🐿️ Part 19 🐿️

125 19 5
                                    


Part 19

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🌵🌵🌵🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🌵🌵🌵🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️

Lorong rumah sakit menjadi bising dengan tangisan dua perempuan berbeda usia. Masih dengan tubuh penuh darah, Kayla berlari mengikuti brankar yang didorong oleh petugas medis, membawa tubuh tak berdaya milik laki-laki bernama Aldrift.

Tidak memedulikan sekitar dan keadaan, bahkan ia pun lupa bagaimana mahkotanya telah terlihat, tangan tidak pernah lepas dari genggaman telapak kekar yang kini tidak sadarkan diri.

Eluh terus jatuh membasahi pipi, bercampur dengan sisa darah dan kotornya tanah. Menimbulkan bau amis yang sangat kentara. Seolah tiada kata lelah, kaki itu terus melangkah, cepat seriring roda membawa daksa.

"Please, please, please. Aku mohon sadarlah," ucapnya lirih di sela tangisan.

"Aldrift, Sayang. Bangun, Nak. Mama ada di sini." Ibu mana yang akan berdiam diri saat melihat anaknya terluka. Sakit, sakitnya tidak mampu dijabarkan. Sesak, sesaknya bagaikan udara yang terampas dari paru-paru.

Di belakang mereka, beberapa laki-laki turut berlari menyusul. Meski tampang kedelapannya berbeda, tidak menyurutkan langkah sedikit pun.

Sosok yang selalu merajai jalanan, kini tergolek tak berdaya, tak ada senyum yang menghiasi, kelopak mata sentia menutup. Badan kekar yang selalu berdiri tegak menantang, kini seolah tidak bertenaga. Daksa berbalut kaus merah karena darah, memasuki sebuah ruangan untuk menjalankan operasi.

Kayla mematung di depan pintu yang tertutup, langkahnya otomatis tertahan dilarang masuk. Hanya bisa menangis dengan bahu bergetar, menutup mulut menahan isakan. Hingga sebuah pelukan membuat ia menoleh. Sosok sang ayah menjadi sandaran.

"Pa," panggilnya lirih. Tidak ada lagi kata yang mampu diucapkan, hanya menangis pada pundak sang ayah.

Lampu di atas ruangan menyala merah, pertanda operasi sedang berjalan. Semua menunggu dengan gelisah. Terkecuali satu orang.

Esline. Mama Aldrift melangkah mendekati Kayla. Ia memegang pundak perempuan yang putranya cintai. Tatapan keduanya bertemu saat Kayla mengangkat kepala dari pundak ayahnya. Di sana, Esline melihat jelas wajah kesedihan yang dipenuhi air mata.

"Sebaiknya kamu pulang dulu. Mandi, ya." Kayla menggeleng, air matanya semakin banyak yang berjatuhan.

Mengelus bahu perempuan yang tampak kacau sebentar, Esline meraih jaket yang sebelumnya digunakan oleh Aldrift. Meletakkan kain berbahan levis itu di atas kepala Kayla. "Tutupi mahkota kamu."

Tangis Kayla semakin kencang, ia mencengkeram jaket milik Aldrift yang berada di atas kepalanya. Meski bau anyir yang mendominasi, ia seolah tidak ingin melepaskannya.

Kayla mengangguk kaku dan cepat, mengikuti langkah sang ayah yang membimbingnya untuk berjalan. Sesekali menoleh, menatap ruangan di mana Aldrift tengah berjuang di dalamnya.

Unexpected DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang