BAB 1: Mengapa Sulit, Jika Cinta.

31 0 0
                                    

Apa cinta harus bekerja keras? Atau seharusnya sederhana dan mudah? Berkali-kali berpikir, pun tetap tenggelam dalam kebingungan.

Sudah seminggu setelah aku meninggalkannya. Aku menguatkan tekad untuk membiarkannya kali ini. Sikap kekanakannya, sulit untuk ditoleransi. Hal itu terjadi, tiap kali ia bersama dengan teman-temannya. Menjadikanku lelucon, dan hanya tempat bersenang-senang sementara. Ucapannya yang bilang, jika aku orang terdekatnya. Namun yang kutangkap, dia selalu saja memprioritaskan temannya, diatas kepentinganku. Aku benci lelaki pembual.

Tak kusangka, menjalin hubungan selama 5 tahun, tak membuat kita saling mengerti. Ini rumit. Atau akankah, selama ini LDR mengelabui kita? Seolah kita makin mengenal sebenarnya tidak. Kali ini tahun pertama kita, mengakhiri hubungan jarak jauh yang melelahkan. Nyatanya, jarak yang dekat justru mendatangkan masalah baru, dan banyak kesalahpahaman.

(bunyi Handphone berdering)

Layarnya menunjukkan nomor tak dikenal.

"itu pasti dia, dengan nomor barunya." Gumamku

Kuputuskan untuk membiarkannya terus berdering, tak ada sedikit niatku untuk mengangkatnya. Kalau hanya berusaha dengan menelepon, aku rasa itu bukan usaha. Hanya sekedar gerakan jari yang memerlukan sedikit sekali energi.

(bunyi handphone kembali berdering)

"tak mempan lagi cara itu untukku.." sengitku

Tak terasa, sudah 5 panggilan tak terjawab dan 1 pesan yang belum kubaca.

"Dimana Niskala? Bisa bertemu malam ini? Ijas" (bunyi pesan darinya)

Malam itu kuhabiskan dengan menonton drama favoritku, dan menghiraukannya. Tak bisa kuelak, berhari-hari aku seperti orang bodoh yang selalu berimajinasi jika dia menungguku diluar gerbang depan kamarku. Jendelaku, mempermudah pandanganku tertuju kearah luar. Sudah kuyakinkan diriku, bahwa tidak akan ada seorang pun disana. Sia-sia aku tetap saja memalingkan wajah kearah jendela, seolah sudah menjadi kebiasaan.

***

Hal yang tidak direncanakan sebelumnya. Mendapat spot tempat nyaman di pojok sofa kafe, ditemani gerimis. Suasana sepi dan penuh ketenangan sesuai dengan harapan. Sempurna, ini bakal jadi tempat healing dan melamun untuk inspirasi terbaik, kedepan, semoga. Posisiku seperti pusat, untuk melihat keseluruhan spot bangku disini. Seolah aku bisa bahagia, sekarang juga. Aku sadar bahwa kadang, kebebasan diri dan tanpa input dari siapapun adalah situasi ternyaman. Inilah alasan, semua orang setidaknya harus coba untuk sendiri, dan berani karena itu.

"selamat datang kak, mau pesen apa?" tanya seorang karyawan cafe.

"ice matcha latte, less ice, less sugar bisa?" pintaku.

"bisa kok kak, ditunggu sebentar ya.."

Sambil menunggu tepat di counter, aku melihat keadaan sekitar. Seperti memeriksa kembali, tempat yang akan kujadikan persinggahan, selama beberapa jam kedepan. Berhubung saat ini masih terbilang cukup dini untuk singgah ke cafe, sekitar pukul 9 AM, tak ada siapapun. Selain aku dan satu karyawan yang berjaga.

"silahkan kak, mau tunai atau debit kak?"

"debit ajadeh mas, ini kartunya.."

Selasai pesan, segera aku menuju sebuah sofa yang sudah kuincar, sesaat memasuki pintu masuk. Seketika lagu Complicated milik Avril di putar dengan versi lebih low beat. Pikiran ku yang tenang, mulai gundah dan kembali mengingat Ijas, yang tak kunjung menghubungiku kembali. Perasaan kalut memenuhi seluruh isi kepalaku. Sungguh, lagu yang tepat. Sepertinya, percintaanku memang Complicated.

EGO CRUSHWhere stories live. Discover now