Duapuluh Empat

209 51 13
                                    

Pulang. Atau menunggu reda.

Lia masih berada di galeri fakultasnya. Hari ini perkuliahannya berakhir di sore hari. Namun naasnya, waktu selesai perkuliahan Lia tidak lebih cepat dari datangnya hujan yang dengan indah telah mengguyur kuyup motor dan helmnya. Bodohnya lagi, jas hujan berwarna biru dengan corak polkadot milik Lia masih tergantung di jemuran untuk dikeringkan karena ia lupa memasukkan ke dalam jok motornya sebelum pergi kuliah. Lia juga menolak menerabas terjangan hujan karena jarak rumah yang jauh tentu akan mengundang datangnya demam dan flu. Lia juga sudah bilang kepada orang tuanya kalau akan pulang terlambat karena peristiwa ini.

Hari semakin malam, sepertinya Lia benar-benar harus menembus hujan yang menolak reda untuk bisa pulang. Maka, kini Lia meraih tasnya dan berdiri dari bangku semen tempat ia duduk. Lia kemudian berjalan menuju serambi kanan galeri untuk bersiap lari menuju parkiran belakang.

Bersamaan dengan itu, ada sebuah mobil dengan bak terbuka berwarna putih melintas dan berhenti di depannya. Lia tahu betul mengenai mobil yang juga sering dikendarai Begundal untuk mengangkut keperluan koor saat masa SMA dulu.

Itu, mobil pick-up milik Ino.

Tapi naas, seorang dibalik kemudi bukan sang pemilik, melainkan temannya.

"Flashdisk!"

Kening Lia berkerut, tentu. Kepalanya menengok ke belakang, tidak ada siapa-siapa. Hanya ada dirinya dan kesendiriannya.

Siapa pula flashdisk itu?

"Temennya Begundal, kan? Mia? Ia? Lia?"

Lia tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya canggung, "Iya, Lia, Mas Bayu."

"Mau kemana? Parkiran?"

Lia menganggukkan kepalanya lagi. Bayu melihat ke arah parkiran yang tampak sedikit gelap karena pencahayaan yang memang disengaja remang.

"Ayo, naik. Bahaya sendirian nanti kesambet."

"Ng—nggak usah, Mas. Aku udah sering malem-malem, kok. Mas Bayu duluan aja."

"Ini mau ke parkiran juga kok, Li. Ayo ah, buruan. Pacarku udah nunggu."

Sebab tidak bisa melakukan penolakan dan menimbang bahwa ajakan itu bukan sesuatu yang buruk juga, Lia pun mengambil langkah dan berlari kecil menembus serbuan rintik hujan untuk masuk ke dalam mobil pick-up itu. Lia duduk di samping penguasa kemudi, yakni Bayu yang telah melajukan mobil menuju parkiran.

"Abis darimana, Mas?"

"Ini tadi abis taruh perkap buat acara HIMA besok. Kok belum pulang?"

Lia mengangguk-anggukkan kepalanya lalu terkekeh dengan kaku, "Nunggu hujan reda, Mas."

"Tapi hujannya nggak reda, tuh. Enggak bawa jas hujan?" tanya Bayu kepada Lia yang terdengar aneh karena hujan pun saat ini belum reda—bahkan sedikitpun.

Kepala Lia lagi-lagi hanya mengangguk membenarkan asumsi Bayu terhadap aktivitasnya.

"Loh, terus ini mau pulang hujan-hujanan?"

Pahit memang, tapi benar. Lantas Lia menganggukkan kepalanya lagi tanpa bisa menyangkal. Kemudian Bayu menanyakan dimana alamat rumah Lia dan respon yang diberikan Bayu tentu sudah bisa Lia tebak.

"Walah, deket rumahnya si Ino! Ya udah bareng dia aja, Li. Daripada hujan-hujanan, kan?"

"Enggak usah, Mas. Lagian aku nanti mampir ke kosan temen deket kampus buat pinjem jas hujan baru pulang," kilah Lia terhadap Bayu. Sebisa mungkin ia menghindari Ino, entah kenapa.

AMOR TAKSA [Leeknow x Lia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang