16 - Let it Be

4 0 0
                                    

Mami Donny kesal dan heran. "Kalo nasib kamu udah jelek, jangan bikin nasib anak-anak juga jelek dong, Don!" sergahnya ketika melihat Donny baru pulang ke rumahnya.

Donny merasa apa yang dikatakan Mami benar. Kisah cintanya memang tak sejalan dengan harapannya. Ia bahkan seperti telah kehilangan seorang sahabat yang selama ini ada untuknya, dan juga anak-anak. Karena sampai sekarang hp Demy tidak aktif. Apa mungkin ia telah menyakiti perasaannya? Kenapa ia tak menerima kabar dari gadis itu lagi? Entahlah. Ia benar-benar kesepian tinggal di rumah ini. Ia sungguh merasa hampa.

Hari ini, Donny tidak bisa menghindar dari ceramah Maminya lagi saat ia baru pulang kerja. Ia hanya bisa terpaksa duduk di sofa dan membalas tatapan Mami tanpa berkomentar apa-apa. Belum juga selesai perasaan kacaunya tertata dengan baik setelah putus dari Sisy beberapa hari lalu, sekarang Mami memintanya untuk bicara empat mata di ruang keluarga.

"Kamu masih pacaran sama cewek itu?" tanya Mami Donny.

"Udah nggak, Mi." Donny menyandarkan kepalanya yang terasa berat dan menghela napasnya.

"Bagus!" sembur Mami penuh semangat. "Lain kali cari-cari istri yang benar! Jangan sembarang orang kamu masukkin ke rumah anak-anak kamu, Don..." Mami mengurut dada melihat Donny akhir-akhir ini selalu menggilai beberapa wanita pilihannya. Semua kebaikan yang diceritakannya sungguh bertolak belakang dengan apa yang dialami anak-anak. "Kamu tahu nggak rumah kamu ini bukan cuma hampir kebakaran tapi juga kemasukan rampok gara-gara si Sisy pulang nggak bilang-bilang sama pembantu?! Ga tahu sopan santun sekali. Apa dia nggak pernah diajarin tata krama sama orangtuanya? Kamu dengar Mami nggak, Don?" pekiknya tambah khawatir.

"Iya, Mi. Fine! Udah, ya. Aku lagi pusing," mohon Donny.

"Apa kamu pikir Mami nggak pusing, Don? Dengerin Mami ya. Di luar sana masih banyak yang lebih baik, lebih santun, lebih pekerja keras daripada yang pemalas, cuek, nggak bisa apa-apa, dan cuma mementingkan gaya! Kamu tahu nggak kalo semua yang kamu kenalin ke Mami itu sering banget bohongin anak-anak! Pusing Mami kalo begini terus!"

"Semua yang Mami tuduhkan itu nggak benar. Mereka itu sayang sama anak-anak, Mi. Mami juga lihat sendiri kan kalo mereka selalu mau nemenin anak-anak."

"Terserah kamu mau bela diri kayak apa juga. Kalo emang mereka mampu ya, harus bener dong. Nggak cuma bisa atau banyak alasan ini-itu! Capek Mami dengarnya."

"Emang Mami dengar dari mana sih? Mami tahu mereka yang seperti apa?" tanya Donny penasaran.

"Kamu cari tahu aja sendiri deh! Tanya anak-anak kamu kalo perlu!"

"Yah, Mi... Jangan kasih penilaian yang subjektif dong, Mi."

"Nah itu kamu sadar." Mami menyeru seolah Donny tahu kalau penilaian anak-anak nggak mungkin bisa objektif.

"Duh, udah ya Mi. Kepala aku jadi tambah pusing. Aku tidur dulu ya..."

"Mandi dengan air hangat dan ganti baju dulu, baru tidur. Jangan kayak anak kecil yang masih harus diatur-atur, Don."

Donny menutup kepalanya dengan bantal dan menggeram kecil. Ia lelah. Lelah sekali. Mami pasti tahu kalau ia sudah terlalu lelah untuk mandi malam ini dan hanya terbiasa langsung naik ke tempat tidurnya untuk tidur. Tapi kali ini ia akan menurutinya. "Iya, Mi..."

"Don..." Mami menepuk lengan Donny dan menghela napas. "Mami tahu semua kalau teman-teman wanita kamu itu kurang tepat untuk anak-anakmu, Don... Mami hanya ingin yang terbaik bukan untuk kamu atau anak-anak aja. Tapi juga calon ibumu nanti. Mami nggak mau siapa pun calon yang akan mendampingi kamu dan anak-anak nggak bahagia karena tanggung jawabnya."

Restu {END}حيث تعيش القصص. اكتشف الآن