1)Hidup Di Dalam Fiksi

3.2K 327 50
                                    

Matahari sudah terbenam, sudah waktunya ia berhenti bekerja menyinari dunia dua belas jam lebih. Maka biar lah ia terlelap di dalam selimut awan yang lembut dan tebal. Merenggangkan tubuh bulatnya yang lelah terus mengeluarkan sinar-sinar terik demi makhluk bumi. Berganti oleh si kecil bintang yang sering sekali mengedipkan sinarnya menggoda. Serta dibantu oleh lampu-lampu buatan manusia.

Aku masuk ke dalam kamar disertai oleh helaan napas. Setiap hari selalu melelahkan bagiku. Bekerja sebagai editor novel di salah satu penerbit besar memang nampak menyenangkan, ya aku akui memang. Namun tetap saja lelah. Terutama bagian jari-jari, leher, dan pinggang. Ah, jangan lupakan mataku yang sering perih kelamaan menatap layar laptop.

Entah sudah berapa banyak novel yang aku pegang dan revisi supaya bisa lolos terbit. Seringnya aku menangani novel dari penulis-penulis muda. Yah, sekarang sedang trend cerita-cerita romance dari aplikasi Wattpat dimana penulisnya anak-anak remaja yang masih sekolah. Wah, sejujurnya aku kagum kepada mereka yang memiliki minat menulis di tengah kesibukan sekolah. Mungkin karena mereka hobi atau memang itu cita-cita mereka. Dan artinya penerus muda bangsa Indonesia sudah paham pentingnya dunia literasi. Bukankah itu bagus? Aku sangat mengapresiasikannya. 

Aku menaruh tas selempang yang aku beli seharga delapan pulu ribu di gantungan belakang pintu, lalu duduk di pinggir kasur. Sedikit merasa nikmat dirasakan bokongku, yang beberapa menit tadi terdampar di jok motor. Uuh, jarak yang lumayan jauh antara rumah dan tempat kerja sungguh menyiksa bokong yang menjadi kaku. Dan empuknya kasur menyelamatkan bokongku. Sungguh, terimakasih.

Aku mengecek ponsel yang aku yakin mendapat beberapa chat. Benar saja, beberapa chat masuk. Dari grup kantor, teman kerjaku, sepupuku, dan kekasihku Adin.

Aku buka dulu chat dari Adin kekasih tercinta. Aku tersenyum membaca chat Adin yang menanyai apakah aku sudah sampai apa belum. Adin juga bercerita soal rencana pertemuan antara aku dan keluarganya untuk membahas pertunangan kami. Aku senang. Aku merasa beruntung dipertemukan Adin di dalam hidupku. Apalagi sebentar lagi, semoga saja, Adin benar-benar akan menjadi suamiku.

Aku dan Adin bertemu tujuh tahun lalu. Di tahun keempat pertemuan, kami memutuskan untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Aku mencintai Adin. Adin pun mencintaiku. Adin adalah jawaban dari setiap doaku pada Tuhan.

Adin memiliki senyuman yang manis. Senyuman yang ketika ia pamerkan akan membuat seluruh rasa jengkelku menghilang. Adin memiliki pemikiran yang dewasa dan berwawasan luas. Maka tidak pernah bosan aku berbincang padanya, tentang apapun itu. Bahkan aku selalu melibatkan Adin dalam mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidupku. Adin juga lelaki yang lembut dan perhatian. Seperti dirinya yang tiba-tiba mengirimkan makanan ke tempatku kerja, mengirim tukang pijit. Ah, pokoknya aku sangat beruntung dicintai oleh Adin.

Dan sebentar lagi aku dan Adin akan bertunangan. Aku sangat tidak sabar. Aku sudah yakin ingin menghabiskan waktu seumur hidupku bersama laki-laki seperti Adin.

Tentu saja sebelum menemukan keyakinan seperti ini, aku pernah mengalami keraguan atas perasaanku dan keputusan untuk menerima Adin dalam hidupku. Dulu aku pernah menolak Adin menjadi kekasihku. Sebab aku masih mencintai laki-laki lain.

"Percuma, Din, mencintai perempuan seperti aku ini. Perempuan yang kamu cintai ini sudah mencintai laki-laki lain, Din. Aku sangat mencintainya. Hingga memberikan seluruh hatiku untuknya. Tidak ada yang tersisa untuk kamu," tolakku kala itu.

Aku menolak Adin dengan bola mata berkaca-kaca menahan tangis. Dadaku sangat sakit sampai aku tidak bisa bernapas. Pikiranku kacau sampai kepalaku pening. Pernyataan cinta dari Adin membawaku pada wisata masa lalu ketika laki-laki yang aku cintai juga menyatakan cintanya padaku.

Pluto ProjectorWhere stories live. Discover now