30 - Jacket

410 69 1
                                    

Waktu Jian dan Jae makan bersama di McDonald's, Jae sempat bercerita soal kesehariannya dan Juan selama mereka tinggal bersama. Awalnya Jian tidak ingin tau, namun menyadari bagaimana Jae terlihat antusias saat bercerita padanya, Jian akhirnya mendengarkan cerita Jae dari awal sampai akhir. Jae berkata bahwa Ia dan Juan tinggal bersama tiga orang lainnya. Mereka berlima berkuliah di satu universitas yang sama, hanya berbeda jurusan saja.

Selain berkuliah, Juan juga bekerja secara part time di salah satu cafe. Karena mesti bekerja, Juan jadi memiliki jam pulang ke rumah yang tidak beraturan. Ia bisa tiba di rumah sebelum jam makan malam dan kadang-kadang Juan pulang di atas jam sepuluh malam. Ia baru benar-benar memiliki waktu luang di hari Minggu. Jae kemarin juga memberi Jian nomor ponsel miliknya dan Juan. Ia bilang jika nanti ada hal yang penting atau ketika Jian membutuhkan sesuatu, Ia bisa langsung menghubungi mereka berdua. Meskipun Jian sempat menolak menyimpan kedua nomor tersebut, Jae terus saja memaksanya. Sehingga Jian tidak memiliki pilihan selain menerima nomor milik Jae dan Juan.

Beberapa hari yang lalu Jian sudah berniat mengembalikan jaket Juan yang sempat Ia pakai saat dirinya bertemu Juan di makam Bunda. Jaket itu sudah Ia cuci dan kondisinya sekarang sudah benar-benar bersih. Tetapi karena Ia terlalu ragu untuk bertemu dengan Juan, alhasil Ia mengundur waktu untuk mengembalikan jaket tersebut.

Semalam Jian baru memberanikan diri mengirim pesan pada Juan untuk bertemu. Juan langsung membalas pesannya. Ia berkata jika Jian bisa datang jam tiga sore di cafe tempat Juan biasa bekerja.

Jian melangkahkan kakinya masuk ke dalam cafe. Ia membawa sebuah paper bag yang di dalamnya sudah terdapat jaket milik Juan. Ia berhenti sejenak, melihat sekelilingnya untuk menemukan meja yang kosong. Jian memutuskan untuk berjalan ke meja dekat jendela. Cowok itu menaruh paper bag di atas meja dan duduk di salah satu bangku yang tersedia. Ia menarik napas dalam. Sedang mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Juan. Tidak lama dari sana, Juan muncul dari bagian dalam cafe dan langsung melihat ke arahnya.

Jian terkesiap. Seketika Ia menegakkan tubuhnya dan duduk dengan posisi kaku. Dari awal Jian berencana bertemu dengan Juan tentunya Ia sudah menyiapkan segala hal. Termasuk kata-kata apa yang nantinya akan Ia bicarakan pada Juan. Tetapi sekarang, berhadapan dengan Juan secara langsung membuatnya merasa suasana berubah menjadi lebih tegang.

Juan berjalan menghampirinya. Ada senyuman yang tercetak di wajahnya. Begitu tiba di meja, Juan langsung duduk persis di hadapan Jian. "Ternyata lo beneran dateng."

Jian hanya terdiam.

"Kenapa lo minta ketemuan sama gue?"

Jian berdeham. Tangannya lalu mendorong paper bag yang berada di atas meja agar bisa lebih dekat dengan Juan. "Ini."

"Hm?"

"Jaket lo."

"Ah, jaket!" Juan langsung berseru. Ia memahami apa maksud dan tujuan Jian. "Padahal gak apa-apa seandainya lo gak balikin jaket gue."

"Males gue nyimpen jaket lo."

Juan langsung berhenti tersenyum. Ia memutuskan untuk mengambil paper bag di atas meja. Saat Ia membuka paper bagnya, Juan langsung terdiam. Ia melihat lebih dari satu jaket yang ada di dalam paper bag tersebut. Bukan hanya jaket yang Ia berikan pada Jian saja, tetapi ada jaket miliknya yang lain. "Ini..."

Juan mengangkat wajahnya secara perlahan. Ia menatap Jian dengan tatapan heran.

"Gue sengaja bawa beberapa jaket lain yang masih ada di lemari kamar lo."

Juan seketika bingung harus bereaksi seperti apa. "Seharusnya lo gak perlu begini."

"Gak apa-apa. Sayang jaket lo cuma ada di lemari dan gak pernah dipake."

The Dandelion'sWhere stories live. Discover now