"Kurung dia di kamar. Pastikan dia tidak bisa keluar tanpa perintahku," titahnya. Para penjaga itu langsung mengangguk, dan menyeret Jennifer menuju kamar utama.

Sepeninggal Jennifer, Antonio kembali memusatkan perhatiannya pada Lucian. Senyumnya yang tadi sempat pudar, langsung kembali terukir melihat potensi yang dimiliki cucu bungsunya itu.

Waktu terus berjalan. Hingga tak terasa, hari mulai malam. Lucian yang baru saja selesai membersihkan diri, langsung menghampiri kakeknya di ruang kerja pria itu.

"Grandpa," sapanya. Antonio tersenyum, lalu menyuruh Lucian duduk di kursi yang ada di sebelahnya. Lucian kecil pun menurut.

"Bagaimana? Kau menyukainya?"

Lucian mengangguk. "Sangat," jawabnya. "Apakah kita akan melakukannya lagi?"

"Tentu, kapanpun kau mau."

"Besok, aku ingin besok."

Antonio tersenyum penuh arti. "Tentu saja."

***

Estelle hanya bisa diam menahan tangis saat Lucian menggendongnya hingga sampai di kamar mandi. Gadis itu mati-matian menahan rasa malunya karena tubuhnya begitu polos— tak terbalut sehelai benang pun. Estelle baru bisa merasa lega saat tubuhnya sudah tenggelam di dalam bath up yang berisi air hangat dan dipenuhi oleh busa.

"Berendamlah. Aku akan mandi di shower." Lucian mengecup puncak kepala Estelle, lalu berjalan menuju bilik shower. Estelle hanya menunduk, tak berani menatap Lucian yang juga sama polosnya dengan dirinya.

Hingga Lucian selesai dan keluar dari bilik pun, Estelle sama sekali belum bergerak. Gadis itu hanya memandang kosong busa yang menutupi tubuhnya. Air mata Estelle terus mengalir, tetapi tidak ada isakan yang lolos. Gadis itu benar-benar tampak tak bernyawa.

Lucian segera menghampiri Estelle, lalu membersihkan tubuh gadis itu dengan cepat. Estelle masih diam. Ia sudah pasrah, membiarkan Lucian berlaku semaunya. Beruntung Lucian tidak melakukan hal aneh lagi, ia hanya murni memandikan Estelle.

Setelah selesai, Lucian membalut tubuh Estelle dengan kimono lalu membawa gadis itu menuju wastafel. Ia menyiapkan sikat gigi yang sudah diberi pasta gigi kepada gadis itu, lalu mulai menyikat gigi masing-masing.

Sepanjang sarapan, tidak ada yang bersuara. Estelle tampak tak berselera menyantap makan paginya, sedangkan Lucian tampak begitu lahap dan semangat— terlihat dari ekspresi dan senyum tipis yang tersungging di bibirnya.

"Nanti malam tidurlah duluan, aku akan pulang larut. Ada acara yang harus kuhadiri malam ini." Lucian memeluk Estelle, lalu mengecup puncak kepala dan bibir gadis itu.

"Kau boleh mengelilingi rumah ini, Estella. Asal jangan mendekati kolam renang. Paham?"

Estelle hanya diam.

"Estella."

"Iya," jawab Estelle akhirnya. Setelah mendapat jawaban dari Estelle, Lucian langsung berjalan keluar dari rumah, menuju mobilnya yang terparkir di depan.

Sepeninggal Lucian, air mata Estelle langsung mengalir deras. Bibir gadis itu bergetar, isakan-isakan kecil mulai terdengar. Tubuh Estelle luruh begitu saja ke tanah karena kedua kakinya tak lagi mampu menahan bobot tubuhnya. Kejadian semalam kembali berputar-putar di otaknya.

Kata Lucian, air yang diminum Estelle akan membantu gadis itu. Tapi apa? Air yang ia minum justru membuat sekujur tubuhnya terasa panas dan tidak nyaman. Estelle tidak suka. Ia bahkan sama sekali tidak bisa melawan saat Lucian melakukan hal itu lagi padanya.

IMPRISONED ✓ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang