"Terus, menurut lo kalau gue bilang begitu ke Ben, apa dia bakal berhenti? Enggak. Dia bakalan tetep ngejar gue. Lo nggak tau aja tabiat Ben itu kayak gimana—"

"Tapi waktu lo nge-skakmat Ben waktu pulang kulap, dia diem. Dari sini lo bisa tahu kalau omongan lo ternyata berdampak ke kelakuannya."

"Sonya, lo nggak kenal Ben—"

"Dan apakah lo kenal Ben, Amalia Nariswari?"

Lia menghela nafasnya pelan, "Lo suka Ben, ya?"

Sonya membulatkan matanya, ia terkejut dengan pertanyaan Lia yang sangat tidak masuk akal.

"Asal lo tau, gue nggak kenal Ben. Sama sekali."

"Tapi gue kenal sama lo, Lia. Gue kenal lo, lo temen gue. Gue nggak mau lo mempermainkan perasaan orang karena sembunyi di balik kata menghargai. Gue tau kalau lo tipikal orang yang teramat menganggap permasalahan perasaan dan hati itu sesuatu yang sakral. Maka dari itu, gue nggak mau lo jadi orang yang mengingkari omongan lo sendiri."

"Lo suka ke Mas Ino? Okay, go ahead. Tapi jangan juga membuka celah untuk orang yang bakalan lo sakitin perasaannya. Walau lo tadi bener kalau lo sendiri nggak bisa mencegah, tapi lo bisa mengurangi rasa sakitnya."

"Kalau lo beneran mau sama Mas Ino, lo coba deketin. Kalau lo nggak berani confess, lo perlihatkan dari tindakan lo. Jangan ngambang. Lo suka Mas Ino, tapi ngebiarin orang ngedeketin lo dan parahnya malah udah berencana nolak dia. Dengan lo kasih kesempatan ke dia, lo sama aja kasih dia harapan untuk kemudian lo patahin harapan itu."

"Dan sebagaimana manusia, lo jangan pernah main-main sama yang namanya harapan, Lia. Jangan pernah."

Lia menundukkan kepalanya. Ia membenarkan ucapan Sonya yang sangat menampar dirinya itu. Bibirnya cemberut seraya punggung tangannya mengusap air mata yang menetes membasahi guling yang sedang dipangkunya.

Memang benar yang dikatakan Sonya. Ia memang salah. Ia asal memberikan harapan. Ia mengingkari prinsipnya dalam memandang hati dan perasaan. Ia tidak melakukan apa-apa. Ia tidak bisa melangkah kemana-mana: bahkan untuk maju mendekati Mas Ino, ia takut. Untuk mundur dan berada di pelukan perasaan orang lain—seperti Ben, ia pun enggan.

"Bener kata Sonya, gue emang egois. Gue pengecut yang egois."

Nakia lantas mengambil langkah mendekati Lia dan menarik kawan baiknya itu ke dalam pelukannya. Tangannya mengusap pelan punggung temannya yang sesenggukan itu. Sedangkan dari belakang, Yesi mengelus bahu Lia pelan. Sonya hanya diam, tidak melakukan apa-apa. Sonya tahu bahwa ucapannya bengis, namun ia tidak akan membiarkan teman baiknya tenggelam dalam jurang.

"Udah, Li. Jangan nangis. Sonya nggak maksud begitu, kok." Yesi berupaya menenangkan Lia.

Lia mengangguk-anggukkan kepalanya, ia mengerti. Ia tentu mengerti tujuan Sonya mengatakan hal itu kepadanya.

"Te—terus... terus gue harus gimana sekarang?"

Lia bangun, menegakkan tubuhnya untuk duduk dengan benar. Ia menatap kepada teman-temannya.

"Kalau lo emang nggak mau sama Ben, bilang ke dia. Biar dia nggak ngehabisin waktu buat orang yang masih mengharapkan orang lain. Kalau lo emang mau merelakan Mas Ino, ya udah lo coba sama Ben."

"Kalau lo mau sama Mas Ino, lakuin sesuatu buat deketin Mas Ino. Di situasi kaya gini, lo harus membuktikan apa Mas Ino suka lo atau nggak suka sama sekali ke lo. Kalau lo udah tau jawabannya, lo bakal tau lo harus kemana selanjutnya."

"Lo udah besar. Gue juga muak sama cinta-cintaan, tapi lihat lo yang nggak bisa kontrol diri masalah beginian, gue nggak bisa diem aja. Gue nggak bisa ngasih lo saran untuk jalani aja karena lo nggak bisa bodo amat ke masalah beginian dan bikin lo suka bete nggak jelas. Gue juga nggak bisa diem aja lihat lo dibodohin masalah beginian yang sering affect ke kehidupan lo karena lo sendiri payah dalam kontrol diri lo, Lia."

Tidak ada balasan yang keluar dari bilah bibir Lia selain aksinya yang malah memeluk tubuh Sonya erat dan menangis di pundak kawan baiknya itu.

Ia memang payah dalam kontrol diri, ia mengakuinya.

***

"... Bibirnya cemberut seraya punggung tangannya mengusap air mata yang menetes membasahi guling yang sedang dipangkunya."

AMOR TAKSA [Leeknow x Lia]Where stories live. Discover now