8 - Liar

554 90 1
                                    

Semalam, Jae bersama Mama dan Papa mengadakan fine dining di salah satu restoran bintang lima di Jakarta. Acara itu Papa dedikasikan untuk merayakan ulang tahun Mama. Dan siang ini, Jae juga harus mengikuti Mama kemanapun wanita itu pergi. Mama meminta Jae menemaninya jalan-jalan keliling mall, belanja, bahkan sampai pergi ke salon. Sebagai anak satu-satunya, Jae merasa harus menuruti semua perintah Mama. Meskipun Ia harus menunggu Mama di salon selama beberapa jam, Jae ikhlas melakukannya karena hari ini adalah hari yang spesial bagi Mama.

Mama berencana makan di cafe selepas pulang dari salon. Mereka pergi mengendarai mobil. Namun kali ini, Jae mengorbankan diri untuk membawa mobil sendiri dan membiarkan Pak Ardi kembali ke kantor Papa. Jadi Jae hanya pergi berdua dengan Mama.

Mobil berhenti di sebuah pelataran parkir cafe yang cukup ramai. Sebagai cowok yang sudah sangat paham tentang apa itu tanggung jawab, Jae turun lebih dulu untuk membukakan Mama pintu. Melihat anaknya bersikap begitu manis, Mama tidak berhenti menatap curiga pada anaknya.

"Jae, kamu bersikap kayak gini bukan karena ada maunya, kan?" Mama bertanya sambil turun dari mobil.

"Nanti kalo aku gak begini Mama ngomel-ngomel."

Mama langsung menoleh mendengar Jae berucap begitu. "Jaehan, sejak kapan Mama hobi ngomel-ngomel ke kamu?!"

"Iya. Mama gak suka ngomel-ngomel, tapi Mama itu agak bawel!"

"Mama bawel juga demi kebaikan kamu." Mama membela diri. "Lagian kamu gak boleh lupa kalo hari ini hari ulang tahun Mama. Jangan buat mood Mama jelek."

"Iya, ratu." Jae mengangguk pasrah. "Yaudah, sekarang makan buruan. Aku laper!"

"Astaga, Jaehan! Tadi bukannya Mama udah beliin kamu Chatime dan dua burger? Kamu masih laper juga?!"

"Aku makannya kan sambil nungguin Mama nyalon!" Jae berusaha membela diri. "Nungguin Mama nyalon tuh sama aja kayak bertapa di goa selama empat puluh hari tanpa makan sama minum!"

"Gak usah lebay, Jaehan. Kamu bukan dukun atau penganut ilmu hitam apapun."

"Tuh kan Mama makin bawel!" Jae menghentak-hentakkan kakinya. "Ayo buruan masuk!"

Mama langsung berjalan mendahului Jae untuk masuk ke dalam cafe. "Merengek aja terus. Kamu memang gak ada bedanya sama anak SD."

Jae menghela napas pelan. Baru aja Ia berniat menyusul Mama menuju ke dalam cafe, pandangan matanya malah teralihkan oleh sesuatu yang lain.

Ia menatap ke arah minimarket yang letaknya berada di seberang cafe. Jae tidak tertarik dengan hal-hal terkait minimarket itu, karena yang menyita perhatiannya adalah sosok yang tadi masuk ke dalam tempat tersebut.

Ia jelas mengenal siapa orang itu.

"Jaehan, kok kamu malah bengong?!" Mama berseru dari kejauhan. Jae masih terdiam, tidak berniat menyusul Mama sama sekali. Sampai akhirnya wanita itu memutuskan untuk kembali menghampiri Jae yang masih berdiri di samping mobil.

"Kenapa diem aja, Jaehan? Kamu gak lagi kesambet, kan?"

"Apaan sih, Ma. Ngaco!" Jae mendengus. "Aku mau ke minimarket dulu, ya. Sebentaaaaar aja!"

Mama mengernyit. Tidak mengerti dengan jalan pikiran Jae. "Ngapain kamu ke minimarket?"

Jae terdiam. Memikirkan apa yang harus Ia jawab. "Ada lah pokoknya sesuatu."

"Jaehan, jangan sesuatu-sesuatu begitu karena kamu bukan Syahrini!" Mama membalas, lalu mengulangi pertanyaan yang sama. "Ngapain kamu ke minimarket?"

The Dandelion'sWhere stories live. Discover now