian." gumamnya.

Tiba-tiba Haruto tampak menekan pergelangan Asahi, membuat Asahi meringis dan reflek memukul lengan Haruto kencang.

"Sakit!" ucapnya, sambil mengelus pergelangan tangannya yang ditekan Haruto barusan.

"Pffftt.."

Asahi mengangkat kepalanya, dan mendapati Haruto yang tampak menahan tawanya. Saat menyadari Asahi memergokinya, Haruto segera membuat ekspresi datar kembali.

"Alay, gitu aja sakit." ucap Haruto tiba-tiba.

Asahi hanya bisa berpura-pura tidak tau, dan menggerakkan pergelangannya. "Wah, udah gak terlalu sakit, sih. Aku baru tau kamu bisa ngurut kayak gini."

"Ya iya lah, temen gue anak PMR. Udah sana lo pergi, gue mau tidur!" ucap Haruto, dan mendorong pelan tubuh Asahi untuk segera pergi dari kamarnya.

"Iya iya. Tapi beneran tidur ya, belajarnya lanjut besok aja! Semangat buat kita!" jawab Asahi, sebelum akhirnya benar-benar pergi dari kamar Haruto.

Haruto hanya menggelengkan kepalanya pelan sambil mengulas senyum tipis.




















Tunggu.. barusan ia berinteraksi dengan Asahi? Dan bahkan tersenyum?



















Ah entahlah, Haruto merasa senang. Ia senang karena tidak terlalu canggung dengan Asahi. Kini, ia tidak terlalu memikirkan perihal ia yang tidak suka dengan Asahi dan akan bertingkah sewajarnya saja untuk kedepannya.



















Karena Haruto merasakan hatinya menghangat hanya dengan kehadiran Asahi, ia mengakui itu.

You're Enough! ✔Where stories live. Discover now