Part 1 | Love, Guilt, and Please - A Princess Who Doesn't Need A Prince

31.7K 857 21
                                    

 




  SUARA deruman mobil sport yang terdengar keras berhasil perhatian murid-murid SMA Garuda di lapangan parkir sekolah itu. Tapi setelah mengetahui siapa yang mengendarai mobil itu, mereka semua langsung membuang wajahnya dan berjalan masuk ke dalam sekolah dengan langkah terburu-buru. Jalanan sedang sangat padat karena bel masuk kelas akan berbunyi dan Princess mereka sangat tidak suka langkahnya dihalangi banyak orang.

  "Hellaw, my Princess. How's your morning?" tanya Maudy yang baru saja datang bersama kekasihnya, Devan. Pria itu merupakan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri ternama di negara ini. Tidak seperti Devan yang sangat ambisius dalam menggapai mimpinya, Maudy terkesan santai. Lagipula dia sudah berjanji pada Riana dan Kylie untuk kuliah di Perguruan Tinggi Swasta nomor 1 di negara ini, Abhinata Sanskara University—atau biasa disingkat Abhikara University—karena malas mengejar Perguruan Tinggi Negeri.

"Buruk, buruk banget. Dasar Anzel sialan!" umpat Riana pada kembaran laki-lakinya itu. Kakinya melangkah masuk ke dalam lingkungan sekolah tanpa menghiraukan para siswa yang mengingkir untuk mempersilahkan dirinya jalan dengan bebas.

"Kenapa lagi sama Anzel, hm?" tanya Kylie yang tiba-tiba muncul.

"Dia ngumpetin kunci mobil gue anjir!" seru Riana berapi-api, menatap sinis Anzel yang pagi-pagi sudah bermain basket di lapangan. Laki-laki itu pasti melakukannya untuk tebar pesona. Tapi sayangnya, siapa yang ingin memiliki adik ipar seperti Riana?

  "Ya udahlah, yang penting lo gak telat, kan?" hibur Maudy.

  "Awas aja, pasti gue bales!" tekad Riana. Tatapan matanya yang menghunus tajam ke arah Anzel membuat orang disekitarnya bergidik ngeri dan pergi menjauh dari sang Princess dan dua dayangnya. Lebih baik ke kelas dengan memutari koridor sekolah daripada berpapasan dan di tatap oleh Riana.

Mereka tentu saja masih mengingat insiden seseorang bernama Olin yang pemberani dan bertekad untuk menghentikan tindakan bully di sekolah ini dan menatap mata Riana lebih dari 10 detik. Karena berani menentang Riana, seluruh siswa diperintah untuk tidak berteman dengan Olin. Oleh sebab itu, sampai sekarang Olin tidak memiliki teman. Paling banyak interaksi saja dengan teman kelompoknya, lalu setelah urusan tugas selesai, mereka kembali menjadi orang asing.

"Gue tahu gimana caranya biar lo gak gampang marah!" seru Maudy, seakan menemukan ide yang brilian.

"Apa?" tanya Kylie tidak yakin. Ide dari Maudy memang selalu aneh untuknya.

"Gampang, tinggal cari pacar aja!" usul Maudy percaya diri.

  Tawa Kylie menyembur, "Pacar lo bilang? Semua cowok disini aja gak ada yang mau sama Princess kita," ujarnya tidak percaya.

  "Ya semua cowok disini, kan? Belum di tempat lain?" balas Maudy, ngotot kalau ide yang dia punya sangat brilian.

  "Kenapa lo berpikir gue suka marah-marah karena gak punya cowok?" tanya Riana dengan tatapan datarnya yang sontak membuat Maudy takut dan bersembunyi di belakang punggung Kylie.

  "Ya—ya lo liat aja gue. Karena Devan selalu ada buat gue, jadi gue gak marah-marah sesering lo," jelas Maudy sedikit gugup.

  Riana menghela napasnya, "Look at me, Dy. I'm a Princess, dan gak semua Princess butuh Prince dalam hidupnya," jelasnya pelan-pelan, namun nampaknya Maudy tidak terpengaruh oleh penjelasannya.

  "Emang ada Princess yang gak punya Prince?" tanya Kylie dengan dahi berkerut.

  "Ada, contohnya Elsa," jawab Riana, merujuk pada tokoh utama di Disney Frozen kesukaannya.

Guilty Pleasure [✔️]Where stories live. Discover now