BAB 9: Pertemuan.

0 0 0
                                    

Setibanya aku di Resto, aku langsung meminta segelas kopi pada Kadru. Suasana Resto tampak tegang, sepertinya isu seleksi pegawai telah beredar diantara mereka. Keberadaanku, menjadi ancaman bagi mereka. Pantas saja, tak ada yang menyapaku, setibanya aku di pintu masuk tadi, sial.

Tak menunggu lama, aku memulai presentasi dengan sigap. Menjabarkan alasan adanya perubahan sistem, dan bagaimana Resto berjalan kedepannya. Aku mengumumkan, adanya tes ulang untuk menyeleksi pegawai saat ini, jika ada yang belum memenuhi kualifikasi, terpaksa aku akan merekrut pegawai baru. Mereka tampak kecewa, sebab pekerjaannya terancam hilang. Namun aku meyakinkan, bahwa jika mereka bersungguh-sungguh, semua bisa terlewati dengan mudah.

Aku memberikan waktu seminggu, untuk menguasai semua yang perlu menjadi syarat. Tentu, nantinya Kadru akan cukup membantu, untuk ikut menyeleksi diantara mereka. Mengingat, mungkin aku masih belum kembali dari dinas luar kota bersama Cemani.

"lalu aku bagaimana?" Kadru.

"tentu kau juga akan di seleksi, untuk kandidat manager."

"apa saja kualifikasinya? Aku akan mulai menyiapkannya."

"tunggu saja, hingga aku mengunggah lowongannya ke sosial media."

"ayoklah Nis, kau kejam sekali padaku." Wajahnya penuh belas kasih.

"dasar! Nanti akan kukirimkan ke emailmu. Tolong kau upload lowongannya segera."

"baiklah, aku suka sikapmu. Tapi, apa harus perubahan sebesar ini?"

"harus, aku tak ada waktu untuk selalu disini, lagi pula layaknya usaha, perubahan penting."

"awalnya aku sangat kesal padamu, namun aku sadar, sikapku hanya kedok dari betapa pengecutnya aku."

"ada apa denganmu?"

"tidak, akhir-akhir ini aku hanya sering berpikir dan merenung."

Ternyata Kadru baru saja ditinggalkan oleh istrinya, yang juga membawa salah satu anaknya. Pertengkaran rumah tangga yang awalnya sepele, menjadi sangat besar dan serius. Perbedaan pendapat adalah faktor utamanya. Tak bisa dipungkiri, mereka memiliki ego yang kuat.

"terimakasih Nis."

"untuk apa?"

"telah memberiku kesempatan, disaat yang lain tidak."

Aku tersentak mendengar kalimat terakhir Kadru. Padahal aku tidak melakukan apa-apa, namun baginya "kesempatan" bisa membuatnya merasa dihargai. Sebenarnya, aku tahu jelas bagaimana rasanya. Ketika Kadru tak mendapat pilihan atas kepergian istrinya. Seolah kesempatan tertutup untuknya, memperbaiki situasi dan menyelesaikannya bersama. Sama sepertiku, disaat Ijas mengkritik semua tentangku. Bagiku, pertemuan terakhirku dengannya, bukan untuk menyelesaikan kesalahpahaman , namun lebih untuk menghakimi ku.

"kau baik-baik saja?" tanyaku pada Kadru.

"ya aku baik-baik saja."

Ia tidak baik-baik saja, wajahnya lesu, semangat hilang. Bahkan berat badannya turun, aku bisa melihatnya jelas.

"Niskala." Suara dari arah belakangku.

"tante." Ternyata ia baru datang.

"bagaimana semua sudah selesai?"

"aku sudah mengurusnya."

"bisakah kau ikut aku pulang sebentar."

"ada apa te?"

"ada Ijas dirumah."

"Ijas? ada perlu apa?" jantungku berdegup, tiap kali nama itu disebut.

"ia hanya mampir sebentar, lalu kuberitahu bahwa kau ada disni."

EGO CRUSHWhere stories live. Discover now