Penyinggah 9

91 22 8
                                    

Kata ibuku setiap kali mengobrol lewat telpon,

"jangan buru-buru nikah ya. Setelah wisuda, kerja, bangun karir, belanja sepuasnya, pergi liburan yang banyak-banyak. Sebelum nikah, puasin diri sendiri dulu. Jadi kaya, kuat, sehat, hebat dan pekerja keras.

Jangan buru-buru. Jangan jatuh terdorong sama desakan omongan orang-orang untuk nikah. Jangan karna sudah dibilang 'tua', jadinya kamu ngasal. Jangan. Keep your standard hight."

Ah, sejujurnya aku pernah agak bingung. Kenapa ibu selalu membicarakan ini dengan tegas. Ibu juga seperti cemas setiap kali mengetahui aku memiliki kekasih. Tapi, belakangan ini aku paham, ibuku tidak mau aku seperti dia.

Ibuku memiliki cita-cita yang tinggi. Tapi, pada jamannya, sebagai seorang perempuan itu adalah hal yang pantang. Dari ceritanya yang belakangan ini baru aku cerna, sepertinya dia sedih, dia tidak diberikan kesempatan untuk melakukan apa yang dia mau, dan dia ingin memastikan bahwa kelak, setelah menikah aku tidak merasakan itu. Ingin rasanya aku bertanya, apa yang dia mau lakukan ketika itu? Aku akan melakukannya. Aku akan menceritakan bagaimana rasanya. Aku ingin menggantikan mimpi ibuku. Tapi, terlambat. Tiga hari setelah obrolan kami, dia pergi.

Rumah SinggahTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon