{6} Yang Datang Kembali

77 15 13
                                    

"Aaarrgghh! Kenapa? Dia antara milyaran kaum Adam, kenapa harus Juna yang muncul lagi?" Maya berteriak histeris. Agak berlebihan memang, tapi begitulah kondisi hatinya saat ini, sedang tidak sehat.

Lea menarik kursi dari samping lemari ke dekat tempat tidur, lalu duduk dengan tenang sambil menyilangkan kaki. Ia tidak kebagian ruang di tempat tidur karena Maya mendominasinya.

"Juna siapa? Mantan kamu itu?" tanya Lea tenang, kontras dengan Maya yang uring-uringan seperti kedatangan tamu bulanan.

"Iya, Kak," Maya menjawab dengan setengah merengek.

"Pantesan kamu uring-uringan nggak jelas dari tadi, kirain lagi disambangi tamu bulanan."

"Ya, aku emang kedatangan tamu. Tamu dari masa lalu."

"May, namanya hidup tuh pasti ada perpisahan dan pertemuan. Kadang ada waktu di mana kita nggak sengaja ketemu orang yang paling ingin kita hindari. Tapi, kan, durasinya nggak lama, kamu nggak harus nyapa dia atau tanya kabar. Udah, lewatin aja. Nanti pasti lupa lagi."

Mendengar wejangan Lea, Maya lekas-lekas mengubah posisi. Ia bangkit dan duduk bersila di atas kasur, lalu menatap Lea dengan serius.

"Masalahnya, Mbak, aku bakal tiap hari ketemu dia," jawabnya dengan nada memelas.

"Oh, ya? Kok bisa?" sahut Lea.

Mulailah Maya menceritakan runtutan peristiwa pertemuannya dengan Juna, tentang rencana Chandra dan alasan Juna datang ke kafe, juga bagaimana mereka akan menghabiskan beberapa waktu ke depan dengan pertemuan-pertemuan berikutnya.

"Ya udah, cuekin aja," komentar Lea setelah mendengar cerita Maya.

"Bisa segampang itu?" Maya gamang.

"Bisa. Asal kamu mau berusaha dan nggak gampang goyah. Lagian, belum tentu juga Juna mau deketin kamu lagi."

Ah, benar juga! Kalimat Lea menyadarkan Maya. Ia tak seharusnya seheboh itu hanya kerena bertemu Juna lagi setelah sekian lama. Juna mungkin hanya sekadar menyapanya karena mereka saling mengenal. Lelaki itu mungkin juga akan bersikap profesional sebagai seorang desainer interior yang dipercaya Chandra untuk merenovasi kafenya. Pada akhirnya, pertemuan mereka hanyalah sebatas urusan pekerjaan.

"Mbak Lea benar, kayanya aku yang berpikir terlalu berlebihan."

"Kamu nggak berlebihan, kok. Kamu cuma susah move on aja."

Maya tertegun. Lea memang selalu bicara apa adanya. Reaksi Maya atas kehadiran Juna adalah salah satu akibat susahnya melupakan seseorang dari masa lalu. Bukan berarti ia tidak pernah mencoba untuk move on dan membuka hatinya pada orang lain, Maya sudah melakukan itu dengan susah payah. Mengubur kenangan menyakitkan tidaklah mudah. Ia mencari berbagai kesibukan agar bisa melupakan, meskipun akhirnya gagal. Kala kesibukan itu selesai, ia kembali sendirian, kenangan-kenangan itu kembali menyergap dirinya.

Maya sadar bahwa ia tidak bisa benar-benar melupakan apa yang sudah terjadi dalam hidupnya, ia hanya bisa menepikannya dan menyibukkan diri supaya kenangan itu terabaikan.

~~~

Setelah sekian lama, Maya kembali duduk berhadapan dengan Juna. Ia masih ingat terakhir kali mereka bertemu. Suatu malam di bulan November lima tahun lalu, ketika hujan pertama turun di musim hujan kala itu.

Tak pernah sekali pun terlintas di pikiran Maya hari itu bahwa kebersamaan mereka akan jadi yang terakhir. Semua baik-baik saja awalnya. Juna datang pagi-pagi sekali, memberinya kejutan dengan menjemputnya untuk jalan-jalan. Maya yang keheranan mau tidak mau menurut saja, karena tidak biasanya Juna begitu. Cowok itu mana pernah mau berinisiatif mengajaknya kencan, kecuali dia sedang bosan di rumah dan teman-temannya sibuk dengan urusan masing-masing, barulah ia menemui Maya.

DILEMAYA [Sudah Terbit]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora