🔅 Chapter 35 🔅

Start from the beginning
                                    

       "Aku tidak akan merasa bersalah telah membunuh bajingan itu." Sambung Jungkook di sela puncak kemarahan absolut.

       Chaiden menarik napas besar-besar, dadanya kembang kempis menahan amukan. Jungkook memang sangat bebal dan keras kepala. Ada dendam dalam api yang disaksikannya dari kelereng keemasan. Chaiden tahu bahwa remaja seperti Jungkook sulit mengendalikan amarahnya.

       Begitu mudahnya tersulut dan mampu menimbulkan akibat yang dahsyat. Contohnya melenyapkan nyawa seseorang.

       Maka satu-satunya jalan untuk menghadapi api itu adalah.....

Sruk!

       Memberikan pelukan terhangat dan menjadi seorang pendengar.

       Kali ini Chaiden tidak akan memberikan hukuman kepada Jungkook. Ia sudah kehabisan akal untuk membuat Jungkook jera. Dendam dan sakit hati tidak bisa diredakan dengan kemarahan juga. Chaiden tidak akan menghukum Jungkook, justru hukuman akan menjadi bumerang dan membuat Jungkook merasa dunia semakin tidak adil.

       Chaiden tahu, Jungkook hanya ingin membela ibunya, hanya saja cara yang digunakan terkadang diluar ekspektasi. Ia tidak ingin suatu saat nanti Jungkook tumbuh menyerupai iblis seutuhnya.

       "Kau sudah melalui berbagai hal." Pelukan erat menyelimuti remaja laki-laki. Chaiden memberikan tepukan penenang di punggung anak angkatnya. "Putraku sangat pemberani."

       Manik mata keemasan membola. Bara yang semula berkobar kini sirna seketika. Jungkook pikir kaptennya itu akan memukulinya. "Kapten-''

       "Sekarang aku adalah ayahmu, Caspian. Bukan kaptenmu." Chaiden menukas cepat. Hari ini ia akan menjadi sosok ayah bagi putranya.

      "Ayah...a-ayah...hiks...hiks..."

      Pecahlah tangis Jungkook. Air matanya berlinang deras, kekesalannya meluruh di atas pundak yang menjadi topangannya.

       "Dia menghina ibuku. Di-dia tidak tahu apapun, dan dia tidak lebih dari sekedar sampah untuk bisa menghakimi ibuku!" Jungkook mengeluarkan segala kerikil yang menusuk dadanya. Semua hinaan yang diterimanya membuatnya gelap mata.

       "Ayah, di sini sangat sakit." Jungkook menyentuh dadanya. Tepat dimana seluruh torehan luka berada. Menjadi anak haram merupakan cobaan yang terberat dalam hidupnya. "Mereka...me-mereka tidak tahu rasa sakit yang selalu menghantuiku di setiap malam...hiks, hiks..."

       Linangan derai tangis terus mengalir. Jungkook tidak tahan lagi menerima ketidakadilan. "Pria brengsek yang menyakiti ibuku....hiks....hiks...terus menerorku di dalam mimpi. A-aku ingin membunuh di-diriku sendiri, Ayah."

      Chaiden memeluk Jungkook sangat erat, mendengar tangis sang Putra turut membuatnya sesak. "Jika kau melakukannya, maka itu artinya kau tidak menghargaiku yang telah menyelamatkanmu."

       Jungkook ternanap. Ia menegapkan tubuhnya dan menggeleng kencang. "Ti-tidak ayah. A-aku-"

       "Kau lihat kursi itu." Chaiden menunjuk kursi di salah satu gubuk reot di pinggir pelabuhan. Gubuk gelap dengan kursi kayu yang nyaris roboh. "Apa yang terjadi jika kau meletakkan sebongkah berlian di atasnya?"

       Jungkook menelan isakannya, ia mengikuti arah pandangan Chaiden. "Gu-gubuk itu tidak akan gelap lagi, da-dan kursi itu a-akan menjadi berharga."

       Chaiden mengangguk, "Sekarang bayangkan kau adalah kursi itu, dan sedang menunggu berliannya dengan sabar." Tangannya menepuk kepala Jungkook, persis seperti seorang ayah yang sedang menasehati putranya. "Ketika berlian itu hadir di dalam kegelapan, apa yang kau rasakan?"

🔅 Stealth 🔅 》KookMinWhere stories live. Discover now