18 - Memories

448 69 0
                                    

Hari ini di rumah hanya ada Jiko, Jae dan juga Herga. Juan sudah pergi ke tempat Ia biasa bekerja part time. Biasanya setiap Sabtu Juan memang bekerja hingga sore hari. Aska baru saja pergi keluar. Katanya Ia ingin pulang sebentar untuk menyambangi orang tuanya. Suasana rumah mendadak lebih sepi dari biasanya. Apalagi selesai makan siang tadi, Jae memutuskan untuk berdiam di dalam kamar.

Jiko berjalan menyusuri tangga menuju lantai dua sambil membawa sebuah flashdisk di tangannya. Ia berniat mengembalikan benda tersebut pada Herga. Sebelumnya, Jiko memang sempat meminjam flashdisk itu untuk keperluan tugas kuliah.

Di lantai dua rumah yang mereka tempati, hanya ada dua kamar tidur dan satu kamar mandi. Dua kamar itu milik Herga dan Aska. Dulu saat baru saja pindah ke rumah ini, mereka sempat berdebat memutuskan siapa yang akan menempati kamar di lantai atas. Mereka memilih bermain suit gunting-batu-kertas untuk menentukan siapa pemilik kamar tersebut, hingga akhirnya Aska dan Herga keluar sebagai pemenang dan berhak menempati kamar di lantai atas.

Pintu kamar Herga dalam keadaan terbuka saat Jiko tiba di sana. Herga tengah berdiri di depan meja belajar sambil memandangi benda yang berada di tangannya. Jiko tidak tau pasti apa benda itu, karena Herga berdiri dengan posisi yang memunggunginya.

"OY!"

Jiko memanggil Herga dengan lantang hingga cowok itu terlonjak dari tempatnya berdiri. Herga buru-buru menaruh benda yang berada di tangannya ke atas meja. Cowok itu berbalik, lantas menatap Jiko dengan sinis.

"NGAGETIN AJA LO!" Herga berseru. "Kalo jantung gue loncat, lo mau tanggung jawab?!"

Jiko malah tertawa tanpa merasa berdosa sama sekali. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Herga. "Lagian serius banget sih, ndro. Lagi ngapain?"

"Gak usah kepo!"

"Idih, sok rahasia-rahasiaan segala."

"Suka-suka gue lah!"

Jiko berdecak, lalu mengulurkan tangannya memberikan sebuah flashdisk yang dari tadi Ia pegang. "Nih, gue mau balikin flashdisk lo."

Herga menerima benda yang Jiko berikan. "Ini doang?"

"Ya lo berharap ada apa lagi emang? Ada doorprize gitu di dalemnya?"

"Gak juga, sih." Herga menjawab. "Bilang makasih kek gitu sama gue."

"Iya elah. Makasih." Jiko membalas datar. Matanya lalu melirik ke arah meja belajar, tepat pada benda yang berada di dekat Herga. Itu adalah benda yang sebelumnya Herga pegang. Ternyata benda itu adalah sebuah album foto. Jiko bisa tau dari sampul benda tersebut. "Lagi nostalgia nih ceritanya?"

"Maksud lo?"

Jiko menuding album foto di atas meja. "Itu."

"Gak usah sok tau!"

Mendengar balasan Herga, Jiko justru tertawa kecil. Cowok itu memiringkan kepalanya sambil menatap Herga. "Ternyata emang beneran, ya?"

"Apaan?"

"Ternyata bener kalo foto bisa jadi media buat mengobati rasa kangen kita sama orang lain."

Herga menyipitkan mata. "Lo gak salah minum obat, kan?"

Jiko mendengus mengabaikan kata-kata Herga. "Gue tadi gak sengaja baca quotes dari official account di LINE."

"Kalo gitu mulai besok mending lo jangan baca quotes lagi."

Jiko mengernyit heran. "Kenapa jadi lo yang ngatur?!"

"Gak siap gue kalo setiap hari harus denger kata-kata alay dari mulut lo."

The Dandelion'sWhere stories live. Discover now