17. Bianca the Little Girl

Começar do início
                                    

*****

Seorang gadis cantik tengah duduk dipinggir kolam rumahnya. Ia mencelupkan kedua kakinya di kolam tersebut seraya menatap indahnya langit malam kala itu. Gadis itu mengerjapkan kedua matanya sejenak.

"Aku ... akan selalu jadi sahabat kamu."

Seperdetik ia menutup matanya, gadis itu mengingat perkataan yang pernah diucapkan oleh sahabat kecilnya dulu. Ia mengusap seluruh wajahnya, mengacak rambutnya.
"Brayn, Argh!" teriak gadis itu.

Flashback.

Dua orang siswa dan siswi Sekolah Dasar baru saja pulang sekolah, mereka berjalan bersama dengan penuh canda dan tawa. Setelah sampai didepan rumah mereka yang memang bersebelahan, keduanya pun saling melambaikan tangan masing-masing, kemudian masuk ke dalam rumah. Tak butuh waktu lama, gadis kecil itu keluar dari rumahnya sambil berlari menuju ke rumah temannya. Ia berdiri dihalaman rumah tersebut.

"Brayn ... Brayn ... Main yuk," panggil gadis kecil itu.

Temannya pun keluar dan menemuinya, ia memasang wajah murung didepan gadis kecil itu. "Kamu kenapa, kok sedih?" tanya gadis kecil itu dengan polos.

"Maaf Ayonha, kayanya apa yang kita omongin kemarin itu bener. Kalau Papah aku pindah tugas,"

Gadis kecil itu terdiam sejenak, ia menatap wajah temannya. "Jadi kamu beneran pindah?" tanyanya dengan mata berkaca-kaca.

Brayn mengangguk secara perlahan. "Bahkan sekolah aku pun pindah. Kamu lihat kan, barang-barang aku udah diberesin, dan Papahku tinggal nunggu mobil pengantaran barang datang," ujarnya seraya memperlihatkan banyaknya barang-barang dihalaman rumahnya.

Gadis kecil itu terdiam, perlahan butiran bening jatuh dipipinya. Pria kecil itu mengusap lembut airmatanya "Ayonha nggak usah sedih, aku akan selalu jadi sahabat kamu."

*****

Mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu dengan teman masa kecilya, membuat Ayonha menitihkan airmata. Ia mengusap seluruh wajahnya.

"Bryan lo bohong Brayn, katanya lo akan selalu jadi sahabat gue. Mana janji lo Brayn, sekarang lo malah selalu belain cewe' kampungan itu si Bianca," lirihnya.

Airmatanya semakin terjun bebas dipipinya, ia sangat marah karena hubungannya dengan Brayn sekarang tak seperti dulu lagi. "Argh !!!"

*****

Dering ponsel yang berkali-kali berbunyi, membangunkan lelaki tampan dengan alis tebal itu. Perlahan, ia membuka kedua matanya dan meraih ponselnya yang berada diatas meja tersebut, segera dilihatlah layar ponselnya yang ternyata sang Papah yang menguhubungi dirinya, bahkan mengirim pesan sampai puluhan kali. Ia menghela napasnya, mengusap kedua matanya dan duduk.

"Alex, kamu ke Rumah Sakit Sentosa sekarang. Papah mohon kali ini dengarkan Papah, Lex."

Alex sebenarnya malas menuruti permintaan Papahnya, apalagi ini pukul 22.00. Waktunya orang untuk beristirahat. Alex melihat foto sang Mamah, ia tersenyum tipis. Lalu segera bangkit dari posisinya dan mengambil kunci mobil serta jaket. Tak lama, ia berlari kecil menuruni tangga menuju garasi rumahnya, menaiki mobil hitam miliknya menuju ke Rumah Sakit.

Beberapa menit telah berlalu, Alex pun sampai di Rumah sakit. Ia segera turun dan menuju ke ruangan yang dituju. Dirinya melihat sang Papah tengah duduk dikursi yang berada diluar ruangan tersebut. Alex berjalan perlahan menuju Papahnya. Thomas pun melihat kearah sang anak yang berjalan mendekatinya, ia berdiri. Dan kini, mereka saling berhadapan satu sama lain.

Om Alex (My Cold Husband) ✓Onde as histórias ganham vida. Descobre agora