53. Belajar Ikhlas

420 25 0
                                    

Di atas kursi pesawat pribadi dengan fasilitas super premium, pikiran Ranu masih termonopoli oleh perkataan seorang laki-laki yang ditaksir usianya berada di kepala lima. Ia masih tidak mengerti apa maksudnya.

Dia harus melepaskannya agar Raline bisa tenang?

Mengiklaskan dia dan menyerahkan semuanya pada takdir?

Haruskah Ranu mencoba melakukan itu?

Imran benar. Raline berada di antara hidup dan mati. Dia pasti kesusahan di sana karena Ranu masih belum mengikhlaskannya. Sudah lebih dari satu bulan Raline menderita dan terjebak dalam koma.

Perlahan Ranu harus bisa mengikhlaskan Raline. 

"Mr. Zander, mohon pakai sabukmu. Pesawat akan segera lepas landas." Suara seorang pramugari cantik membuyarkan lamunan pria itu.

Ah iya.

Saking terpakunya pada ucapan Imran, Ranu sampai lupa bertanya soal latar sosok laki-laki seusianya yang mengaku sebagai saudara Raline.

Entah kenapa Ranu belum bisa sepenuhnya percaya pada Gavin yang penuh tipu muslihat itu. apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga Raline? kenapa wanita itu menyimpan banyak sekali misteri?

Ranu mendesah pasrah lalu melempar pandangan ke luar jendela. Dia harus pergi ke Iran dan membuat persekutuan bisnis dengan salah satu rekannya untuk menyelamatkan Zander Cop. dari ancaman kebangkrutan setelah membatalkan mega kontrak Arch tower. Beberapa eksekutor kemungkinan akan menyebarkan berita pembatalan mega proyek itu kepada media hingga berdampak signifikan pada harga saham perusahaannya. Karena itu, Ranu harus mencari sekutu untuk mencegah hal tersebut terjadi.

Disamping itu, Ranu juga berniat menjadi relawan di salah satu daerah di negara itu yang baru saja dijadikan medan perang antara dua negara bersaudara. Kabarnya, tingkat kelaparan dan ketimpangan sosial disana sangat tinggi membuat hati kecil Ranu yang baru saja dicairkan oleh seorang wanita menjadi iba.

Ya. selain cinta dan belas kasih. Rupaya Raline juga menumbuhkan kembali rasa iba di hati mantan iblis itu.

***

Tiga orang manusia terlihat melingkar di sudut gelap suatu bangunan. Mimik mereka terlihat serius menyusun sesuatu.

"Aku tidak yakin ini akan berhasil. Apa kalian tidak lihat penjagaan yang begitu ketat di rumah sakit itu?" Ucap wanita berambut panjang, usianya baru masuk kepala empat.

"Heh Lemon, apa kau takut? Bukannya kau dulu pernah jadi agen rahasia BIN (Badan Intelijen Negara)? Cih nyalimu kaya curut pantas saja mereka membuangmu." Decih wanita lain berambut sebahu yang usianya terlihat lebih tua. Dia memakai baju putih dan kepalanya ditutupi oleh benda bewarna serupa mirip topi berbentuk prisma khas perawat.

"Nyonya Ryden. Kita punya berita bagus, Zander tidak menjaganya malam ini. Dia baru saja pergi ke Iran untuk urusan bisnis. Kurasa kita akan menyelinap lebih mudah." Kali ini pria berstelan rapi berupa jas hitam dan kemeja putih bersuara. Di tangannya terdapat ipad yang menunjukan keadaan suatu ruangan.

Megan tersenyum "Bagus! Kalau begitu mari jalankan rencana! Vector kau akan mengelabuhi penjaga di depan ruangan Raline. Lalu aku akan masuk diam-diam kesana. Dan kau Lemon..." dia menatap wanita yang memanyunkan bibirnya dari atas hingga bawah.

"Kenapa ini tidak adil buatku? Vector dapat peran pengawal dan Kau menjadi perawat. Tapi kenapa aku harus jadi tukang sapu sih! apa tidak ada peran lain yang lebih berkelas dari ini hah?!" Lemon bersungut-sungut.

Megan berdecak kesal "Sudah jangan banyak bacot! Tugasmu berjaga di bawah jendela ruangan Raline. Kau akan sangat berguna jika aku ketahuan nanti."

"Waktu kita tidak banyak Nyonya Megan. Sebaiknya jangan terlalu lama di dalam, Sekrestaris Zander dan juga satu teman laki-laki Nona Raline masih berjaga disana,"

If Something Happens I Love YouUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum