🐿️ Part 21 🐿️

112 23 0
                                    

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🌵🌵🌵🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🌵🌵🌵🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️

Pagi yang tidak seperti biasa bagi Revin. Jika sebelumnya dia akan merasa terbebani dengan segala pekerjaan kantor, tetapi kali ini pikirannya tengah dipenuhi dengan kenyataan akan dirinya yang bukan anak kandung keluarga ini.

Langkahnya lunglai keluar dari kamar, seperti tidak ada semangat di sana. Mengedarkan pandangan, ia merasakan betul kesepian di rumah sebesar ini. Aldrift dan papanya yang dirawat di rumah sakit, mama yang harus menjaga mereka secara bergantian.

Papa mama? Revin tersenyum miris. Masihkah ia pantas memanggil mereka dengan sebutan itu setelah ia tahu kenyataan yang sesungguhnya?

Melewati kamar Aldrift, Revin melihat pintu yang tidak tertutup. Entah kenapa ada dorongan dalam dirinya untuk memasuki kamar itu saat si pemilik sedang terbaring lemah di rumah sakit.

Menelisik setiap sudut kamar, ia memberi kesan simple pada kamar sang adik. Tidak terlalu banyak barang di dalam sini.

Matanya tertuju pada meja di samping ranjang, banyak barang di sana. Tumpukan buku, powerbang dan jajaran figura. Keningnya mengernyit kala mendapati salah satunya tertelungkup, membuat orang lain tidak tahu siluet siapa atau apa di dalamnya. Sedangkan yang lain tegak berdiri memperlihatkan sosok si pemilik kamar.

Merasa penasaran, Revin mendekati meja, mengulurkan tangan dan meraih bingkai yang terbuat dari kayu itu. Sosok perempuan dengan senyum cerah terlihat.

Mata Revin membeliak karena terkejut, bahkan kakinya sempat terhuyung jika laki-laki itu tidak segera menopang tubuh pada sandaran kursi.

"Kayla," ucapnya lirih.

Kepala Revin tidak lagi menunduk, pandangannya menerawang pada luar kaca balkon kamar Aldrift yang menampakkan pohon cemara dari taman samping. Sekelebat bayangan beberapa waktu terakhir mulai kembali berputar di kepalanya.

Memberikan dirinya sebuah kejelasan sekaligus jawaban yang sempat tertunda untuk diketahui.

Masih ia ingat akan Aldrift yang datang di waktu makan malam dengan kemarahan perihal papanya yang menjodohkan dia dengan Kayla. Rupanya karena Aldrift mencintai perempuan itu.

Lalu Kayla yang menangisi Aldrift di rumah sakit. Gerak-geriknya seperti takut kehilangan orang yang dicintai. Dan memang semua itu bentuk dari kekhawatiran perempuan itu pada sang adik.

"Tapi, kenapa di hari pertemuan dua keluarga dulu mereka seperti tidak saling mengenal?" Mata itu mengerjap, menyadari sesuatu yang terlupakan.

Di malam di mana ia dan Kayla dipertemukan, ada kejadian yang sempat membuat mereka terkejut. Yaitu Kayla yang menjatuhkan tumpukan piring dari tangan.

Hal itu cukup menjelaskan bahwa mereka memang saling mengenal, lalu terkejut saat bertemu di momen perjodohan dengan orang lain.

Revin melangkah mundur, duduk di ranjang kamar Aldrift. Ia meremas rambut kasar, merutuki kenapa semua kebenaran yang ia temui menyakitkan seperti ini?

Unexpected DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang