28 - Selfishness

379 61 0
                                    

Dulu Papa selalu mengajarkan Yoshi tentang banyak hal. Mulai dari mengajaknya bermain gitar, mengajari Yoshi menggambar, dan juga memberinya pelajaran tentang dunia luar. Papa adalah motivator yang paling berharga baginya. Yoshi selalu mengingat nasihat Papa bahkan sampai sekarang. Papa kini memang tidak lagi ada, karena pria itu sudah meninggal sejak lama. Namun Yoshi tidak pernah sekalipun lupa dengan apa yang diajarkan Papa, termasuk kata-kata yang pernah Papa ucapkan padanya.

Manusia adalah makhluk yang jauh dari kesempurnaan. Papa pernah bilang bahwa manusia kerap kali berbuat kesalahan. Entah itu kesalahan kecil ataupun yang besar. Papa pernah berkata, meskipun Yoshi tidak bisa jadi manusia sempurna, setidaknya Yoshi harus hidup dengan baik. Papa meminta Yoshi untuk memiliki hati yang besar. Jika berbuat salah, Papa ingin Yoshi tidak ragu untuk meminta maaf atas kesalahannya. Papa mau Yoshi menjadi orang yang bijaksana dan benar-benar dewasa.

Saat mengingat nasihat yang Papa berikan, seketika Yoshi sadar bahwa sekarang Ia belum bisa mewujudkan apa yang Papa bilang. Yoshi belum mampu menjadi orang yang dewasa karena sampai saat ini Ia belum bertanggung jawab atas kesalahannya pada Herga. Yoshi merasa bersalah bukan hanya pada Herga, tetapi Ia juga merasa bersalah terhadap Papa.

"Udah beberapa hari dan lo masih mikirin soal pertemuan lo sama Herga."

Yoshi tersentak dan dalam sekejap langsung tersadar dari lamunannya. Cowok itu langsung mengalihkan pandangannya pada Mario. Mereka tengah berada di warkop dekat dengan kampus. Sedang duduk berhadapan dengan es kopi susu masing-masing. Mereka memang sengaja untuk mampir sebentar di warkop agar bisa sedikit bersantai sebelum berangkat menuju kampus.

"Ternyata emang gak mudah untuk dapet maaf dari orang lain."

"Apapun yang lo inginkan di dunia ini semuanya perlu usaha. Dan yang namanya usaha gak mungkin sekali atau dua kali aja."

Yoshi terdiam.

"Kalo beberapa hari yang lalu usaha lo untuk minta maaf sama Herga belum berhasil, lo bisa coba lagi nanti." Mario berujar dengan nada yang sangat tenang. "Semuanya butuh waktu. Dan lo masih punya banyak waktu."

Di antara orang terdekat Mario, Yoshi adalah sosok yang paling canggung dan kaku. Ia bisa memahami dengan jelas bagaimana Yoshi terkadang suka terlihat bingung dalam bersikap. Atau jalan pikiran Yoshi yang sulit untuk ditebak. Mario tau pasti soal bagaimana karakter Yoshi. Wajar saja. Ia sudah mengenalnya sejak awal SMA. Namun di luar itu semua, Yoshi memiliki kepedulian yang tinggi. Ia tidak pernah merasa berat hati dalam menolong orang lain.

"Gue khawatir kalo nanti Herga gak akan maafin kesalahan gue."

"Lo masih punya kesempatan."

"Gimana dengan lo?"

Mario terdiam sejenak. "Kalo boleh jujur, dari dulu gue merasa kehabisan cara untuk minta maaf sama Herga. Usaha yang udah gue lakuin untuk jelasin semuanya ternyata berakhir sia-sia. Gue merasa kalo sampai kapanpun Herga gak akan pernah menerima penjelasan gue."

Yoshi mendengarkan dengan seksama setiap kata-kata yang Mario ucapkan.

"Tapi gue percaya sama adanya kesempatan. Yang namanya minta maaf emang gak mudah, dan karena itu kita perlu usaha."

"Kalo ternyata kemungkinan terburuk terjadi nanti, apa yang harus gue lakuin?"

"Belajar untuk memaafkan diri lo sendiri. Jadiin semua permasalahan di masa lalu sebagai pembelajaran, supaya lo gak akan melakukan kesalahan yang sama di masa depan." Mario menjawab. "Dan itu berlaku juga untuk gue."

"Maksud lo?"

"Gue juga harus belajar memaafkan diri gue sendiri."

Mereka langsung sama-sama terdiam. Yoshi lebih memilih menunduk. Menatap lurus gelas berisi minuman di dalamnya, sedangkan Mario sibuk dengan isi pikirannya sendiri.

The Dandelion'sWhere stories live. Discover now