{10} Liburan Tanpa Rencana

50 12 5
                                    

Chandra berdiri berdampingan dengan Juna di area parkir kafe. Mereka mengamati beberapa pekerja dari toko bangunan yang datang untuk mengirim material yang dipesan kemarin. Menyusul satu truk lagi membawa perabotan tak berapa lama setelahnya. Aktivitas di Sudut Jalan tampak sibuk hari ini. Juna menjadwalkan renovasi total dimulai hari ini, sekembalinya Chandra dari Palembang supaya ia bisa turut mengawasi proses pengerjaan awalnya.

Juna membawa serta empat orang pekerja dari jasa kontraktor tempatnya bekerja sama yang tergabung dalam timnya. Selain mengawasi, Juna juga akan turut terjun dalam pengerjaan. Selama proses renovasi, Chandra akan menutup kafe dalam beberapa hari. Buyung sudah memasang banner berukuran A3 di depan kafe yang berisi pemberitahuan bahwa kafe tutup sementara. Sedangkan Jessi-yang merangkap sebagai admin media sosial-bertugas menyebarkannya di seluruh akun media sosial Sudut Jalan. Hari ini adalah hari terakhir para karyawan datang ke kafe sebelum mereka libur sementara.

Hans berencana mengisi liburannya dengan aktivitas sehat, dia sudah menyusun rencana untuk jogging di pagi hari, bersepeda di sore hari, dan main gim online malam harinya.

"Lah, sejak kapan main game online termasuk aktivitas sehat?" protes Jessi ketika mendengar penuturan Hans perihal rencana liburannya. Para penghuni Sudut Jalan, kecuali Chandra, sedang berkumpul di salah satu meja pelanggan sambil menonton para kuli yang sibuk menurunkan material dari truk.

"Kamu belum tahu ada game yang udah masuk daftar e-sport? Kan, olahraga juga, tuh." Hans membela diri.

"Ya, tapi, kan ..." Jessi menggantung kalimatnya, sepasang matanya mengitari langit-langit, bingung mencari opini untuk mempertahankan pendapatnya.

"Kamu tahu artinya sport nggak?" tanya Hans.

Jessi mengangguk, "Tahu. Olahraga."

"Nah, jadi di mana letak kesalahannya? Kan, sama-sama olahraga? Bedanya yang ini dalam bentuk elektronik."

Jessi memutar bola matanya, "Terserah, deh."

"Buyung, gimana?" Maya cepat-cepat menyela dengan melempar pertanyaan pada Buyung yang duduk di depannya sebelum perdebatan Jessi dan Hans melebar ke segala arah. "Punya planning buat liburan?" sambungnya.

"Aku mau fokus belajar, Kak, buat persiapan sidang skripsi," jawab Buyung mantap.

"Tumben belajar?" suara cempreng Jessi menyahut. "Lo, kan, paling anti sama buku," cibirnya.

"Lo pikir selama ini gue nyusun skripsi cari referensinya dari mana?"

"Nyalin dari google."

"Enak aja! Gue nggak plagiat, ya. Mentang-mentang lulus duluan, seenaknya lo nuduh gue," Buyung bersungut-sungut. "Gue mau khatamin teori, siapa tahu nanti ditanyain pas sidang. Goal gue, pokoknya nanti skripsi harus dapet A, biar nggak sia-sia kuliah enam tahun."

Maya menyentuh lengan Buyung yang terlipat di atas meja sembari menghadiahinya kalimat penenang. "Semangat, ya, Yung. Nanti bilang kami kalau kamu sidang, biar ada tim hore. Biasanya mahasiswa tua udah nggak ada temen di kampus. Nah, biar kamu nggak sendirian, nanti kami temenin dari luar ruangan. Dulu Kakak juga begitu."

"Duh, makasih, Kak May," Buyung terenyuh. "Tapi, lain kali kata 'mahasiswa'nya nggak perlu diberi embel-embel 'tua', ya, Kak. Aku masih punya senior, kok, di kampus."

Maya tertawa mendengar protes Buyung. "Iya, iya, maaf."

"Jangan tersinggung, Yung," Hans menimpali, "Mbak Maya cuma bicara fakta, kok."

"Udah, udah." Lagi-lagi Maya melerai sebelum Buyung sempat membalas ucapan Hans, padahal mulutnya sudah terbuka dan siap memuntahkan umpatan. "Nah, sekarang giliran Jessi, libur kerja kamu mau ngapain aja?"

DILEMAYA [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now