DR||09

53 26 0
                                    

Ravella berjalan menuju ke parkiran apart dengan telinga yang disumpal dengan airpods.

"RAVELLAAAAA"

Entah sekencang apa orang itu berteriak hingga suara tembus masuk kependengaran Ravella padahal suara musik yang Ravella putar cukup keras.

Cewek itu menoleh kemudian melepaskan airpodsnya. Disana ada Chenle dengan jas warma hitam dengan membawa sebuket bunga yang indah.

Ravella tersenyum. "lo mau kemana? Ga sekolah?"

Chenle menggeleng. "engga, gua boleh numpang mobil lo ga? Anterin gua kesini" Chenle menyodorkan sebuah sobekan kertas kecil berisi alamat pada Ravella. Ravella menerimanya lalu mengangguk. "boleh, yok"

Ravella menjalankan mobilnya. Mereka telah sampai disebuah gedung yang tak Ravella ketahui. "nah, sudah sampe. Yok masuk"

"hah? Gua mau kesekolah" tolak Ravella. Chenle berdecak lalu membuka pintu mobil dan menarik paksa Ravella masuk kedalam gedung itu.

Digedung itu dihiasi dengan beragam macam bunga, banyak orang orang yang memperhatikan mereka.

Chenle menggandeng Ravella. "Chen, ini kita mau ngapain sih?"

"udah diem, anterin gua sampe sana" Chenle menunjuk didepannya dengan dagu. Ravella mengikuti arah pandang Chenle lalu memelotot.

Diseberang sana sudah ada Ayahnya yang menunggu dengan golok ditangan.

"Hah?! CHEN, AYOK KABUR"
"lah kenapa? Gua mau nikah sama dia."

Ravella memelotot lalu memeluk tangan cowok itu untuk menyeretnya menjauh. Namun tangan Chenle terasa sangat besar dan sangat berat namun tak melunturkan semangat Ravella membawa cowok itu menjauh.

Chenle tersenyum menatap kedepan dengan terus berjalan, sedangkan Ayahnya mulai berjalan mendekat dengan golok. Perlahan lahan keluar darah dari golok itu.

"AYOKK LARII. AYOK CEPAT. HUWAAAA AYOKKK. HUHU.. KITA HARUS LARI ANJING. LARIII. AAAAAAAAA"

Brughh

Ravella sontak membuka mata. Tubuhnya sudah terkapar dilantai dengan menarik narik selimut yang tersangkut pada besi ranjang. Lihatlah, selimutnya sampai robek.

Ravella duduk lalu menyisir rambut acak acakannya kebelakang dengan jari.

Mimpi?

Gila. Serem banget. Eh, engga. Malah kek.. Konyol banget.

Ravella naik kekasurnya dan bertelungkup kemudian menenggelamkan wajahnya pada kasur dan kakinya mengibas ngibas.

Mimpi apaan itu? Chenle nikah sama Ayahnya yang bawa golok berdarah?

Ravella tertawa. Bisa bisanya. Memangnya semalam apa yang dia pikirkan hingga bermimpi seperti itu?

Cewek itu meraih hpnya lalu menelepon Chenle. Ia menunggu panggilan tersambung. Namum beberapa detik kemudian ia tersadar.

"lah anjir gua ngapain nelpon ni orang.." ia langsung memutuskan sambungan dan melempar hpnya kesembarang arah.

"AIHHH BEGO BEGO BEGOOO. AAAA MALU BANGETTT"

Drrttt

Cewek itu menoleh. Hpnya berdering. Ada video call dari Chenle. Ravella langsung menghapus segala keburikan pada dirinya yang berupa belek, iler, dan rambut yang acak acakan.

"halo. Napa nelpon?" tanya Chenle dengan suara berat khas orang baru bangun. Ravella terdiam, entahlah. Dia sering mendengar suara John yang seperti ini. Dan ia selalu biasa saja, tapi kenapa suara Chenle berbeda? Kenapa lebih berdamage?

Dear Ravella || Chenle (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang