{12} Déjà Vu

54 12 7
                                    

"Pak, ada yang bilang, katanya ke Banyuwangi belum afdol kalau nggak main ke pantai." Di sela-sela perjalanan menuju tempat parkir, celetukan Jessi memecah keheningan yang melingkupi kelompoknya, para penghuni Sudut Jalan plus Juna sebagai anggota tambahan.

"Iyakah? Siapa yang bilang?" Chandra menyahut tanpa menoleh pada Jessi yang berjalan di belakangnya bersama Maya.

"Temen saya, Pak," jawab Jessi disertai cengiran.

"Temen kamu duta wisata?"

"Bukan, Pak. Dia cuma salah satu warga sini."

"Jessi modus, tuh, Pak," Buyung yang berada di barisan belakang bersama Hans menimpali sebelum Chandra merespons. "Itu maksudnya dia minta pergi ke pantai. Aw!" Satu jitakan berhasil mendarat di kepala Buyung, membuat cowok itu mengaduh sambil mengusap-usap kepalanya.

"Diem, nggak?" Jessi mendesis penuh ancaman.

"Kalau masih banyak waktu, nanti kita mampir," tandas Chandra setelah melirik arlojinya, memeriksa apakah waktunya cukup untuk mampir sebentar.

Mata Jessi membulat, "Beneran, Pak?" tanyanya bersemangat. Chandra memberi anggukan sebagai jawaban yang dirayakan Jessi penuh kegirangan.

"Mas, jangan terlalu manjain Jessi," protes Hans pada Chandra, "lama-lama dia bisa ngelunjak, lho, malah minta yang macem-macem nanti."

Chandra menepuk-nepuk pundak Hans, "Nggak apa-apa, Hans, sekali-kali. 'Kan, bukan cuma dia yang nikmatin, kita bareng-bareng." Suara tenang Chandra membuat Hans urung membalas lagi.

Mereka sampai di tempat parkir yang sangat lengang karena memang sedang tidak banyak tamu yang menginap. Hanya mobil Chandra dan Juna juga dua mobil milik tamu lainnya.

"Oya," Chandra menghentikan langkah tepat di sebelah mobilnya dan berbalik menghadap rekan-rekan di belakangnya, "ini, 'kan, sekarang ada mobil Juna juga, kita gimana, nih? Mau dibagi dua atau tetap seperti semula, semuanya ikut mobil saya?" tawarnya seraya menatap satu per satu anak buahnya, meminta jawaban.

"Bagi dua aja," Juna menjawab. "Dua bareng Mas Chan, sisanya bareng aku. Gimana?"

"Boleh, boleh," Buyung menimpali, "enak, sih, nggak desak-desakan," sambungnya.

"Ya udah, kalau gitu kalian rembuk aja siapa bareng siapa," pungkas Chandra.

"May, mau bareng aku?" Juna menawarkan pilihan pada Maya yang bahkan belum mulai berembuk dengan ketiga temannya.

Maya mematung, tubuhnya menegang, bola matanya bergerak-gerak gelisah, sebentar melirik pada Juna lalu pindah pada Chandra yang tengah menatapnya. Lima pasang mata tertuju padanya, membuatnya merasa seperti seorang tawanan yang dikepung sekelompok preman setelah berusaha kabur.

"Maya?" Juna menegurnya sekali lagi, menagih jawaban.

"Umm, aku sama Mas Chandra aja," putus Maya, lalu berjalan cepat ke mobil Chandra tanpa melihat pada Juna lagi.

Pada bagian kecil ruang yang cukup luas ini, dengan bentangan jarak yang sangat pendek, keenam anak manusia bergeming di posisinya masing-masing. Juna di samping pintu kemudi dalam posisi siap membukanya, Chandra berada tepat di seberangnya, keduanya sama-sama menghujani Maya dengan tatapan sulit diartikan, Maya sendiri memilih menekuri ujung sepatunya, enggan membalas tatapan Juna dan Chandra yang membuatnya semakin gelisah, sedangkan ketiga sisanya hanya menjadi penonton drama bisu yang sedang tersaji di hadapan mereka.

Jessi tiba-tiba menyikut Buyung dan Hans bergantian. "Dingin nggak?" bisiknya sangat lirih, ia sendiri tidak yakin kedua temannya itu bisa mendengar ucapannya.

DILEMAYA [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now